Peringatan Dies Natalis UPI ke-60 Meriah

DSC_0270

Bandung, UPI

Sempat bernama Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung selama 36 tahun, tepatnya dari tahun 1964 hingga 1999. Itulah sebabnya, masyarakat tak mudah melupakan nama IKIP Bandung dan menggantinya dengan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Bahkan secara berkelakar, masyarakat memanjangkan kata UPI dengan sebutan “Universitas Padahal IKIP”.

Nama UPI merupakan reinkarnasi dari sejumlah nama, dari Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Padjadjaran, IKIP Bandung, dan terakhir menjadi UPI. Namun, nama IKIP Bandung merupakan paling lama menempel pada lembaga pendidikan tinggi kependidikan (LPTK) ini, sehingga nama IKIP selalu menempel pada UPI.DSC_0356

Sejak UPI berkembang dari PTPG yang didirikan Pemerintah tahun 1954, kini UPI sudah berusia 60 tahun. Berkaitan dengan hari lahir UPI tersebut, Universitas Pendidikan Indonesia melakukan serangkaian kegiatan.  Perayaan diawali dari Parade Budaya yang dilaksanakan seluruh Civitas Akademika dan warga UPI, Jumat (17 Oktober 2014). Para peserta mengenakan berbagai pakaian yang menandakan kecintaan mereka terhadap seni dan budaya Nusantara berjalan kaki dari Gedung Gymnasium menelusuri Jln. Cilimus, Jln. Sersan Bajuri, Komplek Pondok Hijau, Jln. Gegerkalong Girang, SDN Isola, dan kemudian berakhir di Gedung Achmad Sanusi.

Upacara peringatan Dies Natalis dan Lustrum UPI dilaksanakan Senin (20 Oktober 2014) di Gedung Achmad Sanusi. Senin malam, UPI juga menggelar acara resepsi bagi segenap warga UPI di Gedung Achmad Sanusi.  Selain ditandai dengan memotong kue ulang tahun, Rektor UPI juga memberikan penghargaan kepada setiap lembaga yang mengikuti kegiatan dies natalis. Dalam kesempatan ini, juga diluncurkan dua buah buku berkaitan dengan Rektor UPI Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd. Buku pertama berjudul, “Menangkis Badai Krisis” karya Dr. Wakhudin dan “Mata Air Kedamaian” sebagai kumpulan tulisan para kolega Prof. Sunaryo.DSC_0428

Perayaan Dies Natalis ke–60 dan Lustrum UPI ke–12 UPI dilanjutkan dengan Festival Seni Rakyat dan Pagelaran Wayang Golek, Selasa, 21 Oktober 2014 yang dimulai pukul 08.00 di Lapangan Parkir Utama UPI, Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung. Festival Seni Rakyat ini menampilkan berbagai kesenian dari berbagai daerah di Jawa Barat seperti kesenian Tanjil dari Sumedang; Sintren dari Indramayu; Badud dari Pangandaran;  Sisingaan dari Subang;  Debus dari Pandeglang;  Terebang dari Bandung; Buta Doar dari Ciamis; Calung Renteng dari Tasikmalaya; Angklung Badeng dari Garut; dan Reog dari Banjar.

Para peserta festival seni rakyat ini diarak yang dimulai dari gedung Kebudayaan hingga ke tempat Lapangan Parkir Utama. Sementara itu, setelah penyelenggaraan festival seni, malam harinya digelar Pagelaran Wayang Golek dengan menghadirkan dalang kondang Apep Hudaya dari Lingkung Seni Giri Komara Bandung.DSC_0459

Warga UPI menyambut antusia perayaan Dies Natalis ke–60 ini. Situasi itu tergambar dalam pagelaran yang diselenggarakan Departemen Pendidikan Seni Musik Fakultas Pendidikan Seni dan Desain UPI yaitu Festival Seni Rakyat dan Pagelaran Wayang Golek. Apresiasi dari masyarakat kampus terhadap festival seni ini disambut positif, karena selain menikmati sajian kesenian juga sebagai upaya melestarikan serta mengenalkan warisan kebudayaan daerah yang ada di Jawa Barat.

Ketua Departemen Pendidikan Seni Musik UPI, Dr. phil. Yudi Sukmayadi, M.Pd. menyebutkan, kegiatan ini sekaligus sebagai pengenalan bagi masyarakat mengenai fakultas baru di UPI yaitu Fakultas Pendidikan Seni dan Desain. Maka, mereka sengaja mendatangkan berbagai kesenian rakyat yang ada di Jawa Barat yang langsung dimainkan oleh para pelaku seni di daerahnya. (WAS/Deny/Dodi/Andri)