Kontroversial, Mencegah HIV/AIDS dengan Kondom Gratis

Bandung, UPI

NET
NET

Mendengar kata HIV/AIDS, yang tergambar dalam benak banyak orang adalah sebuah penyakit yang mematikan karena tidak ada obat yang mampu menyembuhkannya. Saat ini, HIV/AIDS tidak sekadar isu penyakit mematikan yang masih menjadi momok menakutkan belaka. Ada cerita di balik penyakit yang disebabkan penyebaran virus tersebut. Salah satunya pada saat peringatan hari AIDS Sedunia yang jatuh setiap 1 Desember.

Banyak kegiatan yang dilakukan saat peringatan tersebut oleh pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan mahasiswa. Salah satu kegiatan yang menyedot perhatian masyarakat adalah pembagian kondom secara gratis. Kita tentu masih ingat bagaimana ramainya pemberitaan tahun sebelumnya terkait pembagian kondom secara gratis yang hingga kini masih menuai pro dan kontra.

Peristiwa ini menimbulkan polemik dan memunculkan persepsi yang beragam. Pada satu sisi, kondom berfungsi sebagai alat pencegah penularan HIV/AIDS, namun di sisi lain dengan dibagikannya kondom secara gratis, perilaku seks bebas seolah-olah secara resmi  dilegalkan. Hal itulah yang menimbulkan perdebatan panjang di kalangan aktivis, dokter, ibu-ibu, hingga mahasiswa.

Nafsiah Mboi, Menteri Kesehatan yang menjabat saat itu, menegaskan bahwa pembagian kondom hanya dilakukan di lingkungan lokalisasi atau tempat berisiko lain untuk mencegah penularan HIV/AIDS atau kehamilan di usia muda.

NET
NET

“Tidak ada pembagian kondom di kalangan remaja. Kondom hanya dibagikan di tempat tertentu, yaitu di pelacuran, tempat pariwisata, panti pijat,” ungkap Menteri Kesehatan.

Terkait pemberitaan mengenai kondom gratis, penulis berkesempatan mengunjungi Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) untuk mengetahui lebih lanjut perihal isu tersebut. Saat ditemui (27/10/2014), Admin KPA Kota Bandung, Indra, menyatakan tidak ada agenda pembagian kondom gratis, termasuk tahun lalu. Indra menegaskan bahwa pihaknya tidak membagikan kondom secara bebas,baik saat peringatan tahun lalu maupun yang tahun ini. Ia mengaku pembagian kondom hanya dilakukan di tempat tertentu.

“Kita mendistribusikan kondom pun tidak ke populasi umum, kita lebih ke orang yang memilki faktor risiko saja. Jadi kita hotspotnya di tempat lokalisasi.” tambahnya. Isu kondom saat peringatan Hari AIDS Sedunia memang menuai kontroversi di masyarakat. Muncul banyak pertanyaan terkait mengapa pencegahan penularan harus dilakukan dengan cara membagikan kondom.

Menurut Indra, tugas dari KPA hanya melakukan penanggulangan atau pencegahan penularan yang lebih besar. Jika ada yang mempermasalahkan legalitas kegiatan prostitusi, itu diserahkan kepada polisi atau lembaga hukum yang terkait.

“Setiap lembaga memiliki cara masing-masing, undang-undang prostitusi sendiri sudah ada, jadi jelas seseorang yang melakukan prostitusi itu ada hukumannya,” ungkap Indra.

KPA sendiri memiliki tanggung jawab yang besar terhadap penanggulangan HIV/AIDS sehingga mereka melakukan berbagai upaya untuk memutuskan rantai penularan virus HIV. “Jadi kita gak peduli dia mau hubungan seks atau tidak, yang penting dia harus aman dan tidak menularkan ke orang lain. KPA Kota Bandung itu tidak pernah membagikan kondom ke tempat umum, tapi hanya di tempat lokalisasi. Jika ada seseorang yang datang ke lokalisasi terus ‘jajan’ gak pakai kondom, dia pasti bawa penyakit ke rumahnya. Nah tugasnya KPA ya di situ,” jelasnya lagi.

Berbagai upaya telah dilakukan KPA untuk meminimalkan pencegahan yang lebih luas, salah satunya dengan menyediakan sejumlah outlet kondom di titik-titik lokalisasi. Pembagian kondom memang dilakukan oleh KPA, tapi lembaga tersebut hanya membagikan di tempat prostitusi, bukan di tempat umum. Indra menyebutkan bahwa pihaknya memiliki 56 outlet kondom yang aktif beroperasi di tempat-tempat lokalisasi seperti ex-Saritem dan Dewi Sartika. Jumlah tersebut hanya dihitung di wilayah Kota Bandung. Angka ini menunjukkan fakta bahwa bisnis prostitusi masih menggeliat hingga saat ini.

KPA mau tidak mau menghadapi kenyataan bahwa tempat-tempat lokalisasi masih menjadi “surga” bagi orang yang ingin ‘bermain’. Terkait berbagai pihak yang kontra terhadap kebijakan ini, Indra menyebutkan fakta di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan di lokalisasi dan bisnis prostitusi masih tinggi, sehingga satu-satunya cara yang efektif adalah dengan membagikan kondom di tempat lokalisasi.

“Misalkan ketika ada mahasiswa atau orang yang tidak setuju dengan pendistribusian kondom, bisa gak dia mencegah orang-orang jangan sampai datang ke tempat lokalisasi. Kalau bisa, ya tugas kita berkurang,” jawabnya.

KPA sendiri selalu melakukan sosialisasi mengenai HIV/AIDS dan berkoordinasi dengan Kementrian Agama, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, termasuk juga dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Pembagian kondom bukan hanya satu-satunya program HIV/AIDS yang dimiliki KPA. Program tersebut hanyalah salah satu dari sekian banyak program KPA, namun tidak bisa dipungkiri pembagian kondom memang menjadi program yang paling disorot oleh masyarakat.

Di samping munculnya banyak opini negatif dan tantangan dari masyarakat, kontroversi terkait maraknya pemberitaan pembagian kondom gratis juga memberikan efek positif. Dengan kontroversi tersebut, peringatan Hari AIDS dirasa lebih berhasil dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Orang awam yang awalnya acuh terhadap kasus HIV/AIDS akhirnya mencari tahu tentang HIV/AIDS; mulai dari penyebab, penularannya, dan informasi lain yang akhirnya berimbas positif terhadap pengetahuan mereka mengenai penyakit tersebut.

Pengetahuan masyarakat mengenai HIV/AIDS yang semakin meluas juga mulai merambah kepengetahuan mengenai aspek penting dari HIV/AIDS itu sendiri, yaitu penderitanya atau biasa disebut ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).

Sebelumnya, masyarakat memandang buruk ODHA dan mengkaitkannya dengan orang yang sering melakukan seks bebas dan memakai narkoba. Tapi kenyataanya, ODHA tidak hanya sebatas orang yang terjangkit virus HIV akibat kenakalannya. Banyak juga ODHA yang berasal dari kalangan ibu rumah tangga. ODHA dari kalangan ibu-ibu ini merupakan bagian dari masyarakat yang masih sulit untuk dideteksi keberadaanya, karena merasa bahwa dirinya tidak mungkin terkena HIV/AIDS.

Menurut salah satu dokter Klinik Teratai Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Mery, pembagian kondom gratis merupakan salah satu upaya tepat untuk mencegah penyebaran virus HIV/AIDS di lingkungan masyarakat. Namun pembagian kondom tersebut harus tepat sasaran yakni dibagian di tempat prostitusi dan klinik HIV/AIDS.

“Kita tidak bisa menjamin seseorang tidak akanjajan’ ke tempat prostitusi, itu kembali kepada diri mereka masing-masing, maka pembagian kondom di daerah prostitusi bisa menjadi bentuk solusi yang tepat untuk mencegah penyebaran HIV” ujar Mery.

Selain itu Mery menambahkan kita tidak boleh menstigma segala bentuk alat pencegahan seperti kondom adalah hal yang salah, karena kita belum mengetahui ilmunya. Kalau kita sudah mengetahui ilmunya, maka kita akan paham tujuan dari pembagian kondom itu sendiri.

Mery mencontohkan seperti negara Thailand orang pengedap HIV dan orang normal dapat hidup perdampingan, pengenalan alat kontrasepsi dari dini dan dibuatnya atm kondom dimana–mana malah membuat seseorang berpikir sangat panjang untuk melakukan seseuatu. Sehingga di Thailand masyarakat dapat paham HIV itu sendri dan mampu menjaga dirinya untuk tidak terkena virus HIV.

Memperingati Hari HIV/AIDS Sedunia sebagai ajang bagi kita semua mengtahui penyakit HIV itu sebenarnya. Pemahaman yang baik akan mengeluarkan stigma yang baik. Agar kita tidak cepat menyimpulkan hal yang terjadi.  Sekarang kita menolak kondom, suatu saat bisa menjadi hal yang kita butuhkan. Hal ini terjadi karena kita kurang pengetahuan terhadap HIV itu sendiri. (Haidar Abdurrohman, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, FPIPS, UPI)