Dewi Kezaliman Mengakhiri Masa Kebobrokan Indonesia

10Bandung, UPI

Sejumlah mahasiswa Fakultas Pendidikan Seni dan Desain Universitas Pendidikan Indonesia terlibat dalam pentas seni “Mulat Sarira Nagri Parahyangan” di NuArt Sculpture Park di Jln. Sutra Duta Kencana II/11 Bandung, Kamis (17/3/2016) malam. Drama teatrikal menggambarkan kehidupan pahit Indonesia yang semakin mencapai puncak kebobrokannya, sehingga muncul Dewi Kezaliman. Dewi Kezaliman inilah digambarkan dalam patung karya I Nyoman Nuarta yang diharapkan menjadi akhir dari drama pahit Indonesia, menuju Indonesia yang sejahtera.

Munculnya “Dewi Kezaliman” yang diarak Ogoh-Ogoh merupakan perlambang puncak kebobrokan Indonesia. Aktivitas yang disebut pembangunan justru berubah menjadi perusakan. Maka tak heran, perambah hutan secara semena-mena menjarah kayu, membakar lahan, dan menelantarkan masyarakat di sekitar. Hutan Indonesia yang diharapkan menyumbang oksigen sebagai paru-paru dunia justru menyumbang asap yang menjadi petaka.2

“Di sektor lain, kebudayaan kita semakin tercerabut dari akarnya. Kita lebih suka mengadopsi budaya asing, sedangkan nilai adiluhung kita tersingkirkan. Demikian juga sektor ekonomi, budaya, politik, dan seluruh sendi kehidupan semakin ironis. Muncul Dewi Kezaliman harus menjadi penanda, semua itu harus berakhir. Saatnya menuju Indonesia yang lebih baik,” kata I Nyoman Nuarta usai menampilkan  pentas seni “Mulat Sarira Nagri Parahyangan” di NuArt Sculpture Park di Jln. Sutra Duta Kencana II/11 Bandung, Kamis (17/3/2016) malam.

Pentas seni yang dibuka Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anis Baswedan dihadiri Wakil Bupati Bandung Barat Drs. H. Yayat T Soemitra; Dekan Fakultas Pendidikan Seni dan Desai UPI, Dr. Zakaria Sukarya Soetedja, M.Sn.;Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia ke-19 (Kabinet Indonesia Bersatu), Fahmi Idris; Mantan Wakil Kepala Staf (TNI) Angkatan Darat  Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri; tokoh hak asasi manusia (HAM) Harbrinderjit Singh Dillon (H.S. Dillon); para seniman; dan sekitar 500 orang penikmat seni.5

Pentas “Mulat Sarira Nagri Parahyangan” dimulai dari selebrasi di halaman NuArt yang terbuka dan dalam suasana gelap. Meskipun hujan kecil terus turun, acara tetap berjalan dengan khidmat. Bahkan, hujan rintik-rintik menambah khidmat acara. Para pembicara yang naik di stage terpaksa menggunakan payung. Selebrasi ditandai dengan pembukaan selubung pohon terselubung yang melambangkan hutan subur Indonesia yang menjadi kebanggaan dunia. Namun secara tiba-tiba, sejumlah “preman” datang dan membakar pohon-pohon yang tengah dijadikan paru-paru dunia itu.

Aktivitas pengunjung pun pindah ke halaman dalam NuArt Sculpture Park. Penikmat seni kemudian pun disuguhi drama tari dengan musik bernuansa Sunda, Jawa dan Bali. Di ruang galeri, pengunjung dapat menikmati lukisan, patung karya I Nyoman Nurarta, serta barang seni lainnya.

Setelah menikmati karya seni yang bernilai tinggi dan bersifat filosofis, pengunjung kemudian berpindah tempat dan kembali mendapatkan suguhan pentas seni. Inilah puncak ekspresi Pematung I Nyoman Nuarta menyampaikan kritiknya terhadap kondisi social budaya di tanah air. “Bung Karno” yang berjas dan mengenakan payung pun berpidato menjelaskan kembali tujuan para founding fathers mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dia begitu gelisah dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bertanah air.8

“Demokrasi bukanlah tujuan, tapi hanyalah sarana dan cara. Tujuan utama Indonesia adalah kesejahteraan rakyat. Maka, jika Anda punya bunga Melati, sumbangkanlah Melati untuk bangsa dan negara. Sumbangkan yang kita miliki untuk kejayaan negeri,” kata “Bung Karno”.

Pada puncak kemirisan dan kegalauan akan perkembangan Indonesia kini, “Bung Karno” pun kemudian mengutuk negeri ini dengan kehadiran Dewi Kezaliman. Para buta dan raksasa serta setan pun muncul dari kegelapan berpesta pora. Sebagian lain mengarak Ogoh-Ogoh ala Bali. Rupanya, yang diarak adalah Patung Dewi Kezaliman itu.

Untung, I Nyoman Nuarta segera muncul dan mengakhiri pentas dengan membangkitkan semangat dan optimisme. Dewi Kezaliman harus menjadi puncak kebobrokan Indonesia. Setelah ini, semua sudah berakhir. Tinggal Indonesia menuju kesejahteraan dan kebahagiaan. (WAS)