KERETA KUDA PAK DADAN YANG SEMAKIN LANGKA

Bandung, UPI1

“Tuk… tik… tak… tik… tuk… tik…  tak…. suara sepatu kuda…..” Begitulah kutipan dari lagu anak-anak yang berjudul Naik Delman. Kini sudah jarang sekali kita melihat alat transportasi yang satu ini. Delman memang sudah jarang terlihat di sekitar Kota Bandung. Delman merupakan kendaraan transportasi tradisional yang beroda empat namun tidak menggunakan mesin tetapi menggunakan kuda sebagai penggantinya. Kemajuan transportasi membuat delman  tergeser oleh kendaraan lain yang lebih canggih. Selain itu para penumpang memilih alat transportasi lain yang lebih bisa mengefisiensikan waktu mereka.

Ketika kita berbicara mengenai delman pasti tidak terlepas dari orang yang mengemudikannya yang sering kita sebut sebagai kusir. Ketika sedang berjalan melewati sebuah pasar, tidak sengaja ada seorang kusir delman yang menawarkan jasa delmannya kepada saya. “Melong neng?” ujarnya. Awalnya saya tidak berniat naik delman itu, namun terlintas dalam pikiran saya tidak ada salahnya sekadar mengobrol dengan kusir tersebut. Namanya Dadan. Dari kerutan diwajahnya, saya bisa mengira usianya pasti sudah tak muda lagi. Beliau berumur 55 tahun dan saat ini tinggal di wilayah Cibereum.

Kurang lebih tiga perempat dari hidupnya telah ia jalani untuk menjadi kusir delman. Setelah lulus dari sekolah dasar, ia memutuskan menjadi kusir delman. Katanya menjadi kusir merupakan pekerjaan turunan, Sebelumnya, kakek dan ayahnya juga merupakan kusir. Bahkan kedua anaknya yang kini beranjak dewasa juga mengikuti jejak sang ayah.

“Anak saya yang pertama kerja di kandang kuda. Yang kedua sama, menjadi kusir delman tapi dua-duanya gak di sini kerjanya di Ciranjang, Cianjur,” ucapnya. Alhasil saat ini Dadan hanya tinggal berdua dengan isteri.

Penghasilan Dadan berkisar Rp 30.000-Rp 40.000 dalam sehari. Ketika saya bertanya apakah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari? Ia mengatakan, “Yah di cukup-cukupin aja neng, da mau gimana lagi rezekinya dikasih segitu sama Allah”. Ia mulai bekerja sejak pukul 07.00 pagi hingga pukul 12.00 siang. Setiap hari ia mangkal menunggu penumpang di belakang pasar Cijerah. Trayek delmannya adalah Cibereum-Cijerah.2

Biasanya penumpang delman adalah ibu-ibu yang yang akan pergi maupun pulang sehabis berbelanja di pasar atau siswa yang hendak pergi bersekolah. Saat saya bertanya apa suka dukanya menjadi seorang kusir kuda ia menjawab, “Sukanya mah kalo lagi banyak penumpang, jadi uang yang dibawa pulang juga banyak. Kalau dukanya mah pas bapa lagi sakit tapi harus tetep narik, terus kalau lagi sepi ga ada yang naik bapa mah sok sedih.”

Di tengah globalisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat sekarang ini, masih saja ada orang seperti Dadan yang mengandalkan hidupnya dari alat transportasi tradisional seperti delman. Menjadi kusir memang bukanlah profesi yang istimewa dan menghasilkan uang banyak. Namun pekerjaan ini menjadi sangat istimewa karena ia bekerja keras hanya untuk menghidupi keluarganya agar tetap bertahan dalam menjalani kerasnya hidup.

Ia akan terus menjadi kusir kuda, hingga tubuh rentanya sudah tidak kuat lagi mengatur jalannya delman. Ketika keadaan yang memaksanya untuk bekerja keras menjadi kusir di usia yang sangat muda, maka keadaan jugalah yang akan membuatnya berhenti dari pekerjaan yang telah menghidupi keluarganya itu. (Shella Paramita Sulistiyoputri, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, FPIPS, UPI)