Mereduksi Diskriminasi Terhadap Penderita ODHA

MULYANA atau yang akrab disapa Dehan merupakan mantan pecandu narkoba yang sekarang merupakan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Dehan mulai menggunakan narkoba sejak tahun 1995 dan dinyatakan merupakan HIV positif sejak tahun 2003. Meskipun mengidap penyakit HIV positif sejak 12 tahun lalu, tidak membuat Dehan menjadi rendah diri dan tidak produktif. Di Rumah Cemara, Dehan dan dua orang teman lainnya menjadi pendamping (buddies) bagi orang lain yang baru mengidap HIV dan membantu mereka agar tidak down dan merasa tidak terdiskriminasi di masyarakat.

Selain membantu para ODHA lain dengan sharing, Dehan dan teman-teman juga memberikan program PMCT (Preventing Mother to Child Transmission). Terbukti, meski dia dan istri merupakan HIV positif, tapi dengan program tersebut, anak mereka lahir dan merupakan HIV negatif.1-1

Berikut hasil wawancara Desy Mariana Sagala, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pendidikan Indonesia dengan Dehan:

Sejak kapan Anda menajadi penderita ODHA?

Saya menderita HIV/AIDS sejak tahun 2003.

Apa yang menyebabkan Anda bisa sampai terkena HIV/AIDS?

Karena pemakaian jarum suntik secara bergantian. Kan kita tidak tahu yang memakai jarum suntik sebelumnya ODHA atau tidak.

Selain jarum suntik, apa penyebab lain HIV/AIDS?

Selain jarum suntik, berhubungan seks dengan penderita HIV, transfusi darah dengan penderita HIV positif, berhubungan seks berganti-ganti pasangan, dan besar kemungkinan pula untuk bayi dengan ibu penderita HIV.

Apakah keluarga Anda membedakan antara Anda yang merupakan seorang ODHA dengan anggota keluarga lain?

Alhamdullilah, kalau di keluarga saya tidak merasa didikriminasi.

Apakah di masyarakat Anda merasakan dikriminasi dan stigma negatif?

Ya, awalnya saya didiskriminasi oleh masyarakat sekitar.

Bagaimana contoh diskriminasi nyata yang Anda rasakan?

Banyak, contoh yang paling terasa adalah minum kopi bareng di kedai. Dulunya sering ngopi bareng. Tapi semenjak mereka tahu saya ODHA, sudah nggak pernah lagi. Banyak juga yang ngomongin di belakang, sampai akhirnya sampai di telinga saya juga.

Apa solusi yang Anda lakukan untuk mengubah stigma masyarakat tersebut?

Kebetulan saya bergabung di Rumah Cemara, dan Rumah Cemara dengan tagline “Indonesia Tanpa Stigma” mempunyai visi untuk membantu orang seperti saya agar tidak lagi mendapatkan perlakuan diskriminasi, yaitu dengan melakukan close meeting dan open meeting. Kalau close meeting itu diskusi antara sesama penderita ODHA. Sedangkan open meeting itu diskusi para ODHA dengan keluarga, tetangga, teman, dan masyarakat sekitar, dan memberi pengertian bahwa HIV tidak akan menyebar kalau berinteraksi biasa.

Apakah berhasil? Berapa lama hingga akhirnya mereka tidak lagu mendiskriminasi ODHA?

Berhasil, walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama untuk saya pribadi diterima di masyarakat. Sekitar tiga sampai empat tahun.

Apa harapan Anda ke depannya untuk stigma masyarakat Indonesia terhadap ODHA?

Semoga sesegera mungkin misi Rumah Cemara yaitu “Indonesia Tanpa Stigma” itu benar-benar bisa terealisasi. Agar tidak ada lagi ODHA yang merasakan diskriminasi di masyarakat seperti saya sampai bertahun-tahun. Dan masyarakat harus diberi pengertian, bahwa HIV tidak menular hanya dengan berinteraksi seperti biasa.