2.178 Guru Ikuti Upacara Pengambilan Sumpah Profesi Periode Desember Tahun 2022 di UPI

Bandung, UPI

Sebanyak 2.178 orang guru mengikuti prosesi Pengambilan Sumpah Profesi bagi Lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) Periode Desember Tahun 2022 di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tahun 2023.

Adapun rincian lulusan Program Pendidikan Profesi Guru Dalam Jabatan sebanyak 1.989 orang, Dalam Jabatan Ex-PLPG sebanyak 84 orang, Dalam Jabatan PGP sebanyak 18 orang, Pra Jabatan 3T Berbeasiswa Berasrama sebanyak 1 orang, Pra Jabatan Bersubsidi sebanyak 4 orang, dan Pra Jabatan Mandiri sebanyak 82 orang.

Dalam Pidato Sambutannya, Rektor UPI Prof. Dr. M. Solehuddin, M.Pd., MA., mengatakan bahwa dari 2.178 yang mengikuti prosesi ini, hadir secara luring sebanyak 1.669 orang dan sebagian lainnya hadir secara daring melalui siaran langsung melalui TVUPI sebanyak 509 orang.

Rektor UPI menegaskan bahwa Bapak Ibu Guru Lulusan PPG yang diambil sumpahnya, secara formal sudah dinyatakan sebagai Guru Profesional. Ditegaskannya,”Namun demikian, barangkali ada beberapa hal yang harus diperhatikan, bahwa profesionalisme guru itu tidak bersifat binary bahwa kalau lulusan sudah profesional lalu seumur hidup, profesional tanpa ada upaya-upaya pengembangan diri selanjutnya.”

Oleh karena itu, lanjut Rektor UPI, kita harus melihat betul perkembangan perubahan yang terjadi, dan salah satu hal yang sekarang menjadi perhatian masyarakat kita, masyarakat dunia dan begitu semarak dibicarakan dalam berbagai forum, berbagai diskusi yaitu tentang perubahan tatanan kehidupan, termasuk dalam pendidikan, dimana kita sekarang sudah memasuki yang namanya era digital.

Rektor UPI menjelaskan,”Perubahan yang terjadi tentu tidak sekedar perubahan yang biasa, tapi perubahan yang betul-betul bersifat eksponensial, perubahan yang bersifat fundamental sehingga ini memberikan implikasi perlunya melakukan upaya-upaya transformasi di dalam pendidikan. Perlunya melakukan upaya-upaya perubahan yang mendasar dalam pendidikan, dan ini tentu saja menuntut perubahan pula di dalam peran dan aktivitas guru.”

Kalau dulu barangkali guru itu lebih berperan sebagai sumber belajar yang dominan, ungkap Rektor, tentunya dalam kondisi sekarang ini tidak lagi seperti itu, karena sekarang para siswa sudah berhadapan dengan dunia maya yang sudah menjadi bagian dari kehidupannya.

“Sehingga yang namanya sumber belajar sekarang sudah tersedia dimana-mana, bahkan mungkin sekarang ini sudah terjadi banjir informasi yang tentu bila kita tidak punya kemampuan untuk menata, memilih, memilah, mengorganisasikannya, ini akan menjadi satu persoalan tersendiri,” katanya.

Oleh karena itu, ujar Rektor, bagaimana sekarang guru lebih dituntut sebagai fasilitator bagi pembelajaran anak, sebagai motivator, termasuk juga sebagai knowledge organisers yang nanti bisa membantu anak untuk mengorganisasikan berbagai pengetahuan yang bisa dipelajari sehingga tidak menimbulkan kebingungan bagi anak.

Ditegaskannya,”Karena anak-anak yang dihadapi sekarang adalah anak-anak yang lahir sebagai digital native, Oleh karena itu supaya kita tetap bisa berinteraksi, tetap bisa nyambung, tetap bisa connect dengan dunia mereka, bagaimanapun barangkali kita harus berupaya untuk familiar dengan dunia mereka.”

Kita sebagai guru, harap Rektor, walaupun mungkin sudah termasuk yang lebih senior dari mereka, tetap harus familiar dengan dunia digital. Sehingga apa yang kita diskusikan, kita komunikasikan ini tetap nyambung dengan dunia anak yang kita hadapi.

Ada beberapa tuntutan yang harus kita lakukan supaya kita tetap update, supaya kita tetap bisa selaras, supaya kita bisa mengadaptasikan diri dengan tuntutan dan kondisi sekarang.

Pertama, tentu saja kita harus menjadi yang namanya lifelong learner. Jadi, begitu lulus itu bukan beristirahat tapi terus selalu belajar, belajar dan belajar sehingga bisa mengadaptasikan diri dengan berbagai perubahan. Yang namanya lifelong learner ini menjadi satu keniscayaan bagi kita kalau kita ingin menjadi guru dan betul-betul berfungsi dan tidak pensiun sebelum waktunya.

Kemudian juga karena sekarang dunia belajar itu sudah luar biasa, maka mau tidak mau kita juga harus menjadi seorang yang speed learner, sebagai pembelajar yang cepat tidak bisa lagi pakai peribahasa lama “alon-alon asal kelakon”. Kalau sekarang mengusung konsep alon-alon, pasti ketinggalan, oleh karena itu kita juga harus menyesuaikan diri untuk bisa menyesuaikan dengan percepatan perubahan yang terjadi yaitu dengan menjadi speed learner.

“Kita juga tentu saja harus menjadi creative learner yang bisa berkreasi, bisa melihat persoalan-persoalan secara kreatif, tidak monoton, tidak linier karena memang perubahan terjadi di setiap saat. Kemudian tentu saja kita harus menjaga integritas pribadi kita sebagai guru sehingga kita bisa menjadi sosok model, menjadi panutan bagi para siswa kita,” pungkas Rektor. (dodiangga)