Babak Baru Untuk Para Sarjana
|Oleh :
Dadan Ridwan
(Mahasiswa PKn FPIPD UPI 2013)
Sudah menjadi tradisi di setiap Perguruan Tinggi berakhirnya masa pendidikan selalu ditandai dengan acara wisuda. Suatu kemasan pelepasan mahasiswa dalam bentuk seremonial yang khidmat dan anggun, malah kadang di beberapa Perguruan Tinggi prosesi wisuda diselenggarakan dengan kesan mewah dan glamour.
Bagaimanapun wisuda bagi seorang mahasiswa adalah saat bersejarah dalam hidupnya, karena itu merupakan manifestasi dari pengakuan publik terhadap kerja keras yang dilakukan selama masa kuliah. Semua kerja keras berupa materi dan non-materi seperti mencapai titik klimaks ketika sudah resmi berpindahnya seutas tali di toga dari arah kiri ke arah kanan. Hal ini berarti usaha keras selama kuliah terbayarkan lunas dengan diakuinya kita sebagai sarjana pada bidang kopetensi masing-masing.
Bukan perkara mudah tentunya bagi kita untuk bisa nyaman dalam posisi tersebut. Proses kuliah, tugas dari dosen, organisasi, pengerjaan skripsi, dan setumpuk kegiatan akademis lainnya dicicil sedikit demi sedikit dalam tiap semesternya. Seolah terbayar tuntas ketika kita dengan khidmat melewati prosesi kelulusan tersebut. Deru haru bercampur kegembiraan seolah tumpah ruah dalam momen tersebut. Energi tersebut seolah menjalar kepada tiap-tiap individu yang hadir, khususnya orang yang kita sayangi.
Namun wisuda bukanlah akhir dari suatu proses pembelajaran. Tetapi, justru merupakan babak baru untuk para sarjana muda dalam menghadapi kerasnya kehidupan. Gelar sarjana yang telah didapatkan akan menempatkan mahasiswa pada jajaran elit masyarakat yang diharapkan mampu tampil sebagai “agent of change” bagi komunitasnya. Begitu pula orang tua akan menaruh banyak harapan dengan wisuda anaknya. Selama masa studi, merekalah yang membiayai. Hal yang wajar bila kemudian mereka berharap tuntasnya jenjang pendidikan anak bisa mendongkrak status sosial keluarga, dan atau segera diikuti dengan hal konkrit semisal diraihnya bidang kerja yang mapan.
Dengan demikian, tak heran apabila untuk sebagian sarjana ketatnya persaingan di dunia pekerjaan menjadi sebuah kehawatiran tersendiri, hal ini dikarenakan setiap tahun lebih dari seribu orang para sarjana baru diluluskan oleh perguruan tinggi, sedangkan lapangan pekerjaan yang ada sangat terbatas. sehingga banyak para sarjana yang bekerja tidak sesuai dengan ilmu yang ditekuninya bahkan ada pula yang sangat kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan yang diinginkan.
Lirik lagu “Sarjana Muda” ciptaan Iwan Fals memang seperti cerminan para penganggur intelektual, yang setiap penggalan katanya “dipilih” sebagai pesan bagi Presiden “terpilih” untuk menuntaskan masalah pengangguran ini. Melalui syair lagu itu, iwan fals mencoba menggambarkan bagaimana seorang sarjana yang telah berusaha untuk memperoleh title yg di idam-idamkanya selama empat tahun lebih, namun setelah lulus seorang sarjana itu selalu mendapat kegagalan dalam mencari pekerjaan, lagu ini secara tekstual juga menyimpulkan bahwa ijazah seorang sarjana tidak menjadi jaminan seseorang untuk meraih cita-cita yang di inginkanya.
Di lingkungan masyarakat mahasiswa ibarat tunas yang selalu menjadi harapan dan penerus dari segala perjuangan untuk membangun sebuah peradaban. Mahasiswa sebagai insan yang menjadi tumpuan harapan bangsa, ide-ide brilian yang mengalir dari pemikirannya sangat begitu diharapkan untuk mampu mencetuskan sebuah gagasan inovatif melintasi batas kreativitas yang tak pernah lekang oleh waktu.
Seekor kupu-kupu cantik baru bisa terbang dengan cantik setelah melalui sebuah perjuangan yang cukup berat dan dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam sebuah metamorfosis yang luar biasa. Bermula dari ulat, kepompong kemudian pelan-pelan ulat berusaha sekuat tenaga keluar dari lubang kecil. Melalui lubang kecil, sayap kupu-kupu mulai terbang sempurna. Ia dapat terbang dan memperoleh kebebasannya. Tanpa disadari, ulat telah menjadi kupu-kupu cantik sesuai warnanya. Layaknya kupu-kupu, mahasiswa yang sudah bertitel sarjana tidak hanya sekedar mengikuti siklus kehidupan yang telah ada di masyarakat. Tetapi, mahasiswa harus mampu mengambil titik baik yang didapatkan selama proses perkuliahan untuk mampu membawa perubahan kearah yang lebih baik.
Jika ilmu adalah cahaya, maka cahaya itu akan memberi penerang dari gelapnya kebodohan. Tentunya orang yang telah wisuda adalah orang yang telah merdeka akal dan hatinya. Sehingga ia akan memiliki pengetahuan yang tinggi melangit, namun dengan hati yang selalu membumi dan siap melayani.
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh J. Sumardianta, dalam bukunya “Guru Gokil Murid Unyu” bahwa sejatinya hidup adalah pengabdian, dan semangat dari bekerja yang sesungguhnya bukanlah mencari kepuasan, tetapi melayani. Senada dengan hal ini adalah Gandhi yang mengatakan “To make ourself meaningful in life, is to serving other.” Untuk membuat diri kita merasa berarti adalah dengan melayani orang lain. Itulah tugas mereka sebagai manusia yang terdidik, seharusnya menjadi manusia yang tercerahkan dan murni, dengan segala pengetahuan dan mental yang telah terbimbing, mereka yang siap memberi kepada masyarakat.