Cibuntu Tengah, Pusat Pengrajin Wajan Raksasa

Bandung, UPI1

Bandung merupakan sentra industri jajanan yang kreatif dan terus berkembang. Berbagai jenis jajanan diproduksi di kota ini. Kita mengenal batagor, cireng isi, keripik pedas, dan berbagai jajanan lainnya.

Banyak sekali jajanan Kota Bandung diproduksi secara besar-besaran dan peralatan masak konvensional yang ukurannya kecil tidak bisa memenuhinya. Maka tidak jarang para penjual jajanan terlihat menggunakan peralatan yang besar dalam memasak produk dagangan mereka yang masif. Maka, peralatan yang besar itu dibutuhkan untuk menghemat biaya dan waktu produksi, tetapi dari manakah datangnya peralatan-peralatan “raksasa” itu?

Adalah sebuah jalan yang menghubungkan jalan tol Purbaleunyi dengan Terminal Elang. Jalan Holis dan Jalan Terusan Holis, lebih tepatnya RT 06 dan RT 07 Cibuntu tengah merupakan rumah produksi dari peralatan masak berukuran besar ini.2

Para pengrajin biasa memproduksi wajan dan kuali dengan diameter terbesar 80cm dan yang paling kecil 35cm. Selain wajan dan kuali, mereka juga membuat serok dalam berbagai ukuran. Seorang pengusaha, Rachmat Permana mengatakan bahwa selama pesanannya terbuat dari alumunium atau plat baja, sentra produksi mereka mampu menyelesaikannya. Karena, tidak jarang juga mereka memproduksi perkakas seperti linggis dan martil.

Rata-rata ada lebih dari 30 unit usaha di daerah ini, dan biasanya mereka memulai kegiatan produksi dari jam 08.00 sampai jam 15.00. Wawan, salah seorang pengrajin mengaku, walaupun pekerjaan ini cukup menguras tenaga, tetapi karena hanya bekerja selama tujuh jam, para pekerja merasa senang. Alasan mengapa sentra wajan ini hanya bekerja sampai sore hari, karena sentra ini berada di dalam permukiman warga. Para pengrajin pun merasa bahwa bunyi ketukan palu pada plat baja bukanlah suara yang menyenangkan di telinga.3

Ketika ditanya, kapan sentra wajan dan kuali ini berdiri? Tidak ada pengusaha ataupun pengrajin yang mengetahuinya. Sebagian besar pengrajin mengaku bahwa sentra ini sudah ada sejak tahun 1970-an.

Rachmat sebagai pengusaha mengaku bahwa proses produksi yang dilakukan di sentra ini semuanya dilaksanakan secara tradisional. Dengan palu dan plat baja, para pengrajin selalu bekerja keras tanpa bantuan mesin modern. (Arizky Yessar, Mahasiswa Ilmu Komunikasi FPIPS UPI)