Kenaikan Harga BBM Kembalikan Masyarakat Menjadi Miskin

IMG_3183

Bandung, UPI

Bangsa Indonesia saat ini dibayang-bayangi oleh berbagai permasalahan dalam kehidupan di masyarakat, akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berimbas pada kenaikan bahan dan barang kebutuhan sehari-hari lebih dari 10%. Meskipun dikatakan bahwa subsidi selama ini telah salah sasaran, namun pencabutan subsidi itu berdampak pada rakyat kebanyakan.

IMG_3279“Mereka yang amat miskin mungkin teramankan oleh jaring pengaman sosial berupa  kartu ‘sakti’ itu. Namun, tak sedikit masyarakat yang baru saja keluar dari garis kemiskinan secara tiba-tiba kembali menjadi jatuh miskin. Ini sebagai dampak adanya efek domino yang ditimbulkan kenaikan harga BBM,”kata Sekretaris Majelis Wali Amanat  UPI Prof. Yaya S. Kusumah, M.Sc. Ph.D. saat menyampaikan sambutan pada Wisuda Gelombang I Tahun 2015 di Gedung Gymnasium UPI Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Rabu (15/4/2015).

Menurut dia, berbagai harga kebutuhan akan terus melambung, dan biasanya lebih tinggi dari yang diperkirakan. Perubahan harga yang konon “terprediksikan” ini akan berakibat rendahnya daya beli masyarakat, karena nilai dari sejumlah uang yang dimilikinya sudah tidak lagi sama dengan waktu sebelumnya.

Harga BBM yang selalu berubah, yang mirip dengan negara tetangga (Australia dan Singapura), kata Prof. Yaya, ternyata disikapi secara berbeda oleh lapisan masyarakat yang tidak mudah menghadapi perubahan yang terus menerus. Masyarakat mengalami kesulitan akibat harga BBM yang naik serta merta membuat harga kebutuhan naik tak terkendali. Repotnya, di saat harga BBM naik, harga barang dan jasa langsung naik, tetapi sayangnya, di saat harga BBM turun, harga yang lain itu tetap saja tidak turun.

“Menyikapi itu semua, lulusan UPI harus berpikir cerdas dan sekaligus bijak, mengingat setelah Anda merayakan kebahagiaan di hari wisuda, Anda akan dihadapkan pada realitas kehidupan yang ada. Harga yang naik membuat inflasi di akhir tahun 2015 bisa mencapai 7,7% hingga 8,1%,” ungkap Prof. Yaya.IMG_3282

Yang sudah dapat dirasakan adalah biaya transportasi yang tak terstruktur, kata dia selanjutnya. Ini artinya beban inflasi pada kehidupan masyarakat bawah bisa jadi akan lebih berat lagi. Jika pengalihan subsidi ini tidak sampai pada peningkatan infrastruktur yang mampu menciptakan lebih banyak lapangan kerja, dan meringankan beban masyarakat, artinya kenaikan BBM itu bisa membebanani masyarakat.

“Kini maslaah itu ditambah pula dengan nilai mata uang yang kian melemah. Bukan hanya saja harga minyak di dunia internasional yang membuat harga BBM di dalam negeri menjadi bertambah tinggi, tapi rupanya pelemahan mata uang kita pun ikut memberika andil di dalamnya,” tandas Prof. Yaya.

Dua kurikulum

Dalam kesempatan itu, Prof. Yayang mengemukakan, munculnya Kurikulum 2013 di level sekolah dan munculnya berbagai isu dalam konteks pendidikan, menuntut dihadirkannyan orientasi dan fokus pembelajaran yang lebih inovatif dan inspiratif. Dengan kepekaan terhadap perubahan ini, diharapkan para mahasiswa dan lulusan Universitas Pendidikan Indonesia memiliki kemampuan mengikuti dinamika perubahan dan mampu beradaptasi dengan lingkungan, di tengah dunia yang senantiasa berubah dan penuh dengan ketidakpastian.

“Ini akibat semua yang tetap itu berubah dan perubahan adalah sesuatu yang tetap. Di tengah gegap gempitanya Kurikulum 2013 ini, para lulusan yang diwisuda kembali ke tengah masyarakat. Pemahaman terhadap kurikulum baru ini merupakan tantangan dalam menghadapi tuntutan kerja di ambang mata,” kata dia.

Kemampuan tambahan diperlukan untuk melewati tahapan survival of the fittest, yaitu dengan meningkatkan diri dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi serta  kemampuan berkomunikasi dalam bahasa internasional. “Bukan sekadar literasi, tetapi profisiensi yang dituntut. Ini dimaksudkan agar Anda mampu bertahan hidup dan berkembang di tengah persaingan ACFTA dan perdagangan bebas lainnya,” kata Prof. Yaya.

Diungkapkan, kini kegalauan lulusan dan para praktisi pendidikan tidak berhenti hanya sampai di situ. Karena, Indonesia sekarang memiliki dua kurikulum sekaligus: Kurikulum 2013 dan juga Kurikulum 2006 (KTSP). Kehadiran menteri dalam kabinet baru telah menetapkan adanya pemberlakuan kurikulum yang berbeda di masing-masing sekolah yang berbeda. (WAS/Dodi/Deny/Andri)