150 Orang Guru TK dan Kober PAUD di Kabupaten Kuningan Ikuti Pelatihan Pencegahan dan Penanganan Stunting Inisiasi Prodi PGPAUD FIP UPI

Kuningan, UPI

Sebanyak 150 orang guru Taman Kanak Kanak dan guru dari Kober PAUD di Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat, mengikuti pelatihan pencegahan dan penanganan stunting bagi Guru TK/PAUD. Mereka terlibat dalam kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat yang diinisiasi oleh Tim pengabdian Masyarakat (PKM-Bidang Ilmu) dosen-dosen Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Kamis, (3/8/2023).

Inisiator yang dimaksud yaitu Dr. dr. Nur Faizah Romadona, M. Kes., sebagai Ketua, dan Dr. Ocih Setiasih, M. Pd, Dr. Rudiyanto, S. Pd, M. Si, dan Dr. Aan Listiana, M. Pd., sebagai anggota.

Menurut Dr. dr. Nur Faizah,“PKM dilaksanakan dalam bentuk pemberian materi tentang pencegahan dan penanganan stunting, pemberian tugas, dan diskusi secara offline/online melalui zoom. Ketua dan para anggota PKM Bidang-Ilmu bertindak sebagai narasumber dalam kegiatan PKM di Kabupaten Kuningan ini.”

Seluruh peserta, ungkapnya, mendapatkan materi tentang Konsep dasar stunting (definisi, factor penyebab, gejala, cara identifikasi/diagnosis stunting, dan dampak stunting); Peran guru dalam upaya Pencegahan Stunting; Peran Guru dalam Upaya Penanganan Stunting; dan Strategi Penurunan Stunting melalui satuan PAUD.

“Pelatihan diberikan dalam bentuk ceramah, diskusi dan pemberian tugas. Tugasnya adalah mengidentifikasi dan menemukan kasus stunting di sekolah/Kober masing-masing dan membuat program pencegahan dan penanganannya,” ujarnya lagi.

Melalui kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat ini, diharapkan meningkatnya kompetensi pengetahuan dan keterampilan guru TK/PAUD di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, sehingga mereka bisa mengenal dan mengidentifikasi stunting pada anak usia dini, serta mampu melakukan tindakan pencegahan dan penanganan.

Ditegaskan Dr. dr. Nur Faizah,”Sangat diharapkan, para peserta mampu mengidentifikasi peserta didiknya, apakah anak tersebut mengalami stunting atau tidak. Para guru tersebut juga diharapkan bisa membantu menangani stunting dan mencegah stunting secara holistik termasuk melaporkan kepada pihak Puskesmas untuk mendapat penanganan intensif dari Dinas Kesehatan.”

Stunting adalah kondisi ketika tinggi badan anak lebih pendek daripada standar tinggi anak di usianya karena kekurangan gizi dalam jangka panjang (kronis).

Dikutip dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Stunting disebabkan oleh malnutrisi (kurang gizi) yang dialami oleh ibu saat hamil atau pada balita sejak awal masa emas kehidupan pertama yang dimulai dari dalam kandungan (9 bulan 10 hari) sampai dengan usia dua tahun (1000 Hrai pertama kehidupan). Selain itu, stunting juga disebabkan oleh pola asuh yang salah akibat kurangnya pengetahuan dan edukasi bagi ibu hamil dan ibu menyusui, sanitasi lingkungan tempat tinggal yang buruk seperti kurangnya sarana air bersih dan MCK yang memadai, serta terbatasnya fasilitas kesehatan yang dibutuhkan oleh ibu dan balita.Diungkapkan Dr. dr. Nur Faizah,”Sayangnya gejala stunting seringkali tidak disadari, hal ini dikarenakan anak hanya diduga memiliki tubuh pendek. Padahal, anak dengan postur tubuh pendek karena genetik dari orang tuanya berbeda dengan anak yang bertubuh pendek karena mengalami stunting. Hal ini akan terlihat ketika anak telah berusia 2 tahun. Stunting tidak hanya menyebabkan tubuh anak kerdil dan pendek, namun juga berpotensi memperlambat perkembangan otak, dengan dampak jangka panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas, serta menyebabkan penurunan kualitas suatau bangsa di masa depan.

Saat ini, lanjut Dr. dr. Nur Faizah, jumlah balita yang mengalami stunting di Kabupaten Kuningan masih cukup tinggi di Jawa Barat meski jumlah kasus sudah mulai menurun. Persentase stunting di Kabupaten Kuningan pada tahun 2019, sebesar 8,40% atau sekitar 5.553 balita dari 66.107 balita. Pada tahun 2021 persentase balita yang mengalami stunting di Kabupaten Kuningan telah menurun menjadi 5,37%, atau sekitar 3.665 balita yang mengalami stunting dari 68.250 balita. Sementara pada 2022 tercatat persentase stunting sebesar 7,30% atau sekitar 5.135 balita mengalami stunting dari total 69.916 balita. Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menyebut prevalensi stunting di Indonesia telah menurun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022, meski angka ini masih diatas batas yang ditetapkan WHO yaitu 20%.Secara umum pelatihan berjalan lancar dan peserta merespon dengan antusias. Peserta berpendapat bahwa materi pelatihan sangat bagus dan sesuai kebutuhan mereka. Pengetahuan mengenai stunting, dan pencegahan serta penanganannya bagi guru TK/Kober menjadi sangat penting karena dapat membantu pemerintah menurunkan jumlah kasus stunting, karena stunting ini tidak hanya menurunkan kemampuan fisik dan otak anak, namun berpotensi menurunkan kualitas bangsa di masa depan. Selama kegiatan pelatihan juga diambil data pretest dan postes untuk kemudian dilakukan uji statistic untuk mengetahui efektifitas pelatihan dalam meningkatkan pemahaman pelatihan pencegahan dan penanganan stunting bagi guru TK/Kober di Kabupaten Kuningan. (dodiangga)