Enam Mahasiswa UPI Sajikan Komposisi Musik Kontemporer
|Bandung, UPI
Sebanyak lima mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Musik Angkatan 2021 dan satu mahasiswa Program Studi Musik Fakultas Pendidikan Seni dan Desain (FPSD) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menampilkan karya tugas akhir dalam bentuk Pertunjukan musik bertajuk “Pertunjukan tugas akhir Penciptaan komposisi musik kontemporer” yang digelar di Amphiteater UPI pada Selasa (29/4/2025). Konser ini terbuka untuk umum dan berhasil menarik perhatian penonton dari kalangan akademisi, mahasiswa lintas fakultas, pegiat seni, hingga masyarakat umum.
Enam mahasiswa tersebut yakni M. Rifki Arfian, Fiqri Hidayatusyafar, Eki Oktavian, Hamdah Hafidah, Arif Rachman dan Wildan Waliyudin, menampilkan masing-masing satu karya hasil eksplorasi musik mereka selama menempuh studi di Pendidikan Seni Musik dan Musik UPI. Tugas akhir berbasis penciptaan ini menjadi bentuk capaian akademik mahasiswa, yang tidak hanya mengedepankan kemampuan bermusik saja, akan tetapi juga proses kreatif berfikir mahasiswa sehingga mampu menciptakan karya yang luar biasa ini.
Suasana hening di dalam Amphiteater UPI serta terangnya lampu yang menyoroti panggung, mampu menghanyutkan mata dan telinga para penonton. Pembawa acara membuka acara pertunjukan ini dengan salam hangat kepada para penonton, lalu selanjutnya ada sambutan dari Dr.Dody M. Kholid, S.Pd.,M.Sn. sebagai Kepala Program Studi Pendidikan Seni Musik sekaligus sebagai pembuka daripada karya pertama. Pertunjukan dibuka oleh karya Wildan Waliyudin dengan judul “Mind”, sebuah komposisi musik dengan menggunakan alat musik tradisional yaitu Gamelan. Dengan memanfaatkan suara-suara lembut sampai dengan keras, karya ini menciptakan atmosfer yang berbeda namun banyak makna. Para penonton bahkan penguji dari para mahasiswa ini pun berdecak kagum setelah karya berakhir. Pembawa acara mengambil alih panggung dengan meminta tepuk tangan dari para penonton sebagai apresiasi dari karya sebelumnya.
Dilanjutkan oleh Eki Oktavian melalui karya “Gamelan Stratching”, yang menggabungkan teknologi dari pada musik digital dan Gamelan. Karya ini membaurkan antara seni tradisi dan seni modern dengan pengemasan yang menarik, menghadirkan pengalaman yang berbeda bagi para penonton terutama masyarakat umum yang baru pertama kali melihat kombinasi dari keduanya. Sama seperti sebelumnya, karya ini juga disambut tepuk tangan meriah dari para penonton. Adapun orang tua dari Eki Oktavian yang turut hadir pada pertunjukan dari tugas akhir anaknya ini. Dengan bangga kedua orang tua Eki, ikut bertepuk tangan dengan meriah Bersama para penonton lainnya. Selanjutnya pembawa acarapun mengambil alih kembali panggung untuk menyambut penampilan ketiga.
M Rifki Arfian membawakan “Baluweng”, sebuah eksplorasi suara yang ada pada bagian Bonang. Bonang sendiri adalah alat musik pukul tradisional khas Jawa Tengah yang terbuat dari logam seperti kuningan, perunggu, atau besi. Karya ini menggunakan Bonang sebagai suara yang dihasilkan, mulai dari tonjolan pada bagian atas bonang, samping bonang, hingga bagian dalam bonang. Suara yang dihasilkan sulit sekali dijelaskan oleh orang awam karena pola yang di hasilkan oleh para pemain sangat rumit. Namun hal itu tak membuat penonton meninggalkan tempat duduk, para penonton tetap berada ditempat dan masih menikmati karya ciptaan Rifki hingga karya berakhir dengan tepuk tangan meriah dari penonton.
Sementara itu, Hamdah Hafidah sebagai satu-satunya wanita pada pertunjukan hari ini, ia menghadirkan karya personal bertajuk “Sekarenggana” yang menggali penampilan melalui suara serta musik digital yang megah meski hanya seorang diri. Karya ini dirancang menggunakan teknik yang hampir sama dengan karya kedua yaitu Gamelan Stratching dari Eki, namun yang membedakan keduanya adalah Eki yang menggunakan Gamelan sedangkan Hamdah menggunakan Vokal dari suaranya sendiri. Dengan suara emasnya, Hamdah mampu membius penonton sehingga membuat para penonton bertepuk tangan dengan meriah. Meskipun sempat ada masalah dari operator, hal itu tak membuat Hamdah gagal dalam membawakan karyanya Sekarenggana.
Karya kelima, “Surup” oleh Arif Rachman, tampil seorang diri dengan menggunakan alat musik Kecapi. Suara lembut dan juga halus hasil dari petikan pada kecapi menembus telinga para penonton, karya dibawakan dengan gaya yang penuh ekspresi menciptakan suasana yang tenang dan harmonis. Penonton disuguhkan suasana yang tenang dan syahdu ini selama kurang lebih lima menit. Pembawa acara mengambil alih panggung setelah karya berakhir, menyerukan untuk bertepuk tangan sebagai bentuk apresiasi yang luar biasa dari karya Arif.
Sebagai penutup, Fiqri Hidayatusyafar menyuguhkan “Tilingsuite”, sebuah karya yang menggunakan alat musik Tilingtit salah satu jenis alat musik tradisional dari Jawa Barat dalam kesenian Reak atau Kuda Lumping. Para pemain dari karya ini berasal langsung dari Banten, kampung halaman Fiqri. Berbeda dari penampilan-penampilan sebelumnya, pada penampilan kali ini membawakan banyak sekali alat musik yang mungkin beberapa penonton baru pertama kali melihatnya, alat musiknya pun cukup banyak serta berukuran besar hingga memenuhi seluruh panggung dalam Amphiteater. Selain itu, adapun vokalis lelaki yang terlihat sudah paruh baya mengalunkan suaranya hingga mencapai nada tertinggi yang belum tentu wanita bisa melakukannya, hal itu membuat para penonton mengaga dan berdecak kagum. Karya terakhir menyugguhkan kurang lebih 12 menit, penampilan terlama dari lima pertunjukkan sebelumnya. Rifqi serta rekan-rekannya berhasil menarik perhatian penonton dari kalangan akademisi, mahasiswa lintas fakultas, pegiat seni, hingga masyarakat umum, berseru dan bertepuk tangan meriah. Pembawa acara mengapresiasi dengan berbagai pujian atas karya yang sangat luar biasa ini, serta mengucapkan banyak terimakasih kepada penonton yang telah datang dengan memeriahkan acara ini.
“Pertunjukan tugas akhir Penciptaan komposisi musik kontemporer” bukan hanya menjadi penanda selesainya studi akademik bagi keenam mahasiswa, tetapi juga pembuktian atas perjalanan panjang selama menempuh pendidikan di bidang seni musik. Dengan panggung terbuka, dan pendekatan kontemporer, konser ini membuktikan bahwa musik tidak hanya tentang melodi yang harmonis, tetapi juga tentang keberanian untuk menyuarakan sesuatu yang baru dan menggugah. (Salsabila Restu Evtiani Sunandar, Mahasiswa Pendidikan Seni Musik Angkatan 2023)