Dr. Supriadi, M.Pd. Memupuk Karakter Mandiri dari Kecil

Ilmu mah teu berat dibawa.” Satu kalimat namun penuh makna. Itu adalah sedikit nasihat yang diberikan orang tua Supriadi yang membuatnya semakin bersemangat menuntut ilmu. Dr. Supriadi, M.Pd. adalah salah satu dosen Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Serang, Banten, yang baru saja diwisuda dan mendapatkan gelar doktor. Di usia yang masih relatif muda, Supriadi bisa menyelesaikan S3 Pendidikan Matematika di UPI.

1Sedari kecil, Supriadi sudah terbiasa hidup mandiri, dan membiayai sekolah dan kuliahnya sendiri. Lahir di rumah bilik, ayahnya hanya seorang montir dan ibu bekerja di rumah makan membuat Supriadi kecil dan kedua adiknya yang sekarang sudah menjadi sarjana hidup mandiri. Bahkan selama menempuh pendidikan S1, S2 dan S3, Supriadi membiayai pendidikannya dengan hasil kerja kerasnya sendiri. Supriadi beranggapan bahwa hidup mandiri harus dipupuk dari kecil, harus dibiasakan melakukan semuanya sendiri dan berusaha sendiri untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

Rasa senang belajar dan ingin menjadi orang pintar timbul sejak dari SD. Walaupun dari keluarga sederhana, namun Supriadi mempunyai cita-cita yang tinggi apalagi sejak dari SD sampai SMU Supriadi selalu mendapat ranking di kelas. Teringat ketika ada salah satu guru yang mengatakan bahwa dia akan menjadi orang sukses, dan ternyata apa yang dikatakan guru tersebut menjadi doa untuk Supriadi, terbukti sekarang Supriadi sudah menjadi doktor.

Dosen kelahiran Bandung, 17 Juli 1979 ini ketika kelas IV SD berjualan kue di sekolah. Dia berjualan kue untuk membantu orang tuanya, karena usaha ayahnya kurang maju dan ibu Supriadi harus bekerja lebih keras untuk menghidupi keluarga dan mencari uang untuk biaya sekolah dia dan kedua adiknya sehingga Supriadi harus membantu keluarganya dengan berjualan kue keliling. Dia mengantar jemput kue yang dijual di sejumlah warung sampai menghitung uang kue. Kue yang dijual Supriadi adalah kue basah yang dibuat ibunya seperti kue nagasari, bugis dan lain sebagainya.

Banyak orang yang menyindir Supriadi untuk tidak bercita-cita terlalu tinggi, mengingat keadaan keluarganya. Namun dia bersemangat menjadi sarjana dan tetap bercita-cita tinggi karena teman, guru bahkan orang tuanya selalu memberikan motivasi. Orang tuanya selalu mengatakan, “Sok cita-cita mah luhur asal jujur, tur getol, rejeki mah pasti aya sing yakin ka Allah.”

Walaupun kedua orang tuanya hanya lulusan SD, namun mereka ingin anaknya menjadi sukses. Mereka tidak ingin Supriadi dan adik-adiknya hidup susah seperti orang tuanya. Oleh karena itu, orang tuanya selalu memberi nasihat untuk tetap bersekolah dan menuntut ilmu setinggi mungkin. Karena jika sudah mendapkan ilmu, ilmu tidak susah dibawa ke mana pun. Sebaliknya banyak dibutuhkan oleh orang banyak.

Supriadi sangat bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT kepadanya karena seminggu setelah menikah dengan gadis Pandeglang yang merupakan puteri Kiai Supriadi mendapat kabar dari Bandung bahwa dia lulus CPNS. “Subhanallah tidak ada alasan untuk ingkar atas nikmat Allah, karena semua ini juga tidak lepas dari doa kedua orang tua saya,” katanya.

Selain itu, Supriadi juga menyampaikan terima kasih kepada Pak Abdurahman, ustad di Kampus UPI yang banyak membantu dan mengarahkannya dalam mencapai karier. Setelah mendapat gelar doktor, Supriadi berencana menjadi profesor dan menjadi dosen yang lebik baik lagi. Namun jika suatu saat nanti dia diberi amanah menjadi peminpin, maka Supriadi akan mencoba memegang amanah tersebut dengan baik.

Supriadi berpesan kepada seluruh mahasiswa UPI agar tidak takut bermimpi dan bercita-cita tinggi, karena dengan usaha, kerja keras dan doa apa yang dilakukan akan menuai hasil. Dia berpesan untuk tidak lupa menjadikan menuntut ilmu itu sebagai kewajiban. “Dari sekarang sampai tua nanti jangan pernah putus menuntut ilmu, karena ilmu tidak berat dibawa malah kita akan banyak mendapatkan manfaatnya,” ujarnya. (Ilma Tanfiziyah)