Dosen Prodi FTV UPI Berbicara Seni Media Baru di Pameran Influx Inaguration

Bandung, UPI

Universitas Pendidikan Indonesia adalah sebuah institusi besar, di dalamnya terdapat kekayaan intelektual sebagai investasi masa depan. Dalam bidang seni, UPI memiliki sumber daya manusia yang diperhitungkan sepak terjangnya di tingkat nasional dan internasional. UPI perlu memberikan disposisi atas hal ini dengan membuka ruang bagi dunia seni di UPI sebagai salah satu bidang yang dapat meningkatkan rangking universitas. Sebagai wujud nyata dalam bidang seni, belum lama ini salah satu dosen Prodi Film dan Televisi FPSD UPI turut serta dalam kegiatan Pameran Influx Inaguration, Pameran karya audio visual dari sejumlah seniman yang berasal dari Bandung, Jakarta, Yogyakarta, dan Bali, yang digelar hingga 7 Februari 2021 bertempat di Galeri Ruang Dini, Jalan Anggrek, Kota Bandung.

Erik Muhammad Pauhrizi (39). Dalam pameran ini Ia menampilkan judul karyanya, ”100______” untuk sebuah karya video berdurasi 11 menit. Angka ”100” itu dipetik dari naskah drama karya Putu Wijaya berjudul, Je p re t. Di situ dikisahkan, seorang bupati menolak untuk diberitakan sebagai orang yang menduduki urutan ke-100 terkaya. Ia menghubungi editor media yang ingin menerbitkan berita tersebut. Kemudian diubahlah ia menjadi orang yang menduduki peringkat pertama dari 100 orang terkaya di wilayahnya. Setelah diberitakan, sang bupati pun berang. Ia menolak untuk diberitakan sebagai orang terkaya sekaligus menolak kalau disebutkan berada di peringkat paling bawah dari 100 orang terkaya di wilayahnya.

Erik mengulik naskah teater ini sebagai pembacaan ulang estetika gambar bergerak. Ia mempertemukan pemahaman praktik teater, film, seni video, seni musik, dan seni cahaya. Erik menyajikannya dengan pendekatan kritik Sinema Ketiga, sinema yang berkembang di negara-negara pasca-kolonialisme Barat.

”Kami meminjam, memainkan, dan merekam sebuah naskah monolog Putu Wijaya, di mana tiga sampai empat tubuh karakter di dalam naskah tersebut dimainkan. Ini untuk mengaktifkan respons kuasa ideologi teknologi pencahayaan dalam membentuk tubuh karakter yang abstrak, aktual, dan menjadi sebuah representasi tubuh ruang dialog di depan mesin perekam gambar gerak,” demikian Erik memaparkan proses karyanya itu.

Sederhananya, penikmat ingin diajak menikmati citra gambar bergerak dalam tiga tahap. Setiap tahap bisa dinikmati di layar monitor. Tahap pertama, berupa citra pencahayaan sebagai gambar bergerak mengikuti alur naskah. Pola warna diriset dari tata cahaya adegan pentas teater. Tahap kedua, citra gambar dipadu dengan alunan suara alat musik flute. Pada tahap ketiga, perpaduan citra gambar, suara flute, dan naskah drama. ”Ini sebagai proyek eksperimentasi untuk meruntuhkan batasan antara penonton dan panggung,” ujar Erik.

Erik Muhammad Pauhrizi adalah dosen muda di prodi Film dan Televisi FPSD UPI, pengalamannya sebagai seorang seniman media baru telah dijalanani bertahun-tahun, demikian pula pengalaman berpameran telah sampai Eropa, Amerika dan Asia. Dalam bidang akademik Erik memperoleh S2 Diplomfür Bildende Künste, Film Program Study, Hochschule für Bildende Künste Braunschweig, Germany. Dan untuk S3 praktik Meisterschüler für Bildende Künste, Film Program Study, Hochschule für Bildende Künste Braunschweig, Germany. (Won Meisterschüler Jury Prize and Scholarship).

Sebagai dosen muda di Prodi FTV FPSD UPI, Erik merasa ide dan gagasannya  dapat lebih luas dituangkan, karena di lingkungan Fakultas Pendidikan Seni dan Desain terdapat beragam bidang seni yang lebih lengkap. Berdasarkan hal tersebut dalam karya ini erik berkolaborasi dengan dosen FTV UPI, Dedi Warsana (monolog) dan Hery Supiara (musik).

Sementara itu, Ketua Prodi Film dan Televisi FPSD UPI Dr. Hery Supiarza. M.Pd,. menyampaikan “Guru yang seniman itu keren!, sebagai seorang dosen seni tentu hal ini akan memberi rasa percaya diri kepada mahasiswa sebagai anak didiknya”. (Heri Udo)