Damri, Gurita Transportasi Primadona Pribumi

Bandung, UPI1

Seketika gelap dan sesak ketika kendaraan ini lewat dan menyalip pengendara motor yang ada di sekitarnya. Ya, ia adalah Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia yang sering kita sebut DAMRI. Angkutan umum yang mulai beroperasi sejak tanggal 25 November 1946 ini tetap menjadi primadona masyarakat Bandung yang hendak bepergian. Alasan yang paling umum adalah harga yang sangat murah, yakni jauh dekat antara Rp 3.000–Rp 5.000.

Selain itu, DAMRI dapat membuat perjalanan lebih simple, karena jika dibandingkan dengan angkutan kota yang ada di seluruh pelosok Bandung dengan segala trayek yang berbeda-beda membuat penumpang harus berkali-kali turun naik kendaraan dalam satu kali perjalanan.

Misalnya pada trayek DAMRI Ledeng–Leuwi Panjang, dengan harga Rp 3000 dan tanpa harus turun naik selama perjalanan, penumpang dapat lebih mudah dan simple mencapai tujuan, walau terkadang kondisi yang berdesak–desakan, bahkan tak jarang penumpang mesti berebut kursi bahkan berdiri hingga terminal Leuwi Panjang.

Namun ini akan lebih baik, jika dibanding menggunakan angkutan kota dari Terminal Ledeng–Terminal Leuwi Panjang dengan menggunakan angkot. Penumpang mesti dua kali naik angkot, yakni angkot Kalapa (Abdul Muis)–Ledeng, lalu dilanjutkan dengan naik angkot Kalapa (Abdul Muis)–Leuwi Panjang, yang harganya cenderung lebih mahal jika dibanding harga Damri.

“Saya sampai sekarang masih memilih DAMRI jika mau bepergian ke mana–mana, terutama kalau mau keluar kota. Saya biasa menunggu DAMRI di Terminal Ledeng, walau relatif lebih lama dibanding menunggu angkot, karena jumlah mobil DAMRI jauh lebih sedikit jika dibanding dengan jumlah angkot yang ada di Bandung. Kemudahan tanpa harus turun naik angkot memang menjadi alasan utama, selain itu harga pun menjadi hal yang saya pertimbangkan, apalagi jika pergi dengan keluarga,” ujar Yanti, salah satu penumpang DAMRI.

Namun di balik segala kelebihan DAMRI, ada hal yang paling penting, yakni kondisi mobil DAMRI yang semakin hari semakin menghawatirkan. Selain bentuk dan konsisi mobil yang sudah tua, terkadang keadaan atap mobil yang bocor kursi yang patah dan rusak hingga knalpot yang mengeluarkan asap tebal yang sangat mengganggu pengendara lainnya.

“Saya sayangkan, dengan kendaraan transportasi DAMRI yang selalu mengeluarkan asap tebal yang sangat mengganggu, baik mengganggu penglihataan maupun mengganggu pernapasan. Selain itu polusi udara untuk lingkungan yang dilalui oleh DAMRI, harapan saya sih semoga Pemerintah Kota Bandung dapat mempertimbangkan agar diadakan pembaharuan pada Bus DAMRI, agar kenyamanan terjaga, baik untuk penumpang, maupun untuk orang orang yang ada di luar DAMRI,” komentar Hikmat, pengendara motor di Jalan Dr. Setiabudhi Bandung. (Muhammad Ali Assajjad Filail, Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPI)