Brexit, Musibah atau Anugerah ?

Bandung, UPI.

Pencabutan keanggotaan United Kingdom dari Uni Eropa yang lebih dikenal dengan Brexit (British Exit) merupakan proses penarikan United Kingdom dari Uni Eropa sebagai hasil dari referendum Brexit sejak Kamis 23 Juni 2016. Referendum Brexit ini diadakan untuk memutuskan apakah United Kingdomharus meninggalkan keanggotaannya atau tetap tergabung dalam Uni Eropa. Referendum ini diikuti oleh 30 juta pemilih, yang berarti partisipasi total didalamnya mencapai 71,8% dari penduduk yang memiliki hak pilih di United Kingdom , hasilnya adalah 51,9% memilih untuk keluar dari Uni Eropa dan 48,1% memilih untuk tetap tergabung dengan Uni Eropa.

Referendum Brexit melahirkan kekhawatiran besar di kalangan lembaga pendidikan tinggi. Beberapa Universitas di United Kingdom sejak awal telah menetapkan pilihan untuk tetap tergabung dalam Uni Eropa. Hal ini dikarenakan pendidikan tinggi merupakan salah satu sektor penting di United Kingdom. Menurut laporan dari Universities United Kingdom (UUK) pada tahun 2015, memperkirakan bahwa sektor ini berkontribusi sebesar £ 10.71 milyar dari pendapatan ekspor pada tahun 2011, atau sekitar 10 persen dari total ekspor jasa layanan di United Kingdom . Hal ini merupakan aset strategis untuk ekonomi, dengan kegiatan penelitian yang sangat penting terhadap inovasi di lembaga pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi juga seringkali menjadi penyedia lapangan pekerjaan utama dalam skala lokal di mana mereka berada.

Demikian ungkap Prof. E. Aminudin Aziz, M.A., Ph.D., Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia ketika ditemui saat memberikan kuliah umum yang diberi tema “Pendidikan Tinggi United Kingdom Pasca British Exit (Brexit) dan Peluangnya bagi Institusi Pendidikan Tinggi Indonesia”, (Selasa,04/09/2018), di Auiditorium Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

 “Tidak ada satu pun Perguruan Tinggi di United Kingdom yang setuju dengan Brexit, karena mereka telah mengetahui akan mengalami kerugian yang sangat besar yang akan ditandai dengan eksodus para mahasiswa dari negara-negara eropa  akan keluar dari United Kingdom sehingga semua perguruan tinggi akan mengalami kekurangan mahasiswa yang sangat signifikan”. Ujarnya.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa selain Brexit dapat memberikan ancaman berupa berkurangnya jumlah siswa dari negara-negara Uni Eropa, juga akan mengalami hilangnya pendanaan penelitian dari Uni Eropa, kemudian hilangnya kemampuan sektor ini untuk mempekerjakan pekerja dari negara-negara Uni Eropa, dan akan berdampak pada kemampuan para siswa United Kingdom (UK) untuk melanjutkan studi di negara-negara Uni Eropa.

Menurutnya, di tengah kekhawatiran lembaga Pendidikan Tinggi di UK pasca Brexit, terdapat berbagai peluang yang dapat dimanfaatkan bagi Institusi Pendidikan di Indonesia. Prof. Amin telah melakukan berbagai negosiasi dengan para pimpinan Universitas yang tersebar di UK, salah satunya yaitu dengan melakukan pengiriman para mahasiswa asal Indonesia yang mendaftar untuk melakukan studi di berbagai kampus di sana dengan biaya pendidikan yang lebih murah dan masa studi yang dipersingkat. Setelah melakukan berbagai pertimbangan, hal ini disetujui mengingat signifikansi berkurangnya jumlah mahasiswa yang tersebar di berbagai kampus di UK cukup besar.

Hal ini sudah dibuktikan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang sudah mulai mengirimkan dosen-dosennya untuk menempuh studi baiuk S2 dan S3 di berbagai perguruan tinggi di UK dengan biaya pendidikan yang rendah dan masa studi yang singkat. “Skema ini cukup berhasil dan saya harapkan dapat memfasilitasi perguruan tinggi yang lain untuk memanfaatkan momentum ini dengan turut mengirimkan para dosen dan mahasiswa untuk dapat menempuh studi disana ntuk mengulang kisah sukses seorang Samuel dan Sandoko, seorang Juara dunia Olimpiade Fisika yang sedang menempuh gelar Ph.D., di Oxford University”. Tambahnya.

Dalam pembukaan kuliah umum ini, Wakil Rektor Bidang Keuangan, Sumber Daya dan Administrasi Umum, Dr. H. Edi Suryadi, M.Si., juga menyampaikan  bahwa tema ini merupakan isu menarik yang dapat diambil kebermanfaatannya bagi UPI dalam mengambil peluang pengembangan pendidikan bagi UPI melalui peran Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di United Kingdom. Prof. Amin juga berharap untuk dapat dimanfaatkan oleh para dosen, mahasiswa dan peneliti khususnya dari UPI untuk dijadikan jembatan penghubung program internasionalisasi kampus khusunya UPI.

Selain itu, ada empat poin kerjasama pendidikan yang dapat dilakukan UPI dalam konteks student and staff mobility, yaitu dengan melakukan Joint Research and Publications, Joint Degrees, Joint Supervisions, dan Credit Earnings/Transfer. Dalam pidato penutup kegiatan kuliah umum ini, Rektor UPI Prof. Dr. H. R. Asep Kadarohman, M.Si., yakin bahwa jika kita dapat merealisasikan berbagai skema kerjasama, mengingat ini merupakan peluang yang sangat besar yang harus dapat dimanfaatkan oleh para dosen, mahasiswa dan karyawan UPI dalam pengembangan internasionalisasi pendidikan. (ay)