Menyiapkan Pernikahan dengan Sekolah Pra Nikah

1Menikah itu ibarat pakaian, yaitu suami istri saling menetupi aurat.

Menikah itu ibarat bercocok tanam, yaitu suami istri melakukan hal secara bersama-sama bahu- membahu.

Bandung, UPI

Banyak pasangan muda saat ini menikah tetapi tidak dilandasi dengan ilmu dan landasan agama yang kuat, sehingga menimbulkan pertengkaran atau ketidakcocokan yang mengakibatkan perceraian. Sehingga Yayasan Percikan Iman Bandung membuka kelas Sekolah Pra Nikah dengan pemateri pasangan suami-istri Ustad Aam Amirudin dan Hj. Sasa Esa. Sekolah ini memiliki tujuan membagi ilmu bagi anak muda yang hendak melangsungkan pernikahan agar memahami arti penikahan.

“Sekolah Pra Nikah sudah masuk tahun ke-7 dengan antusiasme peserta yang selalu tinggi di setiap tahunnya. Dengan membayar biaya Rp 290.000 peserta sudah mendapatkan fasilitas modul, dan sertifikat,” kata Ustad Aam Amirudin, di Bandung, Sabtu (13/12/2014).

Menurut Ustad Aam, yang membuat seorang anak bahagia adalah pilihan dia, bukan pilihan orang tua, karena orang tua hanya memfasilitasi. Walaupun anak sudah dikenalkan dengan banyak calon, tetap keputusan ada di tangan sang anak.

“Jangan khawatir jika kita sudah memilih pasangan tetapi tidak direstui orang tua, yang harus kita lakukan adalah mengomunikasikannya dengan orang tua secara benar. Hingga orang tua pun dapat mengerti, asalkan calon kita masih dalam syarat Islam,” ujar Ustad Aam.

Fenomena saat ini adalah muda-mudi yang berpacaran dan terkadang berlebihan. Seharusnya yang benar menurut Islam adalah melakukan khitbah (melamar), melakukan ta’aruf dan kemudian menikah. Ta’aruf adalah mengenal lebih jauh calon pasangannya. Jadi ketika sudah ada proses lamaran, boleh calon laki-laki main ke rumah wanita, atau makan bersama, bahkan jalan-jalan asalkan tidak hanyaberdua, ada pihak kedua atau ketiga karena tujuanya adalah mengenal calon pasangan dan calon keluarganya kelak.

Seorang perempuan yang sudah dilamar hukumnya haram menerima lamaran kedua dari orang lain. Tapi jika wanita merasa keberatan setelah dilamar, dia boleh mengajukan kepada orang tua bahwa dirinya tidak mau ada pernikahan dengan lelaki tersebut, asalkan dengan alasan yang jelas.

“Hal yang harus kita ingat pula adalah, jangan terlalu mencintai sesuatu secara berlebihan. Karena hidup itu seperti yang kita jalani, bukan yang kita inginkan. Misalkan kita sakit hati oleh pasangan kita dahulu, ya sudah jalani saja ambil hikmahnya bahwa jangan terlalu mencintai secara berlebihan,” ujar Ustad Aam.

Misalkan lagi, seseorang ingin menjadi direktur perusahaan tetapi kegiatan sehari-hari biasa saja, tidak ada prospek ke depan. Menjadi direktur hanya ingin saja. “Ya sudah, itu akan sulit karena yang kita jalani tidak sesuai dengan yang kita inginkan. Maka jika kita merasa selalu mendapat musibah, kita harus ber-husnuzon kepada Allah SWT. Kita harus berprasangka baik, karena yang kita inginkan belum tentu baik bagi kita. Tetapi apa yang kita jalani dengan selalu ber-husnuzon insa Allah itu baik untuk kita.”

Mengapa menikah itu penting? Ustad Aam menjelaskan, “Kan biayanya mahal, kan ribet, itulah yang selalu diucapkan anak zaman sekarang. Menikah penting, karena menikah itu merupakan ibadah terlama. Menikah itu sekolah terlama dan yang memisahkan hanyalah kematian.

Coba bayangkan, rata-rata wanita hidup dengan orang tua sampai umur 20 tahun, lalu menikah.Dan sisa umurnya dia habiskan dengan pasangannya.”

Menikah, kata Ustad Aam selanjutnya, adalah setengah umur manusia yang digunakan untuk beribadah kepada Allah. Maka pasangan sangat penting mengerti ilmu pernikahan dan landasan agama yang kuat, karena menikah adalah untuk ibadah. Jika tujuan menikah bukan ibadah, maka berpeluang hancur pernikahan tersebut.

“Menikah juga merupakan sekolah terlama, dalam arti sekolah itu adalah memahami pasangan yang berbeda karakter, menerima sebesar apa pun kekurangan pasangan, sabar dan tawakal dalam mendidik anak, husnuzon jika diberi musibah, dan selalu menjaga rumah tangga agar tetap sakinah, mawadah, warohmah,” kata Ustad Aam.

Maka intinya, sebelum menikah pasangan harus mengetahuii lmunya dan berani berkomitmen dengan pasangan, kata Ustad Aam. “Calon pasangan harus memiliki visi misi dalam pernikahan dan menikah harus berlandaskan agama jangan hanya fisik semata. Karena fisik itu tidak abadi, semua orang akan mengalami kemunduran fisik dan menua. Jadi jika pasangan anda tidak memiliki komitmen untuk melamar apakah anda masih mau melanjutkannya? (Sani Rusyda Rahmani, Mahasiswa Ilmu Komunikasi FPIPS UPI)