Segelas “Lemon Tea” Mengajarkan Organisasi

ZaenalOleh ZAENAL MUSTOPA

(Mahasiswa Pendidikan Sosiologi, FPIPS UPI, 2012)

GURU terbaik adalah sebuah pengalaman, ya sepakat! Belajar tidak harus di kelas mendengarkan dosen berucap. Belajar bisa di mana saja dan dengan siapa saja, bahkan setiap aktivitas dan benda di sekeliling kita bisa jadi sumber belajar. Tentunya hal tersebut tak semata hadir, melainkan melalui proses pemaknaan seseorang terhadap segala sesuatu yang dialaminya. Pada tulisan ini saya bermaksud berbagi cerita tentang pengalaman di siang hari meneguk nikmatnya segelas lemon tea dan singgungannya dengan kehidupan organisasi.

Lemon Tea = Keberagaman

Kegiatan di siang hari di bawah terik matahari yang menyengat kulit, menguras tenaga, dan menyebabkan kerongkongan kering. Segelas lemon tea rasanya cocok untuk melepaskan dahaga. Mereka yang pernah meminumnya sepakat bahwa paduan yang pas dan khas dari lemon tea adalah manis, asam dan wangi aroma Jeruk Lemon. Bagi saya paduan rasa tersebut menjadikan citra rasa dan warna baru di kerongkongan yang sudah seperti di padang pasir. Apabila dicermati lemon tea mengajarkan arti pentingya “keberagaman”.

Beragam isi kepala masing-masing anggota dalam sebuah organisasi acap kali ditemui, mungkin bagi sebagian orang hal tersebut merupakan ciri keretakkan internal organisasi. Namun jika dipikir ulang sejatinya manusia itu unik dan sebuah organisasi membutuhkan dinamika sebagai pembaharuan organisasi. Modal sebuah dinamika tak selalu berbicara tentang kesamaan melainkan keragaman isi kepala anggota yang berujung kepada kesepakatan, komitmen dan integritas organisasi.

NET
NET

Kenapa tidak pakai lemon tea sachet supaya praktis dan “gak pake lama?” Segala sesuatu yang praktis atau bahkan instan memang tidak begitu menyita waktu. Di sisi lain yang praktis bisa saja berakhir tragis. Alangkah baiknya meracik lemon tea menggunakan bahan alami, kendati lumayan menguras waktu untuk mengumpulkan bahan dan meraciknya tapi perihal rasa yang dihasilkan tidak diragukan lagi. Bagi yang sudah sering meracik hal tersebut tidaklah sulit. Sedangkan pemula perlu memperhatikkan rambu-rambu atau bahkan bertanya kepada ahlinya sembari belajar sekaligus silaturahmi.

Liliweri (1997 : 347) dalam bukunya Sosiologi Organisasi mengungkapkan, “Banyak organisasi yang merencanakan perubahan internalnya secara matang selalu berakhir dengan kemajuan.” Artinya perencanaan organisasi membutuhkan proses berkelanjutan bukan secara instan karena memang kematangan perencanaan belum tentu bisa matang apabila hanya dikerjakan dalam waktu singkat terlebih lagi asal-asalan. Keterbatasan kemampuan perencanaan bukan alasan organisasi tidak memiliki masa depan, tak usah malu bertanya dan melibatkan ahli. Sebab, salah kaprah dalam merencanakan bisa merugikan seluruh elemen organisasi sehingga roda organisasi macet.

Membuat segelas lemon tea memang tidak membutuhkan banyak bahan, tapi cukup dengan komposisi yang sederhana. Dengan demikian segelas lemon tea siap disajikan dan mampu menyegarkan badan. Roda organisasi memang harus terus berjalan kendati para anggota mulai lelah dan jenuh dengan kegiatan organisasi. Maka dari itu agar organisasi tersebut tetap berjalan diperlukan kelompok sederhana atau tim solid sebagai penggerak. Sebab, selamanya perjalanan organisasi membutuhkan orang kompeten, berintegritas, dan bersahabat dengan organisasinya, merekalah yang dinamakan tim solid.

Lippit dkk. dalam Liliwer (1997: 347) menyatakan, “Tugas tim inti (kelompok sederhana) adalah melaksanakan tugas pokok organisasi. Kelompok tersebut diharapkan dapat memengaruhi perubahan organisasi.” Meskipun dipenuhi begitu banyak tugas pokok, tim ini harus tahan banting dan bersinergis tidak mementingkan ego sektoral tugas bidangnya masing-masing.

Tekad Pemimpin

Pemimpin adalah sosok sentral dan vital dalam organisasi. Tentang arah dan tujuan organisasi ialah yang menjadi sosok determinan dalam penentuannya. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Maxwell dalam Liliweri (1997: 347) bahwa “mengubah pemimpin = mengubah organisasi”. Artinya sosok pemimpin adalah seseorang agen pembaharuan atau agen perubahan dalam organisasi. Pemimpin tidak bekerja sendirian ia membutuhkan orang yang loyal pada organisasinya. Apabila dikaitkan dengan organisasi mahasiswa yang notabene swadaya, maka pemimpin membutuhkan anggota yang berprinsip “from sikil to skill”.

Tekad pemimpin sangat dibutuhkan apabila organisasi ingin berujung kemajuan. Tekad bisa menjadi suatu kekuatan dan kesegaran baru untuk para anggotanya. Tekad setiap indvidu dalam organisasi memiliki tingkatan, terutama antara pemimpin dan anggota. Perbedaan tersebut bisa jadi satu tingkatan, yaitu ketika pemimpin semangat, anggota biasa saja. Sedangkan ketika anggota sangat bersemangat maka pemimpin lebih semangat dibandingkan mereka. Maka dari itu, pemimpin harus mampu menguatkan ketika anggota lemah, memotivasi ketika anggota membutuhkan, mengingatkan ketika anggota lalai. Di sanalah tekad pemimpin yang membawa napas segar, seperti kesegaran lemon tea di siang hari.

Organisasi bukan berbicara tentang “saya” atau “kami” melainkan berbicara tentang “kita”. Karena, sejatinya, organisasi bukan ajang sikut kiri, sikut kanan, kepentingan kiri, kepentingan kanan, melainkan rangkul kiri, rangkul kanan dan memperjuangkan satu kepentingan, yaitu kepentingan bersama. Keragaman isi kepala yang memicu konflik dan memunculkan permasalahan dalam organisasi adalah wajar karena di sanalah organisasi memberikan pengalaman berharga untuk kehidupan kelak. Maka ketika ada kesungguhan dalam berorganisasi di sanalah lahir problem solver santun.

Sumber bacaan:

Liliweri, Alo. 1997. Sosiologi Organisasi. Bandung : PT Citra Aditya Bakti

http://zaere-konsep.blogspot.com/2015/05/segelas-lemon-tea-mengajarkan-organisasi_25.html