Patriotisme dalam Puisi Sunda: Membentuk Karakter Melalui Budaya

1-1 Bandung, UPI

Lebih dari 10 penampil mengapresiasi budaya Sunda melalui pergelaran Patriotisme Dalam Puisi Sunda, mereka adalah mahasiswa Departemen Pendidikan Bahasa Daerah kolaborasi mahasiswa angkatan 2013 dan 2014, di Gedung Kebudayaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) jalan Dr. Setiabudhi nomor 229 Bandung, Jumat (4/9/2015).

“Seni adalah bahasa universal, mengapresiasi budaya dapat membentuk karakter. Budaya adalah alat pengikat yang menciptakan kedamaian. Saya sangat mengapresiasi karena walaupun bukan jurusan seni, namum punya kemampuan yang sama hebatnya dengan jurusan lain,” ujar Wakil Rektor Bidang Riset, Kemitraan dan Usaha Prof. Dr. Didi Sukyadi, M.A., saat menyaksikan pergelaran Patriotisme Dalam Puisi Sunda.1-2

Saya merasakan senang sekaligus sedih karena belum bisa memberikan ruangan yang representative. Rektor UPI para Wakil Rektor tengah berupaya akan memberikan gedung pertunjukan yang layak, dan memenuhi standar internasional, terangnya.

Sementara itu, Dosen Pembimbing Departemen Pendidikan Bahasa Daerah FPBS UPI Dr. Retty Isnendes, mengatakan kegiatan ini merupakan kesempatan para mahasiswa untuk menyampaikan gagasannya, serta menyampaikan apresiasi terhadap budaya. Mereka mepresentasikan tujuh sajak yang diterjemahkan dalam tujuh pertunjukan musik dengan tema patriotisme.

“Mereka belajar dalam seni pertunjukan yang telah dipersiapkan selama 6 Bulan. Mengkolaborasikan sajak dengan musik sebagai upaya untuk meningkatkan minat para generasi muda untuk mencintai budayanya, juga agar mudah dicerna dan dihapal, karena memang sajak sunda di kalangan para mahasiswa pemintanya masih rendah. Pertunjukan ini diharapkan dapat menggugah rasa ingin tahu mereka terhadap sajak Sunda.

1-3Menghargai budaya melalui pertunjukan tujuh sajak, diantaranya Pahlawan yang menggambarkan sosok pahlawan, Karya Rachmat M. Sas Karana; Merdeka, Bung! Yang menggambarkan sesorang yang ingin merdeka, karya Chye Retty Isnendes; Seuneu Bandung, menceritakan bandung lautan api, karya Karna Yudibrata; Rengas Dengklok, karya Darpan Ariawingangun; Tanah Sunda’78, karya Hikmat Sadkar; Seung teuing, karya Taufik Faturohman, dan Indonesia Deudeuh, karya Chye Retty isnendes. (Dodiangga/Deny Nurahmat)