IDR, mengenal sejarah dengan mereka ulang sejarah

Bandung, UPI2
Pasar Seni ITB adalah kegiatan yang diadakan pada tanggal 23 November 2014 di sepanjang jalan Ganeca, Bandung. Berbagai kegiatan berupa unjuk komunitas, pameran seni dan pertunjukan seni diadakan di sana. Tidaklah lupa juga banyaknya para penjual, mulai dari kerajinan tangan, pakaian sampai makanan lengkap tersedia di areal kampus Institut Teknologi Bandung ini.

Saat sore, beberapa orang sudah mulai ada yang keluar dari zona Pasar Seni. Namun hal itu tampak tidak mengurangi keramaian di areal Pasar Seni. Masih banyak orang yang lalu lalang dan stand-stand pun masih ramai dikunjungi. Di antara banyak stand komunitas yang unjuk diri di ajang tersebut. Ada sebuah stand komunitas yang menarik perhatian. Sebuah stand yang dipenuhi beberapa emblem Swastika milik Partai Nasionalis Sosialis Jerman, dan dijaga tiga orang prajurit yang sesekali sibuk memberi penjelasan kepada orang-orang yang penasaran dengan stand tersebut.

Stand tersebut rupanya ‘dijajah’ oleh para anggota legiuner asing Waffen SS (divisi elit Jerman di era Perang Dunia II). Namun Waffen SS yang ini tidak akan memberondong siapa pun dengan peluru tajam. Mereka hanya memberondong setiap orang yang penasaran dengan informasi seputar sejarah. Rupanya tiga penjaga tersebut merupakan anggota dari komunitas pecinta sejarah, Indonesian Reenactors atau IDR.3

“Komunitas ini didirikan dengan tujuan untuk meluruskan beberapa aspek dari sejarah yang mulai melenceng dan agar kita berkostum seperti ini agar bisa lebih dekat dengan sejarah aslinya,” tutur Arie, salah seorang anggota komunitas.

Komunitas yang didirikan sekitar tahun 2005 ini merupakan bentuk dari kecintaan sekelompok orang terhadap sejarah dan perasaan bahwa sejarah yang ada mulai dipelintir, terutama dengan munculnya banyak film-film barat yang selalu mengagungkan satu pihak. Sehingga IDR kala itu memutuskan untuk memfokuskan kegiatan reenactment atau reka ulangnya di satu bagian sejarah yang paling banyak dipelesetkan, yaitu sejarah PDII terutama dari pihak Jerman.

“Di IDR sendiri sebenarnya sekarang sudah banyak tema reenactment lain, seperti perang kemerdekaan Indonesia dan prajurit sekutu. Tapi untuk sekarang kenapa kita jejermanan, selain alasan keren, kita pilih tema ini sekarang karena memang inilah yang paling banyak diputarbalikan faktanya oleh barat.” Tutur Arie lagi.

Di stand yang tidak terlalu luas ini, mereka melakukan misi mulia mereka. Mencoba meluruskan pandangan setiap mereka yang lewat dan penasaran dengan berbagai fakta sejarah. Di ‘pos penjaga’ mereka yang telah dihiasi dengan emblem swastika yang telah dijelaskan diatas dan beberapa perlengkapan prajurit, juga ada sebuah TV yang menggambarkan kegiatan komunitas IDR ini.1

Di stand ini juga para pengunjung diperkenankan untuk mengenakan seragam yang sama dengan yang dikenakan oleh tiga ‘prajurit’ lainnya dan berfoto sambil menenteng senapan airsoft.

Arie berharap dengan adanya komunitas seperti ini, setiap orang bisa belajar sejarah dengan cara yang menyenangkan. Dengan kegiatan reka ulang, seseorang dapat merasa lebih dekat dengan tema sejarah yang ia perankan.

Komunitas ini sendiri telah memiliki sekitar lima puluh anggota aktif yang tersebar di seluruh Indonesia dan terbagi kedalam beberapa divisi kecil, sesuai dengan tema sejarah yang di perankan. Di media sosial sendiri IDR telah memiliki anggota sejumlah seribu orang, yang juga tersebar di seluruh Indonesia. (Mochamad Adi, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, FPIPS, UPI)