Hembusan Musara Kasimaeru

“Pagi ini udara mendung berawan. Suasana belajar mengajar di sekolah sebagian dilaksanakan tatap muka secara terbatas. Ombak laut saat ini kurang bersahabat, walau masih kategori gelombang sedang. Namun kami harus tetap waspada, karena cuaca bisa dengan cepat berubah. Apalagi minggu ini musibah gempa menimpa warga Pasaman Sumbar”. Demikian pesan WhatsApp yang saya peroleh dari seorang sahabat, Tarman S. Kepala SDN 30 Sinaka, Kecamatan Pagai Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai

SDN 30 Sinaka ini termasuk kategori sekolah yang terletak di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) di Kepulauan Mentawai. Jumlah guru 7 orang (3 guru ASN) dengan jumlah siswa yang harus dilayani sebanyak 51 orang.

Seperti layaknya sekolah 3T, suasana pembelajaran di SD ini sangat sederhana. Fasilitas belajar terbatas. Tak ada ruang perpustakaan, sumber listrik dengan diesel, dan tak ada koneksi internet.
Komitmen kami tetap membara : Di tengah kesederhanaan terpancar semangat siswa untuk belajar dengan bimbingan guru yang penuh semangat pengabdian. Siswa di sekolah kami adalah anak anak dari penduduk lokal pulau Pagai Selatan – satu gugus pulau bagian selatan Kepulauan Mentawai.

Musara Kasimaeru
Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan kabupaten kepulauan yang terletak memanjang di bagian paling barat pulau Sumatera. Ada 4 pulau besar yang berpenghuni yaitu pulau Siberut, pulau Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan. Mayoritas penduduknya berasal dari suku Mentawai dan suku Sakkudei dan suku Minangkabau yang masih menganut teguh tradisi masyarakat leluhur dan budaya setempat.
Di tengah kebersahajaan dan kepatuhan pada budaya lokal, masyarakat Mentawai sangat menghargai kebersamaan untuk kebaikan bersama. Ungkapan semangat Musara Kasimaeru tak sebatas slogan atau moto. Masyarakat setempat sangat mengedepankan kearifan lokal (genuine culture) guna merawat kerukunan dan persatuan bersama. Hampir tak ada konflik horisontal di Mentawai. Tradisi dan kearifan lokal masyarakat Mentawai menjadi perekat kehidupan, agar hidup rukun dan damai bagi sesama.
Dalam pembelajaran di sekolah, budaya lokal, bahasa ibu, dan tradisi seni budaya Mentawai menjadi muatan lokal yang diberikan kepada generasi muda di sekolah.

Seorang sahabat Dosen UI, ibu Pudentia MPSS(2021) berujar: tradisi, termasuk tradisi di Mentawai, merupakan warisan dan peristiwa sosial kemasyarakatan. Tradisi mengikat dan mempererat ikatan sosial dimana tradisi itu tumbuh, hidup, dan berkembang. Apa yang diaggap bernilai baik menurut budaya, berarti bernilai baik menurut masyarakat pemilik, dan dipercaya penting untuk diwariskan. Malah lebih jauh dari itu, tradisi lokal bukan hanya milik nasional, tetapi patut diapresiasi sebagai bagian peradaban dunia. Cultural heritage does not belong to one country but it belongs to civilization of the whole World.

Uji nyali Peselancar
Bila ada kesempatan, berkunjunglah ke Mentawai atau Bumi Sukerei. Nikmati deburan ombaknya yang eksotik, indah, dan bergelombang memanjakan mata. Dengarkan dan resapi deburan ombak yang bersahutan tanpa henti. Seolah ada bisikan gaib ucapan selamat datang dari penghuni Pantai selatan.
Bagi penggemar olahraga berselancar atau Surfing, Mentawai sering disebut satu di antara tiga terbaik dunia untuk berselancar setelah Hawaii dan Tahiti. Banyak peselancar dunia yang datang jauh jauh dari berbagai penjuru dunia untuk uji nyali bercengkrama dengan gelombang ombak yang spektakuler.
Surfing Magazine (2015) memberikan apresiasi pada sejumlah titik pantai di Mentawai yang memiliki sejumlah spot surfing terbaik. Rata rata ombak mencapai 4 -7 meter dengan 47 titik spot kategori eksekutif berskala internasional, sehingga Mentawai menjadi impian para peselancar dunia. Banyak peselancar dunia yang uji nyali dan bersahabat dengan plintiran gelombang laut yang memukau.

Ragam Clownfish
Bagi pengunjung lokal yang datang bukan untuk berselancar. Jangan kuatir. Banyak view alami yang memanjakan mata. Di sekitar deretan pulau Mentawai, selain terbentang keperkasaan laut ganas dan gelombang tinggi, di banyak titik pantai, terbentang nuansa alami yang eksotik.
Pengunjung disapa oleh pernak pernik dan warna warni kehidupan laut yang indah. Hamparan pohon kelapa, buaian hembusan angin, hamparan pantai putih menjadi fenomena alam tersendiri. Di beberapa teluk pulau, pengunjuk masih bisa melihat atraksi alami berbagai jenis ikan yang wara wiri menyambut para tamu. Berbagai jenis ikan clownfish, butterfly fish, pari totol biru, dan ragam ikan lainnya berenang bergerombol. Pengunjung seolah di dalam akuarium raksasa dengan aneka jenis kehidupan laut yang spektakuler.

Sensasi Kepiting Aggau
Untuk kuliner seafood Mentawai, coba cicipi sensasi Aggau Siboik boik atau kepiting rebus. Kepiting unik dengan banyak telor di perutnya menjadi menu khusus yang jarang ditemukan. Kepiting anggau yang diolah dengan bumbu tradisional, menjadikan menu fantastik yang istimewa. Rasa gurih dan bulir bulir telor kepiting sangat khas terasa di lidah. Apalagi bila menu kepiting merah ini disantap ketika masih hangat.

Konon, sang Kepiting Aggau Siboik hanya bisa ditemukan tiga kali dalam setahun. Yakni pada saat akan bertelur kepiting Aggau akan keluar dari sarangnya pada lubang di sepanjang pantai. Atau ketika kepiting berada di bawah pohon kelapa di sepanjang pantai. Pada saat itulah, penduduk setempat bisa berburu kepiting langka ini, untuk dijual atau dipasak sebagai makanan menu istimewa.

Cinta yang Kandas
Al kisah, ada seorang pemuda, Ilham namanya. Ia seorang Perawat honorer yang bertugas di pedalaman Mentawai. Dalam perjalanan hidupnya mengabdi sebagai bidan desa, ia jatuh cinta pada seorang gadis. Namun hubungan dua anak muda itu ternyata tak berujung sampai ke pelaminan. Sang gadis, pujaan hatinya berpaling ke lain hati. Cintanya Ilham kandas di tengah jalan. Akhirnya kedua remaja itu berpisah. Patah hati atau broken heart tak membuat Ilham putus asa. Ilham Sang bidan desa, tetap tegar dan bertugas mengabdi di pedalaman Mentawai.

Putus cinta tak membuat dia putus asa. Ia terus memacu semangatnya untuk berbuat yang terbaik. Dalam keterpurukan hatinya karena putus cinta, naluri pengabdian llham tetap membara. Ia terus memberikan layanan terbaik kepada masyarakat terpencil di Mentawai. Kebahagiaan pun akhirnya berpihak ke Ilham, seorang Bidan desa di pedalaman Mentawai. Ia diterima sebagai ASN di daerah terpencil tersebut. Seorang gadis lokal, diam diam meluluhkan hati Ilham. Skenarionya bisa ditebak : jadi Happy ending (Dinn Wahyudin)

Alur cerita di atas bisa disimak pada film yang berjudul Embun Gurun Pasir (2018) yang digagas PPNI Sumatera Barat. Bila penasaran, tonton deh cuplikan trailer filmnya di link https://www.youtube.com/watch.