Menyaksikan dari Dekat Kearifan Lokal Kampung Dukuh

01
MESKIPUN
moderenisasi menjadi tumpuan hidup, ternyata masih ada kampung dengan rumah yang tak berdinding tembok, tidak beratap genteng dan tidak diterangi cahaya neon. Tidak ditemui suara ingar bingar televisi, nyaringya radio atau bahkan tak terlihat pernak pernik elektronik canggih lainya. Dalam kehidupan sosial, masih terpelihara beberapa pantangan yang tidak boleh dilakukan. Perempuan dan laki-laki harus menjaga hijab. Satu dengan yang lain tidak boleh saling berdekatan. Masyarakat tidak boleh selonjor kaki ke arah utara, tidak boleh berbicara ketika makan, tidak boleh menggunakan alat elektronik, dan tidak diperkenankan memakai pakaian dalam ketika berziarah.

Inilah Kampung Dukuh, sebuah kampung yang terdiri atas 42 susun rumah di Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut Selatan. Kawasan ini merupakan kampung adat yang kental akan nilai Islami. Kehidupan sehari-harinya penuh dengan kesederhanaan, baik itu dari segi rumah adat, pakaian, sampai bahasa dan perilakunya. Setiap warga senantiasa mematuhi pantangan yang sudah turun temurun disepakati.

Pantangan antara perempuan dan laki-laki yang bukan mahromnya harus menjaga hijab. Karena menurut pandangan mereka hal itu didasarkan pada ajaran agama Islam yang mereka anut sendiri. Kemudian Pantangan selonjor kaki ke arah utara, hal tersebut dilakukan karena di arah selatan Kampung Dukuh terdapat makam karomah. Makam tersebut merupakan makam Syekh Abdul Jalil, juru kunci yang juga pendiri Kampung Dukuh. Menghormati leluhurnya, maka pantangan tersebut mereka laksanakan dengan khusuk. Warga Kampung juga rutin berziarah ke makam karomah setiap hari Sabtu. Ziarah dipimpin juru kunci (kuncen).02

Saat ziarah pun ada beberapa larangan yang harus dijalani, seperti larangan perempuan yang sedang datang bulan berziarah, tidak boleh memakai perhiasan, bahkan tidak diperkenankan memakai pakaian dalam sebagai simbol bentuk kesederhanaan. Begitupun dalam melaksanakan peribadatan, warga memiliki keunikan tersendiri. Tatkala tiba waktu salat, maka tak akan terdengar suara adzan yang memakai pengeras suara. Yang terdengar hanya tabuhan bedug besar sebagai tanda panggilan kepada seluruh warga kampung.

Cara tradisional lewat pukulan bedug ini dibagi menjadi beberapa kode. Pukulan pertama bedug ditabuh satu kali menandakan seluruh warga siap-siap datang ke masjid. Pukulan kedua, bedug ditabuh dua kali menandakan jamaah yang telah berda di masjid untuk melakukan salat sunah. Pukulan ketiga, bedug ditabuh tiga kali menandakan siap untuk salat berjamaah. Layaknya rumah warga, bangunan masjid pun dibuat dari bambu dan atap ijuk, atau alang-alang. Bedanya, ukuran masjid lebih besar daripada rumah warga.

Adapun yang lebih besar dari masjid yaitu Bale Adat. Di sanalah kediaman kuncen Kampung Dukuh. Bale Adat biasanya digunakan sebagai tempat mengaji bagi anak-anak pada siang hari setelah salat dzuhur. Kesantunan, keramahtamahan, dan perilaku sederhana dari warga Kampung Dukuh sebenarnya mencerminkan kearifan budaya Sunda yang ramah kepada sesama. Warga Kampung Dukuh berupaya menyelaraskan kehidupan sosial dan budayanya dengan perilaku menghormati alam. Dua hal itu adalah hal yang harus ditiru oleh masyarakat perkotaan.03

Kampung Dukuh merupakan desa dengan suasana alami dan tradisional yang dilandasi budaya religius yang kuat. Masyarakat Kampung Dukuh mempunyai pandangan hidup yang berdasarkan pada sufisme pada mazhab Imam Syafii. Landasan budaya tersebut berpengaruh pada bentukan fisik desa tersebut serta adat istiadat masyarakat. Masyarakat Kampung Dukuh sangat menjunjung keharmonisan dan keselarasan hidup bermasyarakat.

Paham ini berpengaruh pada bentukan bangunan di Kampung Dukuh yang tidak menggunakan dinding dari tembok dan atap dan genteng serta jendela kaca. Hal ini menjadi salah satu aturan yang dilatarbelakangi alasan bahwa hal yang berbau kemewahan akan mengakibatkan suasana hidup bermasyarakat menjadi tidak harmonis. Di kampung ini tidak diperkenankan adanya listrik dan barang-barang elektronik lainnya yang dipercaya selain tidak mendatangkan manfaat juga mendatangkan kemudaratan yang tinggi pula.

Alat makan yang dianjurkan terbuat dari pepohonan seperti bangunan, misalnya bambu batok kelapa dan kayu lainnya. Material tersebut dipercaya lebih memberikan manfaat ekonomis dan kesehatan karena bahan tersebut tidak mudah hancur atau pecah dan dapat menyerap kotoran. Pola budaya juga berpengaruh pada aspek nonfisik seperti ritual budaya, di antaranya Ngahaturan Tuang.

Kegiatan yang dilakukan masyarakat Kampung Dukuh atau pengunjung yang berasal dari luar apabila mereka memiliki keinginan tertentu seperti kelancaran usaha, perkawinan, jodoh, dengan cara memberikan garam, telur ayam, kelapa, kambing atau barang/makhluk lainnya sesuai kemampuan Nyanggakeun. Nyangggakeun merupakan suatu kegiatan penyerahan sebagian hasii pertanian kepada kuncen untuk diberkahi. Masyarakat tidak diperbolehkan memakan hasil panen sebelum melakukan nyanggakeun.04

Keunikan yang tersimpan dalam kearifan lokal itu kini sangat jarang ditemui. Karena terjadi beberapa perubahan sosial di mana orang tidak lagi peduli terhadap kearifan lokal di sekitarnya. Bagi sebagian orang hal itu di anggap tidak lagi modern. Namun dengan kondisi yang semakin berubah, Kampung Dukuh tetap menjaga kearifan lokal dan mereka menerima setiap orang yang ingin melakukan ziarah ke Kampung Dukuh secara terbuka.

Mereka memahami, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki berbagai macam kearifan lokal. Namun semakin berkembangnya informasi dan teknologi serta perubahan zaman, kearifan lokal tersebut lambat laun mulai banyak dilupakan, bahkan ada yang sama sekali tidak diketahui. Kearifan lokal merupakan aset negara yang berharga. Kita patut melestarikannya dan menjaganya agar kearifan lokal tersebut dapat terjaga dengan baik tanpa ada ancaman dan pengaruh buruk dari luar.

Pada saat ini pun banyak masyarakat di daerah yang memiliki kearifan lokal tersebut bahkan belum mengetahui kearifan lokalnya sendiri. Peran pemerintah dan masyarakat lokal sangat minim dalam menindaklanjuti masalah ini. Mereka belum sadar diri akan pentingnya memelihara serta  melestarikan  kearifan lokal itu. Inilah yang menjadi penyebab mengapaa kearifan lokal di Indonesia banyak diambil negara lain karena kita sendiri tidak berkeinginan melestarikannya.

Upaya pengenalan kearifan lokal harus dilakukan saat ini demi menjaga kelestarian kearifan lokal daerah-daerah di Indonesia dan sudah selayaknya pemerintah serta masyarakat di daerah tersebut turut andil dalam upaya pengenalan dan pelestarian kearifan lokalnya karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kearifan lokal yang beragam dan patut untuk diperkenalkan baik kepada masyarakat lokal maupun mancanegara.

Perkembangan masyarakat memengaruhi perubahan perilaku kelompok masyarakat tersebut dalam memandang kearifan lokal suatu kebudayaan, sehingg tercipta masyarakat yang individualis, tidak lagi memperhatikan keadaan sekitanya dan lebih mementingkan kepentingannya. Inilah yang menjadi kendala dalam upaya pengenalan budaya ke masyarakat luar karena sudah tidak ada rasa ingin mengetahui akan kebudayaan bagaimana budaya itu dapat dilestarikan dan diperkenalkan kepada massyarakat luar. Ini di dasari karena ada perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Perubahan sosial terjadi karena di dukung oleh beberapa faktor di antaranya globalisasi yang sangat berpengaruh terhadap perubahan social pemerakarn budaya. (Mega Hergiawati Rizki, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, FPIPS UPI)