Avicenna Award

Jagat raya terguncang. Pada awal Juni 1993, UNESCO mengumumkan akan memberi penghargaan Avicenna Award (Ibnu Sina) kepada Presiden Soeharto. Hal yang membanggakan, Direktur Jenderal UNESCO Prof. Federico Mayor akan datang sendiri ke Jakarta untuk menyerahkan penghargaan yang prestisius dan Avicenna award pertama tersebut. Pak Harto dalam kapasitas Presiden Republik Indonesia diapresiasi UNESCO sebagai sosok negarawan tangguh yang mampu melakukan terobosan inovatif dan massal guna memberantas Tiga Buta (buta aksara & buta angka, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar). Pemerintah Indonesia diapresiasi karena mampu melakukan terobosan kebijakan untuk mencerdaskan masyarakat dari kegelapan buta huruf buta aksara (iliterate comunity) menjadi masyarakat yang mulai melek pengetahuan dasar (early literate community).

Dalam sambutan penyerahan Avicenna Award, Federico Mayor (1993) menegaskan noting that UNESCO had for years paid close attention to Soeharto’s efforts to make education programs available, even in the country’s most remote areas, and that other devoping countries should folow Indonesia’s lead in successfully decreasing illiteracy. Dalam pandangan UNESCO, Indonesia menjadi model negara yang patut diadopsi oleh negara berkembang dalam mengatasi kebodohan dan keterbelakangan melalui berbagai progam pendidikan.

Nama Avicenna atau Ibnu Sina itu sendiri yang dijadikan simbol ilmu pengetahuan dan nama Award UNESCO merupakan seorang ilmuwan muslim kaliber dunia pada abad 10. Ibnu Sina (980-1037) dikenal sebagai filosof, ilmuwan Kedokteran kelahiran Persia (Iran). Ia penulis dan ilmuwan produktif, yang karya karya menjadi rujukan bidang kedokteran sampai sekarang. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Al Qanun fi At Tibb atau Kitab Penyembuhan dan Qanun Kedokteran. Ketika pandemik Covid 19 melanda dunia sampai saat ini, masyarakat dunia sangat mempercayai tentang pernyataan yang diungkapkan Ibnu Sina lebih 1000 tahun yang lalu. Kata bijak yang dikemukakannya menjadi tuntunan dan terapi dalam mengatasi pandemik Covid-19. Ibnu Sina berujar : Kepanikan adalah separuh Penyakit. Ketenangan adalah Separuh Obat. Dan kesabaran adalah permulaan kesembuhan

SD Inpres
SD Inpres sangat melegenda. Program ini berdasarkan Instruksi Presiden RI nomor 10 tahun 1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Gedung SD. Pada tahap pertama, Pemerintah telah berhasil membangun 6.000 SD dengan fasilitas minimal dan pengadaan Guru SD yang berkualifikasi lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) atau sederajat. Hingga tahun 1994 telah dibangun 150 ribu SD tersebar di seluruh pelosok Nusantara.

Selain Program SD Inpres, Pemerintah juga merintis SD Pamong pada tahun 1975, SD Pamong ini diperuntukan bagi anak putus sekolah, untuk menuntaskan studi di Sekolah Dasar. Secara nasional, kebijakan pembangunan SD INPRES 1973 -1994 telah memberikan kesempatan anak usia SD untuk bisa menuntaskan wajib belajar 6 tahun. Investasi kebijakan SD INPRES inilah yang diapresiasi UNESCO. Melalui pendekatan kebijakan tersebut, Indonesia berhasil memberantas Tiga Buta. Program nasional ini telah dijadikan success story bangsa Indonesia untuk adopsi bangsa lain.

Meraih Noble Prize
Dalam kajian makro, efek Kebijakan SD Inpres khas Indonesia ini, ternyata telah menjadi lahan subur bagi para peneliti dunia bidang ekonomi. Banyak riset internasional yang mengkaji perkembangan ekonomi masyarakat diamati dari raihan pendidikan dan kesehatan masyarakat yang dialaminya. Termasuk bagaimana efek kebijakan pembangunan SD Inpres bisa memberikan pengaruh signifikan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin.

Tiga ekonom kaliber dunia berkebangsaan Amerika Serikat yaitu : Esther Dufo, Abhijt Banerjee dan Michael Kremer pada tahun 2019 meraih Hadiah Nobel (Noble Prize) bidang Ekonomi. Esther Dufo – profesor di Massachuset Intitute of Technogy (MIT), salah seorang periset yang meraih Nobel Prize ini melakukan penelitian SD Inpres. Judul penelitiannya Schooling ang Labour Market Consequences of School Construction in Indonesia: Evidence from an Unusual Policy Experiment. Riset yang dilakukan Dufo dkk tentang Kebijakan Pendidikan SD Inpres ini telah mengantarkan mereka untuk meraih Nobel Prize di bidang Ekonomi. Bila teman teman tertarik dengan hasil riset tersebut akan saya kirim papernya (Dinn Wahyudin)
Selamat berakhir pekan sahabat!