Menebar Virus Inklusif dari UPI Kampus Purwakarta

seminar inklusi 3

Purwakarta, UPI

UPI Kampus Purwakarta sukses menyelenggarakan Seminar Nasional Pendidikan Inklusif dengan tema “Menyikapi keberagaman dan kemampuan karakteristik anak dengan mengembangkan pendidikan inklusif”. Rabu (23/12/2015).

Acara yang dihadiri oleh lebih dari 400 orang peserta yang terdiri dari guru dan mahasiswa dianggap mampu menjadi cikal-bakal berkembangnya pendidikan inklusif di Purwakarta. Acara ini disuguhkan secara profesional dengan dihadirkannya pemateri-pemateri yang pakar dibidangnya seperti: Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata M.Pd yang merupakan guru besar Universitas Pendidikan Indonesia sekaligus pemilik sekolah inklusif Al-Mabrur, Idat Muqodas, M.Pd dan Dr. Yuyus Suherman, M.Si sebagai pakar pendidikan inklusif.

Acara seminar nasional dan workshop ini mengkaji pentingnya pendidikan inklusif bagi anak Indonesia dan bagaimana cara memahami serta penerapannya di sekolah. Seperti yang dikutip dari paper Dr. Yuyus Suherman, M.Si., bahwasanya “pendidikan inklusif berkembang dari filosofi inklusi yaitu keyakinan fundamental bahwa setiap individu dapat belajar, tumbuh, dan bekerja dengan semua orang. Melalui sekolah inklusif, pendidikan universal bermutu dapat dipromosikan memerangi diskriminasi, membangun masyarakat inklusif dan mencapai pendidikan bermutu bagi semua.”

seminar inklusi 1

Berawal dari keprihatinan mengenai ketidakterwujudannya pendidikan bagi semua anak Indonesia dan adanya diskriminasi bagi anak yang berkebutuhan khusus, tercetuslah kegiatan ini untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa mereka pun berhak mendapatkan pendidikan yang sama, yang tidak dibedakan dengan anak normal lainnya.

Membentuk masyarakat yang lebih inklusif juga sangat diharapkan oleh mahasiswa UPI Kampus Purwakarta yang notabennya merupakan calon pendidik, sehingga mendorong Idat Muqodas, M.Pd yang merupakan pembina kemahasiswaan juga dosen muda UPI Kampus Purwakarta untuk menyelenggarakan acara tersebut, yang kemudian disambut hangat oleh Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D. selaku Direktur UPI Kampus Purwakarta yang menyatakan rasa bangganya didalam sambutanya dalam pembukaan seminar tersebut.

Ditengah berjalannya seminar peserta juga dibuat terkagum-kagum oleh penampilan siswa dan siswi dari SLB Budi Utama Plered, Purwakarta yang menampilkan tari “Sate Maranggi” khas Purwakarta dan tari daerah Jawa Barat lainnya. “Saya terharu dan seketika bersemangat untuk berada ditengah-tengah mereka kelak.” Ujar Indri salah seorang peserta seminar tersebut.

Tak hanya menyelenggarakan seminar pendidikan inklusif saja, sebagai rangkaian kegiatan juga disajikan workshop oleh beberapa mahasiswa terpilih yang sebelumya telah melakukan penelitian dan bimbingan mengenai enam tema, yakni: Disleksia, kesulitan belajar, autis, hiperaktif, kemampuan unggul istimewa, dan hambatan ucapan dan berbahasa, dimana keenam tema tersebut diharapkan mampu menjadi bekal bagi para peserta untuk memahami beberapa keberagaman anak yang kelak akan hadir di sekolah inklusif.

Pendidikan inklusif bukan merupakan sesuatu hal yang patut diperdebatkan, tetapi sudah sepatutnya diselenggarakan. Pewujudan pendidikan Indonesia yang lebih inklusif juga tak dapat terwujud jika hanya berupa wacana dan teori belaka saja, maka dibutuhkan usaha yang lebih aktif dan konkrit untuk merealisasikannya.

Pendidikan inklusif yang berlandaskan education for all ini membutuhkan perhatian yang lebih serius. Sehingga melalui gerakan awal mahasiswa UPI Kampus Purwakarta ini telah berhasil membuka cakrawala peserta yang hadir yang kemudian diharapkan mampu menularkannya pada masyarakat umum.

“Alhamdulillah antusias dari guru-guru sangat besar. quota terpenuhi, bahkan lebih dari jumlah perkiraan. Kedepannya ingin bekerjasama dengan sekolah-sekolah untuk mengembangkan pendidikan Inklusif” ujar Ketua Pelaksana kegiatan, Haris Kusumah.

seminar inklusi 2

Sehinnga besar harapan penyelenggaran seminar tersebut mampu membawa perubahan yang positif baik bagi masyarakat, para pengajar, pemerintah bahkan dunia untuk menerima keberagaman potensi peserta didik yang tidak lagi mengkotak-kotakan antara anak mana yang diperbolehkan berbaur dengan kawan sebayanya dan mana yang harus diisolasi. “Butuh kerjasama semua elemen yang terdiri dari keluarga, guru, masyarakat. Yang terpenting adalah keluarga. Penerimaan keluarga sangat diperlukan. Untuk itu acara ini setidaknya diselenggarakan secara periodik, misalnya saat peringatan Hari Disabilitas Internasional, 3 Desember.” tambah Idat Muqodas yang juga merupakan praktisi pendidikan Inklusif.

Kedepannya kegiatan ini mampu menambah pengetahuan, wawasan, dan keterampilan para guru dan calon guru untuk menghadapi pendidikan yang lebih inklusif kelak yang telah dipelopori oleh gerakan mahasiswa UPI kampus Purwakarta yang secara intelektual dan persuasif berusaha mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan UUD tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. (Karisa & Firda)