75 Tahun, “Sang Pejuang” Tetap Tarik Becak Tentaranya

Bandung, UPIphoto 1

Senja memancarkan asa. Pria yang sudah berumur itu berjalan tergopoh-gopoh sambil membawa becaknya yang kental dengan corak tentara.  Dengan seragam lengkap TNI-AD, ia terlihat lelah. Kurang lebih berumur 75 tahun, sebut saja ‘Sang Pejuang’.

‘Becak Tentara’ dibawa oleh ‘Sang Pejuang’ setiap harinya. Becak yang melewati jalan Abdurrahman Saleh hampir setiap hari itu menarik perhatian para pengguna jalan.  Persepsi tentang ‘Sang Pejuang’ pun bermunculan. Hingga akhirnya orang dapat memakluminya.

‘Sang Pejuang’ tinggal di Jatayu, rumah RW setempat. Banyak persepsi masyarakat tentang latar belakang ia menjalani kesehariannya dengan membawa ‘Becak Tentara’. Kekecewaan yang berujung penyakit jiwa dideritanya. Dulu, ia adalah orang yang sangat berambisi ingin masuk ke TNI-AD, namun harapan yang ia inginkan itu tidak tercapai. Lalu, kekecewaan itu menumpuk hingga berujung stres. Ia sekarang memilih untuk menarik becak yang isinya lengkap dengan peralatan tentaranya.

Ia keluar dari jam 8-9 pagi sampai jam 6 sore. ‘Becak Tentara’ sering berkeliling Kota Bandung, terutama Dago, Kantor Persib, Pasteur, Kodim, Citanduy, Cililin, Gasibu dan darah Bandung lainnya. Cililin adalah tempat di mana istrinya berada, kini ia sudah tidak tinggal bersama istrinya. Tak pernah sekalipun ia mengendarai mobil jika pergi ke Cililin. Meski panas menyengat atau hujan sekalipun, ia tetap pergi dengan membawa ‘Becak Tentara’nya.

“Kejiwaannya terganggu akibat ambisi kemiliteran yang ia miliki,“ ujar Pak Suheri dari Ormas IBAS (Inisiatif Barisan Anak Siliwangi) Jatayu. Ia sehari-hari bekerja sebagai tukang parkir daerah sana.

Nasionalisme, menurut Luthfi Muhammad (Tukang Bandros Tridaya Pajajaran), begitulah kata yang ia lontarkan jika ada orang yang bertanya latar belakang ia memilih untuk membawa becak tentara kemanapun ia pergi. Meski mengalami penyakit kejiwaan, ia masih bisa diajak bicara oleh orang-orang sekitar.

“Saya pernah ngasih makanan dan dia mau, tapi ada juga yang memberi makanan dianya nggak mau. Rasa kasihan sih ada, tapi mau gimana lagi. Karena ada rasa kebanggan yang belum tercapai dan rasa frustasi yang sudah menjadi kebiasaaan dia menjadi seperti itu. Dari segi usia saya men-support, sudah tua begitu, dia masih kuat, tapi salah caranya. Ia bukan menarik barang atau orang, tapi tidak jelas apa isinya,” Luthfi menambahkan. Kini ‘sang Pejuang dengan ‘Becak Tentara’nya masih tegap untuk hinggap di setiap penjuru Bandung. (Laras Annisa Wahyuningtyas, Mahasiswa Ilmu Komunikasi FPIPS UPI)