Khaeriah: UPI, Kampus yang Wooow… Banget!

SAYA merasa bukan apa-apa. Belum menjadi apa-apa untuk dibilang sukses.Ada target saya ketika kuliah yang belum terlaksana juga, yaitu bisa menjadi juara di Pimnas. Tapi, ya semoga suatu hari nanti akan ada jalan yang membuat saya bisa terus memacu motivasi berprestasi diri, di manapun diri saya, dan menjadi apa pun diri saya.”

Demikian diungkapkan Khaeriah, lulusan terbaik dari Jurusan Prodi Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Pendidikan Indonesia, sesaat mendapatkan informasi bahwa dirinya menjadi lulusan terbaik. Lulusan dengan IPK 3,97 ini menjadi wisudan dengan IPK tertinggi pada Wisuda Gelombang I Tahun 2015 yang dilepas Rektor UPI Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, Rabu (15/5/2015), di Gedung Gymnasium Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung.

KhaeriahWanita kelahiran Rangkasbitung, Banten 11 April 1992 ini mengaku bahwa UPI telah memberikan banyak pengalaman. Menurunya, UPI merupakan kampus dengan nuansa yang sejuk, lingkungan yang memberikan energy positif, dan memengaruhi banyak mind set serta membentuk kepribadian lebih mantap. “Saya merasa bahagia hidup di lingkungan UPI yang memang sesuai dengan motonya, kampus ilmiah, edukatif dan religious,” katanya.

Dia masih ingat ketika awal masuk UPI, serasa masih menjadi gelas kosong. Awalnya orang tuanya tidak setuju dia kuliah di UPI, karena terlalu jauh. Orang tua mengizinkan dia kuliah hanya di sekitar Banten. Tapi Khaeriah berusaha meyakinkan orang tua. Pada waktu pendaftaran ulang PMDK, ayahnya akhirnya luluh juga dan bisa mengantarnya ke UPI.

“Padahal waktu itu saya sudah merencanakan untuk pergi sendiri dengan mencari tahu kakak kelas SMP dulu yang kuliah di UPI. Saya merasa lingkungan dan sistem di UPI memang sudah di-setting sedemikan rupa untuk menjadi kampus ilmiah, edukatif dan religius,” ujar Khaeriah.

Dia mengakui ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan misalnya informasi tentang berbagai lomba dan beasiswa, itu perlu disosialisasikan lebih lagi. Sebagai kampus edukatif, sudah tentu sistem pendidikan di UPI dikenal baik di kalangan masyarakat, karena gurunya ketika SMP dan SMK banyak yang bagus dan alumni dari IKIP Bandung (UPI sekarang). Kepribadian mereka sebagai pendidik profesional terpancar dari cara mereka mengajar.

Khaeriyah-2“Dalam hal religiusitas, sistem di UPI berusaha membuat kita terbentengi dengan pengetahuan agama yang baik, diawali dari kegiatan tutorial UKDM sejak semester 1 hingga menemui Seminar Agama Islam ketika semester 7. Pembelajaran juga didukung dengan pengaruh positif dari lingkungan Pesantren Daarut Tauhiid, benar-benar mendukung dan mempengaruhi diri kita, perkembangan kepribadian kita. Namun semua dengan catatan ketika mahasiswa sebagai individu bisa mengoptimalkan kondisi yang ada, menginternalisasi potensi lingkungan, dan potensi diri, dan harus positive thinking itu harus,” kata Khaeriah.

Para dosen, staf, mahasiswa angkatan 2010 maupun kakak dan adik tingkat, kata dia, banyak memberikan inspirasi, memberikan banyak pengalaman, dan membuat momen dia selama kuliah menjadi unforgettable moment, pokoknya mereka semua wow banget.

LEPPIM (Lembaga Penelitian Pengkajian Intelektual Mahasiswa) sebagai UKM yang dia pilih, kata lulusan SMKN 1 Rangkasbitung ini, benar-benar memberikan pengaruh positif baginya. Walaupun hanya aktif beberapa periode kepengurusan, tapi teman-temannya di LEPPIM ini membuatnya terpacu untuk bisa berprestasi, bisa menulis karya ilmiah.

Dalam kesempatan itu, Khaeriah memaparkan tentang kiatnya sukses. Pertama, kata dia, meluruskan dan menguatkan niat. Berdoa pada Allah SWT, karena hanya Allah SWT yang punya hak prerogatif dalam kehidupan manusia. Allah yang bisa melancarkan dalam merealisasikan niat.

“Saya yakin apa pun yang terjadi dalam hidup, itu adalah yang terbaik untuk episode kehidupan saya di dunia. Karena saya yakin, skenario Allah itu sangat indah, dan Allah Maha Tahu apa yang kita perlukan,” kata dia.

Kedua, minta restu orang tua. Walaupun tanpa diminta, orang tua selalu mendoakan anaknya. “Jujur saya selama kuliah saya tidak begitu banyak cerita (mengeluh) tentang kesulitan selama kulih, baik itu masalah tugas ataupun lain-lain. Saya tidak ingin membuat mereka khawatir. Saya hanya ingin membuat mereka bangga, membuat mereka bahagia, dan menyadari bahwa mereka telah menjadi orang tua yang hebat,” kata Khaeriah.

“Ketiga, tentukan target, bermimpilah. Tentu kita sudah sering mendengar dari training motivasi, bahwa semua orang pasti punya keinginan, cita-cita, target dan harapan, tapi hanya sedikit orang yang menuliskan target mereka,” kata dia.

Khaeriah mencoba mengaplikasikan apa yang didapat ketika mengikuti training motivasi, saya tulit target hidup dalam jangka pendek dan panjang. Walau kadang dia atau mungkin orang lain merasa hal ini aneh. Tapi dengan target hidup ini, memberikan drive yang kuat dalam dirinya ketika merasa berada dalam titik lemah.

“Biasanya saya menuliskan target hidup dalam komputer, dan saya lock dengan password. Walaupun sebagian orang lebih senang memajang target mereka di tembok kamar, tapi bagi saya, saya lebih senang menyimpannya di file pribadi, karena akan banyak catatan maupun target pribadi kita yang menurut kita itu adalah privacy kita,” ujar Khaeriah selanjutnya.

Kunci sukses keempat, kata Khaeriah selanjutnya, adalah giat dan tekun. Mahasiswa harus berusaha seoptimal mungkin dan berani keluar dari zona nyaman. Mahasiswa tidak boleh takut mencoba berbagai hal baru yang positif.

Kelima, mahasiswa harus mandiri dan menjadi diri sendiri. Sebab, katanya, terkadang seseorang tidak jadi ikut suatu kegiatan atau akan melakukan suatu karena teman. “Nah itu perlu dihindari, cobalah kembali pada pasal awal niat kita mau apa. Walau teman kita tidak jadi, lanjut saja terus karena tentu kita tidak boleh tergantung kepada orang lain,” ujar Khaeriah.

Khaeriyah-1

Dia mengaku ingin hidup berwarna dan bisa mewarnai hidup orang lain dengan indah. Tapi dia tidak ingin orang lain mewarnai hidupnya dengan warna yang tidak disukai atau justru menghancurkan gambarnya. “Bukan berarti kita menyalahkan orang lain ketika orang lain justru menghancurkan rencana atau target kita, tapi harus dievaluasi seberapa tekun dan sungguh-sungguh diri kita mencapai target itu,” kata Khaeriah.

Kiat keenam, Khaeriah menyarankan agar mahasiswa menentukan IPK yang dimaui. Sebagai mahasiswa, semua berharap IPK 4. Untuk meraih IPK itu tentu harus aktif dan rajin mengerjakan tugas. Di Jurusan BK terkenal dengan tugas yang banyak, tapi justru dengan tugas itu sebenarnya membuat mahasiswa ter-manage menggunakan waktu. Jadi, membuat mahasiswa “terpaksa” membaca buku dan browsing. Awalnya “terpaksa”, tapi lama-lama menjadi biasa bahkan menjadi kebutuhan.

Prestasi itu bikin addict, kata Khaeriah saat memberikan kiatnya yang ketujuh. Setelah proses belajar satu semester, tentu saat yang ditunggu-tunggu adalah mengecek nilai online. Dia berharap tidak ada mata kuliah yang bermasalah ataupun nilai yang kurang memuaskan. “Ketika di salah satu semester mahasiswa bisa mendapatkan IP 4.00, wah itu pasti akan membuat kita ketagihan mendapatkan IP seperti itu lagi di semester selanjutnya. Kecanduan ini tentu harus di-manage dengan baik, dilakukan dengan sportivitas dan cara yang halal,” ujar dia.

Kiat kedelapan, ujar Khaeriah, mahasiswa perlu mengidentifikasi gaya belajar. Setiap orang tentu memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. “Sebegai orang auditori, saya kurang bisa jika harus belajar di tengah berisik. Karena saya sadar saya tidak bisa mengerjakan tugas di tengah ramai atau berisik, jadi saya sering mengerjakan tugas di tempat kos.

Terkadang ketika harus belajar kelompok, Khaeriah membuat strategi. Malam sebelum kerja kelompok biasanya dia menyiapkan materi atau bahan yang akan dirundingkan, karena ketika harus berpikir serius saat kerja kelompok, dia merasa kurang optimal, karena seringkali belajar kelompok diselingi dengan ngobrol, fokusnya menjadi terbagi. Atau bisa saja dia bilang ke teman-teman kelompok untuk serius dulu beberapa menit, setelah itu baru disambung obrolan santai lainnya.

Belajar kadang juga memberikan rasa jenuh, kata Khaeriah. Itulah sebabnya, dia memberikan tips yang kesembilan. Jika jenuh belajar, refreshing dulu. Sebab, otak manusia hanya bisa fokus berkonsentrasi dengan penuh selama 30-60 menit awal, maka tentu seringkali ketika belajar atau mengerjakan tugas, di menit selanjutnya merasa jenuh, suatu keadaan yang alamiah.

“Jika saya sudah jenuh maka refresh dulu, bisa dengan menonton, mendengarkan musik, mengobrol dengan teman kos, internetan, cuci muka atau ke luar sebentar. Atau ketika satu minggu sudah stress dengan tugas dan lain-lain, luangkan waktu untuk refreshing mengunjungi tempat yang bisa membuat kita segar, misalnya ke tempat wisata alam, menonton, mal, olahraga, mengikuti kajian keislaman, pameran dan lain-lain,: kata Khaeriah.

Dia berpesan, “Belilah buku yang diperlukan,” katanya saat menjelaskan kiatnya yang ke-10. Terkadang mahasiswa sering merasa berat jika harus membeli buku. Walaupun dia bukan orang yang hobi memaca buku, setidaknya buku pendukung kuliah selalu diusahakan untuk memilikinya.

Menurut dia ketika buku itu banyak berisi seputar keilmuan, lebih baik harus dimemiliki. Karena tidak akan rugi, suatu hari nanti pasti akan terpakai lagi. Lagi pula buku sendiri lebih bebas dipakai, bisa di stabilo dan dipakai kapan pun ketika diperlukan.

Sebenarnya banyak cara yang bisa kita lakukan untuk bisa memiliki buku. Selama dia kuliah biasanya setiap semester, setiap mata kuliah ada buku andalan alias buku ‘babon.’ ”Nah dosen itu kan menganjurkan kita baca buku itu karena pedoman buku utama di mata kuliah itersebut. Biasanya saya catat judul buku, pengarang, penerbit dan tahun terbitnya, nanti saya cari ke took buku Palasari, tempat buku murah, atau ke toko buku di Gerlong, tentu cari yang murah juga,” ujar Khaeriah.

Atau terkadang dia meminjam langsung ke dosennya untuk di-copy. Khaeriah kadang mengkoordinir teman-teman yang ingin meng-copy buku tersebut. Kebetulan dia mengenal dekat dengan tukang fotocopy, biasanya karena dia sering memfotocopy banyak dan sudah menjadi langganan, sehingga tukang fotocopy itu memberikan satu fotocopyan gratis untuk dirinya.

“Jadi, saya bisa memiliki buku tanpa harus keluar uang, hanya perlu bersedia untuk mengkoordinir teman-teman saja. Hampir setiap semester budget untuk buku bisa saya hemat,” ujar Khaeriah. (WAS)