Tangani Anak Autis dengan Applied Behaviour Analysis

Purwakarta, UPI1

Semua guru dan orang tua selalu memimpikan memiliki anak yang normal, cerdas, dan dapat menjadi tulang punggung yang senantiasa memberikan kebahagiaan lahir batin. Kesuksesan anak merupakan gambaran kepiawaian dan doa orang tua yang sangat universal dalam melakukan tugas kebajikannya. Semua anak yang terlahir dalam keadaan yang tidak cacat permanen, sesungguhnya memiliki potensi kecerdasan yang genius. Keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat merupakan trisula strategis untuk memaksimalkan seluruh potensi yang dimiliki anak.

Namun dalam kenyataannya, ada kelompok anak yang unik dan spesial. Keunikan dan kekhususan yang dimaksudkan di atas mengemuka dalam bentuk perilaku yang tidak memiliki rasa empati, sering marah yang tidak terkendali, kurang mampu melakukan hubungan sosial dua arah, kadang tertawa bahkan menangis tanpa alasan yang jelas. Bila melihat ada tanda pada anak seperti itu, kemungkinan ia termasuk kelompok autis.

Bagaimanakah menghadapi anak yang terindikasi autis? Pertanyaan tersebut dicoba dijawab melalui seminar dan simulasi menangani anak autis oleh UPI Kampus Purwakarta 12 Januari 2015 di Aula Yudistira Komplek Pemda Kabupaten Purwakarta. Kegiatan tersebut dihadirinara sumber Firsty Wildaniah, M,Pd. Dalam paparannya, nara sumber mengemukakan bahwa anak autis itu merupakan emas putih yang memerlukan polesan serius untuk dapat bersinar. Lebih lanjut, nara sumber menambahkan bahwa anak autis tidak dapat ditangani sendiri, diperlukan diet makanan yang ketat, dan diperlukan terapi perilaku. Salah satu terapi perilaku yang ditawarkan adalah melalui Applied Behaviour Analysis (ABA).

Kegiatan ini dihadiri oleh para mahasiswa, beberapa dosen, dan guru SLB di wilayah Kabupaten Purwakarta. Tegar Ananda, selaku Ketua Panitya melaporkan bahwa kegiatan ini dimaksudkan untuk melengkapi materi perkuliahan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus yang diampu Dr. Agus Muharam dan Idat Moqodas, M,Pd.

Sementara itu, Direktur UPI Kampus Purwakarta, menyambut baik kegiatan ini, dan menyatakan bahwa seiring diberlakukannya Pendidikan Inklusi, tidak tertutup kemungkinan bahwa lulusan PGSD ketika kelak menjadi guru harus menghadapi siswa yang terindikasi autis, tidak ada alasan untuk mengelak, bahkan menolaknya. Selain seminar dan simulasi, juga ditampilkan kreasi Seni Angklung persembahan SLBN Kapten Halim Purwakarta. (M. Ruhimat)