Dorong Pendekatan Resolusi Konflik dalam Mengatasi Kekerasan di Sekolah, Program Studi Pendidikan Sosiologi Gelar FGD dengan Pendekatan Education for Peace and Sustainable Development (EPSD)

Bandung, UPI

Tim Peneliti Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang terdiri dari Prof. Dr. Elly Malihah, M.Si., dan Prof. Dr. Bunyamin Maftuh, M.Pd., M.A., telah berhasil menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang membahas dan mengembangkan Model Pemetaan dan Penyusunan Model Resolusi Konflik Education for Peace and Sustainable Development (EPSD), Selasa (6/8/2024).

Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengatasi kasus kekerasan di sekolah dengan mengembangkan pendekatan resolusi konflik yang holistik dan berbasis pada prinsip-prinsip pendidikan untuk perdamaian dan pembangunan berkelanjutan. Dengan menganalisis pola dan penyebab kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah, diharapkan model yang dihasilkan dapat memberikan solusi yang efektif untuk mencegah dan menangani kekerasan, serta mempromosikan suasana belajar yang aman dan mendukung bagi semua siswa.

FGD ini dihadiri oleh guru-guru di Kota Bandung pada setiap tingkatan pendidikan yaitu, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang memberikan pengalaman dan praktik baik mereka dalam mengatasi kekerasan di sekolah.

Kehadiran narasumber fasilitator nasional Program ROOTS, Sabarina Nur Sarah, M.Pd., dan Pathah Pajar Mubarok, M.Pd., juga memberikan perspektif baru dalam pengembangan model resolusi konflik, yang memperkaya diskusi dan menghasilkan solusi inovatif yang dapat diimplementasikan di lingkungan sekolah untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi siswa.

Salah satu hasil penting dari FGD ini adalah pengembangan model pemetaan dan penyusunan resolusi konflik yang berfokus pada pelibatan siswa sebagai agen perubahan dalam menangani kekerasan di sekolah. Berdasarkan Asesmen Nasional Tahun 2022 dari Kemendikbud, sekitar 20% anak laki-laki dan 25,4% anak perempuan usia 13-17 tahun mengaku telah mengalami setidaknya satu jenis kekerasan dalam 12 bulan terakhir di sekolah. Dalam menghadapi tantangan ini, pelibatan siswa sebagai agen perubahan melalui pendekatan peer support dapat menjadi solusi efektif. Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian siswa terhadap isu kekerasan, mendorong tindakan pencegahan, dan menciptakan lingkungan sekolah yang lebih aman dan inklusif. Pendekatan ini melibatkan sosialisasi teman sebaya dan mekanisme kotak saran, yang dirancang untuk memberikan ruang bagi siswa untuk saling mendukung dan berkontribusi dalam upaya pencegahan kekerasan, serta mempromosikan budaya sekolah yang positif.

Temuan FGD penting lainnya adalah berkembangnya jenis kekerasan yang saat ini terjadi di lingkungan sekolah seperti perundungan di media daring, perundungan verbal, dan perundungan senioritas menjadi tantangan tersendiri yang dihadapi oleh sekolah. Jenis-jenis kekerasan ini menjadi tantangan tersendiri yang dihadapi oleh sekolah, karena sering kali mereka memerlukan pendekatan dan strategi yang berbeda dibandingkan dengan bentuk kekerasan tradisional. Perundungan di media daring, misalnya, melibatkan penggunaan platform digital untuk melakukan pelecehan atau intimidasi, yang sulit dikendalikan dan sering kali memiliki dampak psikologis yang mendalam pada korban. Sementara itu perundungan verbal, termasuk ejekan atau kata-kata kasar, dapat merusak harga diri dan kesejahteraan emosional siswa, sedangkan perundungan senioritas, di mana siswa yang lebih senior menyiksa atau menindas siswa yang lebih muda, menciptakan lingkungan sekolah yang tidak aman dan tidak inklusif. Penanganan masalah-masalah ini memerlukan pemahaman yang mendalam tentang dinamika kekerasan modern dan pengembangan strategi yang efektif untuk mencegah dan menangani setiap jenis kekerasan, termasuk melalui pelatihan, kebijakan yang jelas, dan dukungan bagi korban.

Dengan hasil yang telah dicapai dalam FGD ini, menjadi temuan yang dapat dasar untuk dirancang model dan pendekatan resolusi konflik yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Model dan pendekatan ini diharapkan dapat mengintegrasikan prinsip-prinsip pendidikan perdamaian dan pembangunan berkelanjutan secara efektif di setiap tingkat pendidikan, serta meningkatkan kemampuan siswa dalam mengatasi dan menyelesaikan konflik secara konstruktif.