Amirush Shaffa, Delegasi Kota Bandung dalam Indonesian Youth Social Expedition Lombok 2018

Bandung, UPI

Tri darma perguruan Tinggi yang terdiri dari tiga poin yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat menjadi tanggung jawab yang diemban oleh setiap sivitas akademika. Salah satu poin yang tak kalah penting dari poin lainnya adalah pengabdian. Mahasiswa tentunya harus menyempurnakan kewajibannya sebagai pengabdi masyarakat dengan terjun langsung menjadi pelayan masyarakat di lapangan sesungguhnya.

Hal tersebut diwujudkan oleh Amirush Shaffa Fauzia, mahasiswi FPBS UPI yang lolos menjadi peserta Indonesian Youth Social Expedition 2018, satu-satunya delegasi dari Kota Bandung yang berhasil bersaing dari 7.200 pendaftar dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia.

Indonesian Youth Social Expedition adalah program dari Yale Institute Jakarta yang mengusung konferensi anak muda dari seluruh Indonesia untuk membantu masyarakat untuk memecahkan masalah dari berbagai bidang yakni bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi yang diwujudkan langsung dalam pengabdian di daerah terbelakang di Indonesia. Pada tahun 2018 ini, daerah yang dipilih dalam ekspedisi adalah Desa Labuhan Pandan, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur.

Memilih konsentrasi pada bidang pendidikan, Shaffa membawa beberapa program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat sekolah pada saat seleksi berkas dan wawancara. Berbekal latar belakang dan kecintaannya pada pendidikan, kebudayaan, dan jurnalistik, Shaffa mengemas beberapa program dan menyelaraskannya agar pendidikan Indonesia di daerah terbelakang dapat mendapat edukasi lebih tentang cinta pada bahasa Indonesia, kelas kebangsaan, dan mengenal lebih jauh budaya Indonesia. Hal tersebut ia lakukan mengingat masa-masa Indonesia saat ini adalah masa krisis nasionalisme dan derasnya arus budaya global yang masuk, terutama di daerah yang sulit dijangkau. Maka dari itu ia bertekad untuk membawa pengalaman dan kecintaannya pada Indonesia dan menularkannya pada anak-anak bangsa di ujung negeri sebagai bibit generasi emas bangsa.

Ketua Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Dr. Nuny Sulistiany Idris, M.Pd sangat mendukung program ini dan berharap semoga program ini dapat menjadi wadah yang baik untuk membangun pendidikan di daerah serta memantapkan proses mahasiswa dalam menerapkan kompetensi yang diperoleh selama berkuliah di bidang pendidikan. Beliau berpesan agar mahasiswa dapat menjadi agen untuk perubahan yang lebih baik, terutama untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia.

Berlangsung selama sepuluh hari mulai tanggal 3 Februari hingga 13 Februari 2018, setelah acara pembukaan yang berlangsung di Surabaya, peserta IYSE yang terdiri dari 20 orang pilihan dari seluruh Indonesia memulai pengabdiannya menggunakan perjalanan laut menuju Lombok. Tepatnya di empat dusun di Desa Labuhan Pandan, yakni Dusun Pulur, Dusun Tarum, Dusun Labuhan Pandan Tengah, dan Dusun Labuhan Pandan Timur. Masalah utama yang menjadi sorotan di desa tersebut adalah wabah malaria. Setiap tahun malaria menjadi masalah yang merenggut nyawa cukup banyak karena akses yang cukup jauh ke rumah sakit kota dan kurangnya tenaga kesehatan di puskesmas setempat. Sedangkan untuk bidang pendidikan, hal yang menjadi sorotan utama adalah akses siswa untuk bersekolah lebih tinggi, berhubung di daerah tersebut hanya tersedia SD dan SMP saja, jadi banyak siswa yang putus sekolah hanya sampai SMP karena keterbatasan biaya dan akses yang jauh. Selain itu, pengadaan buku pun cukup memprihatinkan. Minat baca di daerah tersebut cukup tinggi, namun karena keterbatasan buku yang ada serta tidak tersedianya perpustakaan sekolah, menjadikan siswa kekurangan bahan bacaan yang sesuai dengan usianya.

Berbekal donasi buku yang dikumpulkan sebelum bertolak ke Lombok dari dosen, kerabat, maupun teman-teman dari berbagai latar belakang profesi, Shaffa dan kawan-kawan berhasil mengumpulkan 327 eksemplar buku yang terdiri dari buku sekolah, buku bacaan anak, novel, dan beragam buku yang disesuaikan dengan usia per tingkatannya. Buku tersebut menjadi buku inventaris taman baca yang dibuat oleh delegasi IYSE 2018 dengan nama “Saung Pintar”. Selain itu, terdapat juga bimbingan belajar bahasa Inggris untuk anak SD dan bimbingan mengaji setiap selesai maghrib. Antusias anak-anak luar biasa, dan menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan selama masa pengabdian.

Terdapat cerita mengharukan dari pendidikan di MTs Riadussolihin Labuhan Pandan. Pak Mahnep, kepala sekolah MTs adalah seorang yang berlatar belakang bukan dari dunia pendidikan, beliau pun mengatakan bahwa dirinya tidak sekolah tinggi karena akses yang sangat terbatas. Namun, kecintaannya pada pendidikan patut diacungi jempol. Ia mendirikan sekolah sejak tahun 2008 dengan biaya sendiri, tanpa bantuan dari siapapun. Biaya yang diperoleh dari hasil bertani seorang diri di kebun setiap siang hingga hampir malam, lalu paginya ia mengajar anak-anak di sekolah. Jumlah anak yang bersekolah tidak terlalu banyak, karena terbentur ongkos dan akses yang cukup sulit. Namun Pak Mahnep tetap mengupayakan anak-anak untuk dapat bersekolah dengan memberikan seragam lengkap, alat sekolah, dan keperluan sekolah lainnya agar meringankan beban orang tua yang ragu untuk menyekolahkan anaknya.

Selama sekolah berdiri hingga kini tahun 2018, terdapat guru honorer sebanyak 15 orang termasuk anak kandung dari Pak Mahnep sendiri. Di sekolah tersebut tidak ada sistem gaji, yakni para tenaga pengajar, termasuk kepala sekolah tidak mendapatkan gaji sepeser pun. Mereka benar-benar mengajar untuk memperbaiki keadaan dengan ikhlas meski tidak mendapat bayaran apa-apa. Terkadang, jika Pak Mahnep baru berhasil panen, guru-gurunya diberikan beras meski tidak banyak. Pak Mahnep hanya berharap guru-gurunya tetap bertahan karena anak-anak sangat membutuhkan figur untuk membangun mimpinya.

“Saya ikhlas dalam menjalani ini semua, untuk membantu masyarakat merasakan pendidikan. Saya tidak bisa membantu apa-apa, pakai tenaga sudah tidak mungkin, pakai senjata pun saya bukan aparat, maka inilah yang dapat saya bantu untuk pemerintah dalam membantu memajukan pendidikan Indonesia meski latar belakang saya saya seorang petani. Karena saya sadar, pendidikan adalah satu langkah untuk memuliakan manusia. Dan tanpa pendidikan, negara kita akan tertinggal”, ujarnya diakhiri dengan senyuman.

Pak Mahnep menjadi seseorang yang sangat inspiratif, beliau berjuang untuk pendidikan dengan sukarela tanpa pernah meminta bayaran dari siapapun. Dan kecintaannya pada pendidikan pun dapat menjadi penyemangat serta rasa syukur bagi siapapun yang melihat perjuangannya.

Di samping pengabdian pada masyarakat, para delegasi pun berkesempatan untuk mempelajari kebudayaan suku Sasak, Lombok. Dari mulai pakaian adat, rumah adat, tenun asli khas Sasak, serta keunikan budaya Lombok di Desa Sade, desa yang masih menjaga segala hal tradisional dari mulai rumah adat yang lantainya berbahan kotoran kerbau, dan keunikan tradisi menculik calon pasangan sebelum menikah yang masih dijaga oleh kepala adat.

Selain UPI, perguruan tinggi yang menjadi delegasi dalam IYSE 2018 adalah UI, UNAIR, IPB, UNBRAW, UNNES, UNRAM, STIKES, ITS, STT PLN, TRUNOJOYO, USU, UNRI. Dua puluh anak bangsa dari seluruh Indonesia yang bertekad untuk memajukan bangsa dan mengharumkan almamater dalam bidang dan keunikannya masing-masing. (red-RS)