Mahasiswa Berprestasi, Mimpi atau Impian?

aan

oleh

Aan Agustan
Pendidikan Ilmu Komputer 2012, Kontributor Humas UPI

 Mahasiswa Berprestasi atau sering disebut Mawapres merupakan program yang rutin diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) dinaungi oleh Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Belum akrab terdengar rasanya oleh mahasiswa angkatan 2015, namun cukup menjadi pemanis perkuliahan bagi angkatan yang lebih tua. Berbeda dengan kondisi di kampus UGM saat ini, dimana sudah muncul nama-nama yang mewakili tiap fakultas untuk memperbutkan gelar Mahasiswa Berprestasi UGM. Penulis turut memberikan dukungan kepada teman yang berjuang untuk hal tersebut, kepada Layung Sekar, semoga terpilih. Lalu bagaimana untuk menjadi mawapres? IPK yang tinggi, prestasi yang banyak, segudang bahasa asing, atau faktor keberuntungan?

Bisa dikatakan menjadi mawapres bukan perkara yang sangat rumit karena hanya perlu mengikuti pedoman dan penilian yang berlaku. Penilaian Mawapres penulis rasakan cukup berimbang untuk yang sering terjebak dengan pertanyaan, pilih kuliah atau organanisasi? Semuanya akan menjadi penting dalam mawapres karena yang akan dinilai adalah (1) Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dengan minimal 3.0, (2) Karya Tulis dan Presentasi, (3) Bahasa Inggris/Asing, serta (4) Prestasi atau Kemampuan yang diunggulkan.

Sudah cukup lama kita tertinggal dalam iklim kompetisi Mawapres ditingkat nasional, dimana kita belum mampu untuk meraih salah satu dari 15 kursi yang ada di Mawapres Nasional, tentu ini harus menjadi pemicu semangat untuk terus menerobos dinding penghalang yang mungkin semakin tebal jika kita biarkan. Penulis menganalisis beberapa sebab belum lolosnya mahasiswa UPI, antara lain masih belum matangnya persiapan karena waktu pelaksanaan yang cenderung mepet dan bahkan kadang sangat mendadak. Tentu penyelenggaraan akan menjadi penopang utama dari kualitas Mawapres yang terpilih. Adapun faktor yang kedua adalah kurangnya prestasi khususnya untuk kancah internasional dimana kebanyakan finalis Mawapres Nasional memiliki cukup banyak prestasi internasional. Sedangkan faktor yang ketiga yaitu kemampuan bahasa Inggris yang mungkin kurang dipersiapkan sehingga memberikan kesan yang kurang maksimal kepada tim penilai.

Persiapan pemilihan Mawapres harus dipersiapkan dengan baik dan tentu jangan terlalu mendekati batas waktu untuk seleksi ditingkat nasional karena persiapan yang dilakukan oleh Mawapres terpilih akan sulit dan cenderung tidak maksimal. Beberapa kampus di Indonesia bahkan sudah mulai melakukan pemilihan di tingkat departemen dan fakultas tentu dengan persiapan yang matang. Pelibatan mahasiswa untuk membantu penyelenggaraan pemilihan merupakan salah satu solusi yang cukup baik seperti yang telah dilakukan oleh Departmen Pendidikan Ilmu Komputer FPMIPA UPI yang sukses melibatkan mahasiswa selama 2 tahun ini sehingga sosialisasi dan publikasi dapat dilakukan dengan baik.

Perlu memunculkan pemilihan yang memang benar-benar transparan sehingga mahasiswa yang mengikuti pemilihan sudah teruji kualitasnya mulai dari tingkat departemen sampai dengan universitas dan mencoba untuk melaju pada tingkat nasional. Pada tahun 2015 masih terdapat beberapa departemen yang bahkan tidak melakukan pemilihan karena kurangnya persiapan, tentu hal kondisional dapat diterima jika publikasi yang dilakukan namun yang berminat hanya sedikit mahasiswa berbeda kondisinya jika banyak yang berminat namun yang dipilih hanya karena dianggap layak bukan karena pegujian secara kuantitatif dan kualitatif.

Mawapres bukanlah perkara bisa atau tidak bisa, melainkan kita mau atau tidak, dan yang lebih penting lagi adalah apa yang sudah kita persiapkan, membiarkan kondisi ini berlarut-larut atau mulai melakukan perubahan. UPI harus kembali menunjukan potensi dan penulis meyakini setelah melihat data bahwa sudah banyak sekali mahasiswa yang memiliki prestasi baik ditingkat nasional maupun internasional dan perlu didorong untuk maju sebagai calon Mahasiswa Berprestasi. Itukah kalian?