Perjuangkan Tunjangan Kinerja, UPI Bersama PTNBh Surati Presiden RI

Bandung, UPI

Universitas Pendidikan Indonesia bersama Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBh) terus memperjuangkan tunjangan kinerja (tukin) bagi tenaga kependidikan yang dihapuskan tukinnya, menyusul perubahan status dari universitas Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan Badan Layanan Umum (BLU) menjadi PTNBh. Oleh karena itu, seluruh perguruan tinggi PTNBh membentuk Sekretariat Bersama Tenaga Kependidikan untuk memperjuangkan hak mereka yang selama ini diperoleh dari negara.

Ketua Sekretariat Bersama Tenaga Kependikan PTNBh H. Endang S.H. menjelaskan, Sekber Tendik PTNBh telah mengirim surat pengaduan kepada Presiden Republik Indonesia yang ditembuskan kepada berbagai pihak terkait. Di samping itu, para pengurus  Sekber juga telah melakukan audiensi dengan Ombudsman Republik Indonesia yang diikuti Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI; Sekretaris Jenderal Kemenristekdikti; Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemenristekdikti; dan  Rektor IPB selaku Ketua Sekretariat Bersama PTNbh.UPI

Adapun surat pengaduan kepada Presiden RI adalah sebagai berikut:

 

Kepada:

Yth. Bapak Presiden Republik Indonesia

Di Jakarta.

 

Assalamu  alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam sejahtera bagi Bapak Presiden beserta keluarga dan seluruh jajaran  kepresidenan. Semoga Bapak Presiden senantiasa dalam lindungan Allah Subhanahu wata’ala.

Di tengah-tengah kesibukan yang sedang Bapak Presiden hadapi saat ini, dengan segala kerendahan hati, izinkanlah kami menyampaikan pengaduan sebagai berikut.

  1. Dasar Hukum
  2. Alenia keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), mengamanatkan kepada Pemerintah Negara Indonesia untuk “… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial…”.
  3. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUD NRI 1945, kami, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, sebagai warga Negara memiliki kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan dan kami, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya;
  4. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945,  kami, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, sebagai warga Negara  berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum;
  5. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 28D ayat (2) UUD NRI 1945,  kami, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, sebagai warga Negara berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja;
  6. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 28G ayat (1) UUD NRI 1945,  kami, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, sebagai warga Negara  berhak atas perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda,  serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat yang merupakan hak asasi.
  7. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI 1945,  kami, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, sebagai warga Negara  berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun  dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif itu.
  8. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 28I ayat (4) UUD NRI 1945,  kami, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, sebagai warga Negara berhak mendapatkan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia yang merupakan tanggung jawab Negara, terutama pemerintah.
  9. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, kami, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, sebagai warga Negara, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.
  10. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diatur hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak Tenaga Kependidikan sebagai berikut.

Pasal 40 ayat (1):

“… dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:

  1. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;
  2. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
  3. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
  4. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan
  5. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.”

 

  1. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, diatur hal-hal yang berkaitan dengan pendanaan pendidikan tinggi sebagai berikut.
  • Pasal 83 ayat (1):

“Pemerintah menyediakan dana Pendidikan Tinggi yang dialokasikan dalam  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.”

  • Pasal 89 ayat (1) huruf a:

“Dana Pendidikan Tinggi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara … sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dialokasikan untuk: PTN, sebagai biaya operasional, Dosen dan tenaga kependidikan, serta investasi dan pengembangan.”

  • Pasal 89 ayat (2):

“Dana Pendidikan Tinggi sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1)  huruf  a untuk PTN badan hukum diberikan dalam bentuk subsidi  dan/atau  bentuk  lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Pasal 89 ayat  (3):

“Ketentuan mengenai bentuk dan mekanisme pendanaan pada PTN badan hukum  diatur  dengan Peraturan Pemerintah.”

  1. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, hak-hak PNS diatur sebagai berikut.
  • Pasal 21:

“PNS berhak memperoleh:

  1. gaji, tunjangan, dan fasilitas;
  2. cuti;
  3. jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
  4. perlindungan; dan
  5. pengembangan kompetensi.”
  • Pasal 79 ayat (1):

“Pemerintah wajib membayar gaji …”

  • Pasal 79 ayat (4):

“Gaji PNS yang bekerja pada pemerintah pusat dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara.”

  • Pasal 80 ayat (1):

“Selain gaji …, PNS juga menerima tunjangan …”

  • Pasal 80 ayat (2):

“Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tunjangan kinerja dan tunjangan kemahalan”

  • Pasal 80 ayat (3):

“Tunjangan kinerja … dibayarkan sesuai pencapaian kinerja.”

  • Pasal 80 ayat (5):

“Tunjangan PNS yang bekerja pada pemerintah pusat dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara.”

  1. Asas Hukum/Peraturan Perundang-undangan
  2. Lex posteriori derogat legi priori. Undang-undang yang lama dinyatakan tidak berlaku apabila ada undang-undang yang baru yang mengatur hal yang sama.
  3. Lex Superior derogat legi inforiori. Hukum/peraturan yang lebih tinggi derajatnya mengesampingkan hukum/peraturan yang derajatnya di bawahnya.
  4. Asas Negara Hukum dengan prinsip Rule of Law, dengan ciri antara lain adalah Pengakuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia.

Prinsip-prinsip Rule of Law secara Formal dalam UUD NRI 1945:

  1. Negara Indonesia adalah negara hukum (lihat Pasal 1 ayat (3))
  2. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum serta pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (lihat Pasal 27 ayat (1))
  3. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (lihat Pasal 28D ayat (1))
  4. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil  dan layak dalam hubungan kerja (lihat Pasal 28D ayat (2)).
  5. Fakta Hukum
  6. Pada tanggal 14 Desember 2015 telah disahkan, dan diundangkan pada tanggal 16 Desember 2015, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 138 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Pasal 3 ayat (1) huruf (h) menyatakan bahwa:

“Tunjangan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, tidak diberikan kepada Pegawai pada Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum.”

  1. Pada tanggal 3 Mei 2016 telah disahkan, dan diundangkan pada tanggal 10 Mei 2016, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2016  tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Pasal 3 ayat (1) huruf (h) menyatakan bahwa :

“Tunjangan Kinerja tidak diberikan kepada Pegawai pada Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum.”

  1. Pada tanggal 11 Mei 2016 telah disahkan, dan diundangkan pada tanggal 19 Mei 2016, Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 31 Tahun 2016 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Pasal 5 huruf  (i)  menyatakan bahwa:

“Tunjangan Kinerja tidak diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil pada Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum.”

  1. Kondisi Objektif
  2. Pada Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2016, ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf h. menyatakan bahwa Tunjangan kinerja tidak diberikan kepada Pegawai pada Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. Klausul pada ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2016 tersebut merupakan duplikasi dari pasal dan point yang sama yang terdapat pada Peraturan Presiden Nomor 138 Tahun 2015.
  3. Mencermati klausul pada Pasal 3 ayat (1) huruf Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2016 tersebut ada beberapa hal yang perlu kami sampaikan, bahwa menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa Pegawai di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi adalah PNS dan Pegawai Lainnya yang berdasarkan Keputusan Pejabat yang berwenang diangkat dalam suatu jabatan dan bekerja secara penuh pada satuan organisasi di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
  4. Persoalannya adalah, “apakah PNS dan/atau calon PNS yang bekerja secara penuh pada PTN badan hukum dikategorikan pegawai di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi atau bukan?”

Sampai saat ini status Pegawai pada PTN badan hukum  berstatus PNS yang dipekerjakan, artinya masih berstatus sebagai PNS pusat yang bekerja secara penuh pada satuan organisasi di lingkungan Kemenristekdikti. Karena status PNS pada PTN badan hukum masih berstatus PNS Pusat maka seharusnya PNS pada PTN badan hukum harus memperoleh hak yang sama sebagai PNS sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Pasal 21 menyebutkan  mengenai hak yang harus diterima oleh PNS adalah  gaji, tunjangan, fasilitas, cuti, jaminan pensiun dan jaminan hari tua, perlindungan dan pengembangan kompetensi.

  1. Pasal 3 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2016 menegaskan, bahwa ketentuan  lebih lanjut mengenai Pegawai di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang tidak diberikan Tunjangan Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi, dan pendidikan tinggi.  Sampai saat Peraturan Presiden ini diterbitkan, belum ada Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang mengatur mengenai tunjangan kinerja bagi Tenaga Kependidikan di PTN badan hukum termasuk besarannya. Sudah 18 bulan (dari Juli s.d. Desember 2014, dan dari Januari s.d Desember 2015), ditambah 6 bulan dari Januari s.d. Juni 2016, para pegawai Tenaga Kependidikan pada PTN badan hukum tidak menerima tunjangan kinerja yang seharusnya menjadi hak mereka.
  2. Apabila memang yang menghalangi pemberian Tunjangan Kinerja kepada Tenaga Kependidikan di PTN badan hukum karena status yang ditetapkan Pemerintah sebagai pegawai yang “dipekerjakan”, maka pengertian “dipekerjakan”  itu sendiri perlu ditinjau kembali, di mana PNS “dipekerjakan”  adalah PNS yang melaksanakan tugas di luar instansi induknya yang gajinya dibebankan pada instansi induknya, sementara semua tunjangan menjadi tanggung jawab instansi yang mempekerjakan.  Padahal, realitasnya kami PNS pada PTN badan hukum masih bekerja di bawah instansi induknya, yaitu Kemenristekdikti dan bukan pada Kementerian atau Lembaga lain. Artinya, kami adalah PNS Pusat, yang seyogyanya dapat Tunjangan Kinerja sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang ASN ketentuan Pasal 80 ayat (1) sampai dengan ayat (5).
  3. Apabila PNS yang ada pada PTN badan hukum dengan status “dipekerjakan” dipandang berbeda dengan PNS pada PTN biasa, maka penerapan status kami sebagai PNS “dipekerjakan” yang kemudian berimplikasi pada dikecualikannya PNS Tenaga Kependidikan dengan tidak menerima Tunjangan Kinerja, kami khawatir ada pandangan bahwa hal ini merupakan perlakukan diskriminasi.
  4. Apabila yang dimaksud oleh Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2016, bahwa yang bertanggung jawab membayarkan tunjangan kinerja bagi Tenaga Kependidikan PTN badan hukum adalah PTN badan hukum sendiri, maka perlu kami sampaikan bahwa pada realitasnya kondisi PTN badan hukum saat ini belum mampu membayarkan tunjangan kinerja seperti yang dibayarkan Pemerintah kepada PNS Tenaga Kependidikan di PTN biasa. Beberapa PTN badan hukum ada yang dapat membayarkan tunjangan kinerja dengan istilah remunerasi milsanya, tetapi nilai yang dibayarkan masih lebih rendah dibandingkan dengan tunjangan kinerja yang dibayarkan Pemerintah kepada Tenaga Kependidikan di PTN biasa. Padahal tuntutan pekerjaan kami pada PTN badan hukum (sudah dan harus) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan PTN biasa, karena PTN badan hukum  harus sudah berstatus Akreditasi Nasional A bahkan sebagian sudah berstatus Akreditasi Internasional. Oleh karena itu, seyogianya kami mendapat tunjangan kinerja yang sama bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan PNS pada PTN biasa.
  5. Dalam pada itu, bahwa dalam hal pengelolaan sumber daya manusia, bidang kepegawaian misalnya, telah terjadi disparitas hukum (baca: perbedaan perlakuan hukum). Dalam sistem manajemen kepegawaian khususnya bagi Tenaga Kependidikan yang pada gilirannya telah melahirkan disparitas kesejahteraan, antara lain berkaitan dengan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) untuk penjenjangan karir pegawai belum divalidasi oleh Kementerian terkait. Hal ini jelas menjadi masalah yang sangat krusial untuk segera diselesaikan, karena berkaitan dengan urusan Hak Asasi Manusia sebagai warga negara (lihat Asas Negara Hukum).
  6. Salah satu disparitas hukum yang tampak adalah, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi tersebut, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. Penggantian peraturan tersebut dikarenakan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2013 –sebagaimana disebutkan dalam konsideransnya– dinilai tidak sesuai  dengan  pelaksanaan  otonom Perguruan Tinggi  Negeri Badan Hukum yang memerlukan fleksibilitas dan akuntabilitas pendanaan dalam pelaksanaannya.
  7. Mengenai tunjangan kinerja, diatur dalam ketentuan Pasal 6 ayat (3) huruf (c) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015, yang menegaskan, bahwa “Biaya tenaga  kependidikan  sebagaimana  dimaksud dalam  Pasal  5  huruf  c  merupakan  bantuan  biaya untuk tenaga kependidikan nonPNS pada PTN Badan Hukum yang digunakan untuk: (a) gaji dan tunjangan; (b) uang makan; dan/atau  (c) tunjangan kinerja.
  8. Ternyata tunjangan kinerja berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015 ini hanya diperuntukkan bagi Tenaga Kependidikan NonPNS. Dengan kata lain, dalam Peraturan Pemerintah ini tidak ada norma yang mengatur tentang Tunjangan Kinerja bagi PNS pada PTN badan hukum. Sedangkan bagi PNS pada PTN biasa jelas sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 138 Tahun 2015 yang diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2016. Persoalannya, tunjangan kinerja bagi PNS PTN badan hukum diatur di mana?
  9. Jika dikaitkan dengan asas hukum,  di mana  Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2016 yang mengecualikan Tenaga Kependidikan pada PTN badan hukum mendapatkan Tunjangan Kinerja, maka Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2016 ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015. Sementara Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015 tidak mengatur peruntukan tunjangan kinerja bagi Tenaga Kependidikan PNS.
  10. Disparitas hukum dan kesejahteraan yang digambarkan seperti tersebut di atas berdasarkan pengamatan kami telah berdampak secara psikologis bagi para pegawai Tenaga Kependidikan. Kami telah mengamati adanya gerakan dan statement yang kami nilai kontroversi tentang baik-buruknya. Hal itu dilakukan atau diucapkan oleh sebagian pegawai Tenaga Kependidikan karena kebijakan Tunjangan Kinerja yang mengecualikan pegawai di PTN badan hukum. Contoh faktual adalah terjadinya demontrasi sebagian Pegawai yang menuntut hak-hak mereka berkaitan dengan kebijakan adanya Tunjangan Kinerja. Dalam perspektif pendidikan, perilaku demikian dinilai bertolak belakang dengan arah dan tujuan pendidikan itu sendiri dalam membentuk karakter warga negara yang baik.  
  11. Permohonan Penanganan Masalah

Mencermati hal-hal tersebut di atas, maka kami Sekretariat Bersama Tenaga Kependidikan PTN badan hukum (Sekber Tendik PTNbh) yang dibentuk pada tanggal 4 Juni 2016 oleh unsur Tenaga Kependidikan PTN badan hukum dari:

  • Universitas Gajah Mada (UGM): Sri Wiryaningsih;
  • Institut Teknologi Bandung (ITB): Ahmad Rosad, Sumiyardi, Nana Heryana, Usep Mulyana, dan Puji Subakti;
  • Universitas Pendidikan Indonesia (UPI): Endang, Sultono, Sofyan Djulkarnaen, dan Noerfitriansyah;
  • Universitas Padjadjaran (UNPAD): Ari Burhani; dan
  • Institut Pertanian Bogor (IPB): Astridina, dan Fathurohman.

(diharapkan unsur Tenaga Kependidikan dari UI, USU, UNAIR, UNDIP, ITS, dan UNHAS dapat bergabung dalam Sekber Tendik PTNbh).

Kami, Sekber Tendik PTNbh, mengharapkan (segera) adanya penyelesaian atas masalah-masalah yang dihadapi guna menciptakan dan menjaga suasana kondusif di seluruh PTN badan hukum.

  1. Pemerintah dalam hal ini Bapak Presiden yang kami hormati, kiranya berkenan melakukan perubahan terhadap Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2016 khususnya perubahan terhadap ketentuan Pasal 3.huruf (h) yang telah mengecualikan Tenaga PNS/Kependidikan pada PTN badan hukum tidak diberikan tunjangan kinerja. Padahal Undang-Undang ASN memerintahkan untuk membayarkan Tunjangan Kinerja bagi PNS tak terkecuali PNS pada PTN badan hukum. Atas perubahan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2016 tersebut tentu berimplikasi kepada perubahan terhadap Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 31 Tahun 2016 khususnya perubahan terhadap ketentuan Pasal 5 huruf (i).
  2. Kami melihat bahwa kata kunci dari “masalah” yang kami hadapi di sini terletak pada pernyataan dikecualikannya PNS/Tenaga Kependidikan pada PTN badan hukum dengan tidak mendapatkan Tunjangan Kinerja, karena PTN badan hukum dianggap telah mampu mandiri. Faktanya tidaklah demikian, sebab terdapat PTN badan hukum yang tidak memiliki kemampuan finansial untuk membayarkan Tunjangan Kinerja bagi Tenaga Kependidikan minimal setara dengan standar yang ditetapkan oleh Negara. Lantas siapa yang harus bertanggungjawab atas keadaan ini? Menurut pendapat kami, pembayaran Tunjangan Kinerja bagi PNS pada PTN badan hukum yang belum mampu membayar Tunjangan Kinerja tetap menjadi beban Negara, minimal menutupi selisih kekurangan dana yang dimiliki oleh PTN badan hukum.
  3. Seyogianya hak-hak PNS/Tenaga Kependidikan tidak terpengaruh oleh perubahan status kelembagaan, oleh karena itu, diharapkan agar kondisi objektif pada setiap tataran untuk dapat diklarifikasi terlebih dahulu, sebab secara konstitusional, PNS/Tenaga Kependidikan harus dilindungi berdasarkan ketentuan pasal 28D ayat (2) UUD NRI 1945. Perubahan status lembaga Pemerintah dalam bentuk apapun tentunya tidak dengan serta merta menafikan hak-hak kepegawaian yang telah diatur dalam Undang-Undang sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 21 dan ketentuan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
  4. Sejak adanya hak otonomi yang diberikan oleh Pemerintah kepada PTN badan hukum dalam bidang nonakademik, kami melihat bahwa pengelolaan di bidang SDM/kepegawaian belum ada keselarasan dalam formulasi sistem kepegawaian yang berlaku bagi PNS, sehingga hal tersebut banyak menimbulkan ketidakadilan bagi Tenaga Kependidikan dari segi jabatan/jenjang karir yang sudah tidak lagi memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi PNS. Hal tersebut dikhawatirkan berpotensi melanggar hukum dan/atau Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, diharapkan proses kegiatan memeriksa, mengevaluasi, memantau dan melakukan tindakan korektif terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian dapat dilakukan secara reguler, reviu dan investigasi.
  5. Parameter otonomi PTN badan hukum perlu dievaluasi oleh Pemerintah c.q. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sebagaimana diperintahkan oleh Pasal 65 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dengan melakukan harmonisasi terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga ketentuan syarat-syarat baik secara formal, materiil, dan substansial betul-betul terpenuhi. Bukanlah sebuah kemunduran apabila hal itu dilakukan, dan tidak akan menurunkan status PTN badan hukum kembali kepada PTN biasa.
  6. Pemerintah perlu memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap PTN badan hukum. Artinya PTN yang telah diberi otonomi tersebut haruslah tetap dalam siklus jalur pembinaan dan pengawasan di bawah kendali Negara c.q. Pemerintah melalui Kementerian terkait baik secara formal, materiil, dan substansial. Ide, pertimbangan, dan praktik otonomi PTN badan hukum kiranya dapat lebih dikembangkan, dan perlu upaya-upaya perbaikan atas segala kekurangan yang ada selama ini. Semua program Tridharma termasuk unsur penunjang kegiatan (Tenaga Kependidikan) kiranya dapat terakselerasi dengan baik dan benar yang berlangsung simetris sehingga dapat dipertanggung-jawabkan secara formal, materiil, dan substansial.
  7. Diharapkan, Lembaga Negara terkait dapat melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap PTN badan hukum atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan –khususnya di bidang kepegawaian– sehingga jelas kedudukan hukumnya bagi pegawai Tenaga Kependidikan secara proporsional.
  8. Sesuai dengan prinsip dan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan tinggi, diharapkan PTN badan hukum dapat diselenggarakan dengan demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif, sehingga menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa.

 

  1. Penutup
  2. Demikianlah, kiranya apa yang kami uraikan di atas dapat diklarifikasi lebih mendalam dan mendapat pengkajian secara profesional-keahlian, sehingga menghasilkan pandangan menurut pikiran dan pertimbangan yang logis untuk memenuhi kepentingan semua pihak.
  3. Selaku manusia, tentu kami ada khilaf, namun dalam hal ini tidak ada kesengajaan sedikit pun. Kami tidak bermaksud mengajari, melihat dan mencari salah siapa pun. Pengaduan ini kami sampaikan ke hadapan Bapak Presiden semata-mata karena ada desakan dalam hati sanubari kami karena ikut merasakan –senasib sepenanggungan– dari sekian ribu pegawai Tenaga Kependidikan di PTN badan hukum.  Informasi mengenai data jumlah Tenaga Kependidikan misalnya di UGM memiliki 3000-an PNS lebih, ITB memiliki 1000 PNS, UPI memiliki 750-an PNS lebih, dan IPB memiliki 1500-an PNS lebih, belum PNS-PNS dari PTN badan hokum lainnya. Mereka semua menjadi tumpuan harapan seluruh anggota keluarganya yang berharap adanya kesetaraan secara proporsional atas perlakuan pemberian Tunjangan Kinerja kepada Tenaga Kependidikan, di samping adanya kepastian hukum mengenai jenjang karir Tenaga Kependidikan di PTN badan hukum.
  4. Seandainya pikiran, sikap dan tindakan kami secara etis dipandang kurang tepat atau salah, kami memohon kiranya Bapak Presiden sudi memberi maaf, sekaligus kami memohon kepada Bapak Presiden selaku Kepala Negara untuk dapat melindungi hak-hak kami sebagai warga Negara sebagaimana diamanatkan pada alenia keempat Pembukaan UUD NRI 1945.
  5. Kami berharap kiranya persoalan yang kami adukan ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menyelesaikan permasalahan kepegawaian di PTN badan hukum.
  6. Atas kearifan Bapak Presiden kami ucapkan terima kasih. Semoga menjadi ladang amal ibadah yang diridai Allah Swt. Aamiin.

Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

 Sekretariat Bersama Tenaga Kependidikan PTN badan hukum,

 

Sekretaris,   Ketua,
   

 

 

 

 

 

 

Endang

(UPI)

 

 

 

 

 

 

Astridina

(IPB)

     
TEMB USAN:    
1.      Ketua Komisi III DPR Republik Indonesia;

2.      Ketua Komisi X DPR Republik Indonesia;

3.      Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia;

4.      Sekretaris Kabinet Republik Indonesia;

5.      Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia;

6.      Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Republik Indonesia;

7.      Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi Republik Indonesia;

8.      Menteri Keuangan Republik Indonesia;

9.      Kepala Badan Kepegawaian Negara;

10.      Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara;

11.      Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia;

12.      Ketua Majelis Wali Amanat (UI, UGM, ITB, IPB,

UPI, USU, UNAIR, UNPAD, UNDIP, ITS, UNHAS);

13.      Rektor (UI, UGM, ITB, IPB, UPI, USU, UNAIR, UNPAD, UNDIP, ITS, UNHAS);

14.      Ketua Senat Akademik (UI, UGM, ITB, IPB, UPI, USU, UNAIR, UNPAD, UNDIP, ITS, UNHAS).