Let it Flow Naturaly

aan

Oleh Aan Komariah
(Guru Besar Ilmu Kepemimpinan dan Kebijakan Pendidikan, FIP UPI)

Bismillahirrohmanirrohim

Setiap kita pasti mempunyai cita-cita atau impian yang ingin diraih, apalagi sebagai akademisi pemberi mata kuliah kepemimpinan, yang  hampir setiap hari  istilah visi disebut dalam perkuliahan  dan secara teoritis paham bagaimana mewujudkannya. Saya tidak tahu pasti apa cita-cita saya semenjak kecil, namun saya ingat betul pada jenjang SMP, saat diberi kamar sendiri oleh orang tua, saya tulisi pintu kamar dan pintu laci meja belajar dengan kapur tulis Professor. Dr.  Hj Aan Komariah. Rupanya itulah cita-cita masa kecil yang menjadi visi yang saya kenal saat ini. Bermula dari cita-cita, kemudian takdir memapah langkah menuju ke arahnya.

Langkah menuju cita-cita, mulai terlihat remang-remang sosoknya dengan diraih gelar doktor administrasi pendidikan Tahun 2005 tanggal 10 bulan Januari, menjadi tiket pertama untuk bisa masuk ke dalam kancah pangkat tertinggi jabatan fungsional dosen.  Diamanahinya tugas sebagai ketua jurusan dan mengampu mata kuliah kepemimpinan lebih banyak lagi memberi inspirasi untuk meraih visi. Namun untuk jadi professor, tetap tidak dalam pikiran untuk mendapatkannya, hanya mengetahui agenda pengusulan kenaikan pangkat dalam 2 tahun sekali. Maka Tahun 2006 mengajukan ke pangkat lektor kepala dan 2008 mendapat pangkat pembina tk 1 Gol IV.b dengan  jabatan lektor kepala. Let it flow naturaly, 2010 merasa sudah dua tahun dalam pangkat terakhir, mulailah mengajukan ke jabatan guru besar dengan berbekal jurnal internasional dan jurnal nasional terakreditasi.

aan2Tak ada yang istimewa dalam diri saya, hanya menjalani tugas sesuai dengan standar. Jurnal nasional dan internasional menjadi target capaian sebagai syarat utama mendapatkan jabatan fungsional baru. Setelah keduanya terbit,  dimulailah proses usulan dan alhamdulillah setelah disetujui fakultas dan dilakukan presentasi dihadapan para guru besar yang ditetapkan fakultas, usulan melenggang ke senat universitas dan lagi-lagi itupun lancar dilalui. Tahun 2009 diusulkan ke Dikti dan tahun 2010 terjadi musibah nasional dengan adanya kebijakan “moratorium” atau tidak ada penambahan guru besar secara nasional selama 2 tahun.

Tahun 2013 keluar apelan dengan catatan, ada kekurangan angka kumulatif bidang B yang harus dipenuhi dari jurnal nasional terakreditasi. Hemat  penulis, Kekurangan kumulatif ini diduga karena semua usulan buku tidak dihitung sebagai bidang B tetapi masuk ke bidang A Pembelajaran. Proses menyusun artikel dan submit ke  jurnal terakreditasi menjadi target capaian tahun 2013 dan alhamdulillah, jurnal terakreditasi nasional dengan popularitas yang sangat tinggi di kalangan dosen ilmu pendidikan terbit, yaitu Jurnal Ilmu Pendidikan Malang. Berbekal jurnal bereputasi tersebut dipenuhi apelan di tahun 2013 juga.

Tahun 2014 keluar apelan lagi yang menyatakan masih ada kekurangan kumulatif dengan catatan  harus dipenuhi dari satu jurnal terakreditasi lagi dan  juga harus melampirkan bukti-bukti fisik asli pengabdian masyarakat serta diminta keterangan dari LPPM untuk semua pengabdian masyarakat yang dilakukan. Sedangkan berkas pengabdian masyarakat asli sudah diusulkan dan saya tidak menerima kembalian, dan untuk print lagi tidak memiliki catatan yang mana pengabdian masyarakat yang diusulkan dan sangat ribet meminta keterangan kepada kemendikbud di Jakarta.  Namun untuk proses pembuatan artikel yang submit ke jurnal terakreditasi terus diusahakan, dan alhamdulillah 2014 terbit artikel di jurnal terakreditasi “mimbar, jurnal sosial dan pembangunan”. Dengan bantuan pihak SDM UPI, untuk pengabdian masyarakat hanya diminta keterangan dari LPPM saja dan proses pengajuan kembali untuk memenuhi apelan segera diusulkan di tahun 2014.

Tahun 2014 keluar lagi apelan, yang menyatakan masih ada kekurangan 10 kum lagi dan harus dipenuhi dari jurnal terakreditasi nasional. Apelan tersebut merupakan pengulangan dari apelan sebelumnya hanya tidak ada catatan pengabdian masyarakatnya. Walau sedikit kecewa, saya tetap buat artikel sebagai target tahunan saya tetapi untuk kenaikan pangkat lebih diarahkan pada artikel terakreditasi. Tahun 2015 terbit jurnal terakreditasi “pendidikan islam” dan mulailah diusulkan kembali pemenuhan apelannya dengan mengirimkan semua jurnal yang sudah dihasilkan dari penelitian karena khawatir kurang lagi kumulatifnya. Saya usulkan tiga jurnal yaitu jurnal terakreditasi, jurnal internasional terindek DOAJ, dan jurnal ber ISSN.gubes2

Tahun 2016 ada email dari kemenristekdikti, kalo usulan ditangguhkan karena jurnal yang diusulkan tidak tertelusuri secara online. Mulai dari sana, kekecewaan terasa mendera bathin. Saya memberi jawaban langsung by email kalau jurnal saya dapat diakses secara online. Tetapi juga disusul dengan WA saya kepada Direktur Karier di Kemenristekdikti dan Direktur SDM di UPI yang isinya mengucapkan terimakasih, dan legowo untuk tidak diurus kembali jabatan fungsional guru besarnya. Reaksi spontan saya mendapat tanggapan yang luar biasa, dan menampar kesadaran kalo semua proses ini tetap harus dijalani dengan sabar dan rasa syukur yang dalam. Tetapi saya sudah didera ketakutan dengan apelan. Nanti yang turun apalagi kalo ini dipenuhi. Saya tidak siap menerima apelan lagi, sudah cukup rasanya setiap turun usulan kenaikan pangkat hasilnya tidak sesuai dengan harapan.

Direktur menyarankan membuat klarifikasi yang ditandatangani rektor. Berbekal bantuan SDM, saya membuat klarifikasi setelah 1 bulan dibiarkan tanpa upaya. Ini semata-mata karena pikiran berkecamuk dengan menerka-nerka apelan baru. Waktu satu bulan yang lebih tidak mengasyikan dibanding 6 tahun yang sudah dilalui. Meski seperti sedang bermain layangan, tarik ulur terus menerus tetapi ada produk yang pasti untuk dipenuhi, tetapi yang sekarang bagaimana, sangat subjektif. Alhamdulillah, kekecewaan itu hanya berlangsung 1 bulan. Bulan maret saya membuat klarifikasi dan segera diusulkan kembali oleh SDM ke Jakarta.aan1

Karena subyektifitas yang tinggi ini, membuat saya kurang sabar dan pengusulan yang natural yang sudah ditempuh tanpa campur tangan atau intervensi apapun mulai dievaluasi. Sungguh saya tidak mempertanyakan semua apelan, saya lalui dengan biasa-biasa, tidak ingin intervensi dengan bertanya ke Jakarta atau minta bantuan teman untuk memantau. Tetapi kali ini lain, saya nanya mahasiswa saya yang anggota dewan di jakarta dan kenal betul dengan dirjen, apa usulan saya sudah dinilai, kemudian minta dipantaukan oleh teman dari kemendikbud yang sebelumnya pernah bekerja di bagian penilaian dan kenaikan pangakat dosen. Hanya minta bantuan “memantau” saja sampai dimana penilaian saya. Semakin saya mengetahui prosesnya, semakin menderita. Jadi sesungguhnya, berhentilah menelusuri. Karena waktu 1 bulan menguras hati melebihi 7 tahun yang sudah dilalui. Karena pantauan itu tidak ada efeknya apa-apa hanya membuat waktu berhenti bergulir.

Sampai akhirnya, bulan juni fakultas mengumumkan pada upacara 17 Juni kabar “rahasia” dari Jakarta kalo usulan saya sudah tidak ada masalah, PAK sudah terpenuhi dan tinggal menunggu SK yang ditandatangani menteri. Sontak semua orang sudah mengucapkan selamat dan bahkan sampai kepada media sosial. Padahal saya sendiri belum yakin meski memang PAK sudah ditunjukan oleh direktur. Alhamdulillah. Tanggal 29 Juli 2016, Rektor memanggil untuk penyerahan SK bersama rekan lainnya.

Luar biasa, perjalanan yang lama untuk ajang pembuktian diri sebagai dosen yang mahasiswa kenal dalam jargon “visi”.  Sebagaimana teori, saya yakin visi bisa dicapai, namun setiap langkah dalam kumparan waktu yang  berdetak dengan pelan dan lama menorehkan keraguan benarkah visi bisa diwujudkan. Bagaimana tidak, semangat, kegigihan, bahkan kerja keras itu semakin tidak jelas wujudnya, semakin hari semakin tidak terlihat nyata, inilah paradox teori dengan kenyataan. Sekarang sudah jelas, bukan saja kegigihan, tetapi kesabaran, rasa syukur dan terus menjalani adalah kewajiban manusia untuk melaluinya.

Hal yang “magic” adalah bahwa energi yang kuat dari seseorang atau kelompok bisa menular pada orang lain, begitupun apa yang saya raih tidak terlepas dari pengaruh orang-orang sekitar saya dan sayapun adalah bagian dari teman-teman saya. Kini saatnya saya mempengaruhi teman-teman lain agar punya visi dan mulai dengan niat untuk merealisasikannya.  Sukses itu memang manis dan indah, melambungkan perasaan dan bahkan menghilangkan keburukan-keburukan, bagaimana tidak? Dengan sukses, bahagia menyertai dan bahagia itu hilang semua prasangka diganti dengan rasa suka dan syukur tiada tara.

Dengan profesor bidang kepemimpinan dan kebijakan pendidikan ini, saya harus terus meningkatkan diri dengan lebih banyak melibatkan orang dalam riset, pengabdian masyarakat dan pembelajaran yang berkualitas. Mengukuhkan diri sebagai dosen yang melayani dengan impressive emphaty, mengkaji riset bidang kepemimpinan yang dapat diterapkan untuk pendidikan lebih baik, dan mempublikasikannya pada jurnal terindek serta mengikuti konferensi terindek di mancanegara adalah capaian-capaian yang harus diraih.

Man Shabara Zhafira (siapa yang bersabar akan beruntung).

 

Bandung, 2016-08-02

Salam

Aan Komariah