Jihad Besar adalah Menaklukan Diri Sendiri

Bandung, UPI

Ditengah semangat kecintaan diri kepada Nabi Saw dan menyadari sedikit sekali ilmu yang diberikan Allah, rasanya sangat sulit untuk menerima beberapa hadis dinilai lemah (dhoif), tanpa ditelaah dulu asalnya dan maknanya.

“Kalangan ulama menilai, meskipun dipandang lemah atau tidak jelas sanadnya, hadits ini sesungguhnya dapat dipandang shahih ditilik dari segi maknanya (shahih fi al-ma`na) dan ada  asalnya. Ada beberapa hadis lain yang yang mendukung itu,”demikian diungkapkan Dr. Mad Ali, M.A., dalam Kajian Islam di Gd. University Center Lt. 1, Rabu, (7/6/2017).

Kebanyakan yang memberikan alasan  bahwa hadis ini lemah bahkan dikatakan mungkar, karena terdorong untuk berpihak membela kepada orang yang berjihad berperang mati-matiaan ternyata disebutkan hanya jihad yang kecil saja.  Dan dikuatirkan dengan makna perang menghadapi orang kafir itu sebagai jihad yang kecil menjadikan umat Islam patah semangatnya sehingga tidak mau berperang lebih memilih diam mengurusi nafsu dirinya.

Karena itu harus diluruskan bahwa berperang itu bukanlah jihad kecil. Beberapa riwayat kemudian dipakai sebagai dasar seperti berjihad itu lebih baik daripada beribadah beberapa puluh tahun dan ancaman bagi yang hanya diam saja tidak ikut berperang.

“Semua itu harus diingat bahwa semuanya kembali kepada keridhoan Allah, Allahlah yang menetapkan penilaian,  sekali-kali diri tidak dapat atau mampu menilai seseorang yang mengorbankan nyawanya dalam perang apakah mati sia-sia atau tergolong mati shahid, karena banyak kemungkinanya niat selain Allah  dapat muncul pada diri seseorang itu ikut berperang,” kata Dr. Mad Ali.

“Lagipula perang saat ini sangatlah beda pada masa Nabi Muhammad saw, saat ini perang sangat kompleks kadang tidak selalu berhadapan, harus dilakukan oleh ahlinya terkait teknologi perang yang semakin canggih sehingga menjadi tidak jelas siapa melawan siapa?, skenario atau konspirasi siapa?, membawa kepentingan yang mana?, banyak sekali kepentingan bahkan dengan dalih agama. Fakta lagi yang tidak berperang atau tidak pernah sekalipun maju justru paling lantang suaranya merasa diri paling hebat dengan melakukan provokasi dan ikut mengobarkan perang,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama Dr. Mad Ali mengungkapkan “itu bukan besar kecil yang dipermasalahkan namun ikhlas atau tidak dari jihad yang dilakukan itulah yang dilihat Allah. Bagi Allah namanya jihad baik besar dan kecil tetap digolongkan jihad dan ganjarannya adalah mati syahid bagi yang melakukannya. Perbuatan yang termasuk jihad juga luas diantaranya mencari nafkah keluarga, menuntut ilmu dan merawat orang tua juga termasuk itu,”

Pengakuan Nabi Muhammad  Saw dan sahabat beliau terkait sulitnya memerangi hawa nafsu adalah dari orang yang mengerti dan mengalami sendiri berbagai perang nyata sehingga mendapatkan perbandingan bagaimana antara perang yang nyata itu dengan perang didalam diri itu. Berbeda halnya pengakuan itu disampaikan oleh seseorang yang sama sekali tidak pernah mengalami peperangan nyata, tentu akan lain penerimaan orang.

Dr. Mad Ali juga mengatakan “Nabi Muhammad saw pernah mengalami betapa sulitnya mengendalikan dirinya saat peristiwa di Thaif kala beliau dicemooh, dicaci dan dilempari sehingga menyebabkan nabi saw terluka, ternyata tidak serta merta Nabi Muhammad saw bergerak untuk membalasnya, malahan berdoa dan memohon pada Tuhan agar dirinya selalu dipimpinNya tidak dipimpin oleh dirinya. Dari peristiwa itu diisyaratkan kesabaran Nabi Muhammad saw bahwa luka yang terjadi pada tubuhnya itu janganlah akhirnya merembet menjadi luka di hatinya.”

Perang diri lebih rumit terkait susahnya seseorang melihat gerak atau gejolak yang ditimbulkan akal dan hawa nafsunya. Bila tidak teliti akan sulit membedakan, kelihatannya itu pandangan akal ternyata itu pandangan nafsu terkait keahlian pihak luar dalam hal ini iblis setan dan jin mengajak dan membujuk nafsu yang ada didalam diri setiap manusia.

Bujukan dan godaan musuh diri berlangsung setiap saat dengan tujuan utama memalingkan manusia dari mengingat Allah. Begitu juga dengan mengurangi keyakinan terhadapNya  dengan memberikan rasa kuatir dan was was serta ragu-ragu terhadap apapun yang dijalani manusia. Karena itu peperangan dalam diri sifatnya sangat halus dan sukar dideteksi karena menyangkut gerakan dan gejolak dalam diri.

Begitulah ilustrasi betapa sulitnya berperang melawan musuh diri yaitu hawa nafsu dibanding berperang dengan musuh yang nyata. Dalam pengenalan diri seperti diuraikan diatas, akal seseorang harus mendominasi dalam setiap perbuatannya termasuk dalam kondisi berperang sehingga tidak dipimpin oleh hawa nafsunya. Ada kisah yang menjelaskan kemampuan Ali yang luar biasa dalam mengendalikan diri.

Berperang melawan hawa nafsu sesungguhnya jauh lebih sulit dibandingkan dengan berperang melawan musuh-musuh yang nyata secara fisik. Itulah sebabnya, Rasulullah SAW mengatakan bahwa perang di medan pertempuran adalah jihad kecil, sementara perang melawan hawa nafsu adalah jihad besar. (Ija)