Ikan Bandeng Tim Nek Eni
|Jumat sore adalah waktunya rehat sejenak dari rutinitas kampus. Biasanya, saya merencanakan kegiatan untuk Sabtu dan Ahad akan melakukan apa saja. Kalau tidak keluar rumah untuk wisata, hal yang paling menarik buat saya adalah memasak dan berkebun, selain membaca buku favorit tentunya.
Sore itu, ada obrolan ringan dengan Intan, salah seorang staf Komunitas Biblioterapi Indonesia yang tengah googling cara memasak ikan pari asap..di tempat kelahirannya, disebut Ikan sembilang. Tiba-tiba memori saya meregresi ke masa lalu.
Ikan bandeng terasi ala Nek Eni. Itu yang pertama kali terbetik dalam memori. Muncul pop up visual ikan bandeng warna merah (dari terasi merah) dan rasanya yang pedas seketika menstimulasi bagian otak Medula Oblongata. Dialah yang bertanggung jawab atas refleks saliva ini. Mengirimkan sinyal ke kelenjar produksi air liur untuk memproduksi lebih banyak saat membayangkan Ikan Bandeng Tim ala Nek Eni. Pertama kali saya mencobanya ketika kelas 4 SD. Satu-satunya masakan pedas yang bisa diterima lidah saya kala itu.
Ikan bandeng tim (maksudnya mungkin steam) ini punya kisah romantisme yang menarik. Konon, Nek Eni berkisah bahwa Kakek saya, Van der Lee sangat suka kalau nenek masak Ikan bandeng tim terasi ini. Apalagi dimakan dengan nasi panas. Itulah yang membuat saya tertarik mencicipinya pertama kali di kelas 4 SD. Ternyata memang selezat itu!
Ikan bandeng tim Nek eni ini tidak pernah saya jumpai dimana pun! Ini masakan ciptaannya sendiri, yang menjadi favorit suaminya. Resepnya diturunkan ke mama dan juga saya. “Ah, rasanya kangen makan ikan bandeng tim ala nek Eni!”
Saya adalah pendengar setia kisah kehidupannya Nek Eni. Perjalanan hidupnya persis sinetron, banyak drama. Sama seperti Ikan bandeng, yang melambangkan kehidupan manusia yang berliku.
Ikan bandeng memiliki duri-duri yang banyak, ini menggambarkan perjalanan hidup yang penuh rintangan dan kesulitan. Benar saja. Jika selama ini saya tinggal menyantap Ikan bandeng tim dari racikan tangan beliau atau mama saya langsung. Namun, hari ini saya mencoba memasaknya sendiri. “jangan lupa bersihkan sisik ikan bandengnya”. “pelitek keun ngarah cucukna gampang dicabut” (tekuk badan ikannya supaya duri-durinya mudah diambil), kata mama saya dalam sesi video call semalam.
Membersihkan sisiknya, melipat badannya hingga keluar duri-duri tipisnya (yang dipastikan tidak akan bersih semua). Ketika menyantapnya pun perlu kesabaran. Tenang, dan tekun, sehingga hasil yang memuaskan dapat dinikmati. Hal ini juga mengajarkan untuk tidak putus asa dalam menghadapi segala rintangan, seiring dengan harapan akan rezeki yang tak akan pernah habis.
Bumbunya sederhana, mirip sambal terasi. Dengan teknik pematangan yang khas dan ada satu komponen bumbu racikannya. Ketika mengolahnya dengan cinta, sajian bandeng tim terasi ini punya cita rasa yang begitu lezat! Pantaslah jika kakek Van der lee selalu menantikan sajian ikan bandeng tim buatan nenek sebagai hidangan favorit!
Di kalangan Tionghoa, ikan bandeng juga menjadi tradisi imlek yang kaya makna. Dalam keyakinan mereka, kehadiran ikan bandeng sebagai menu santap bersama melambangkan keberuntungan, kemakmuran, harapan, dan kehidupan. Pasalnya, dalam bahasa Mandarin, ikan bandeng disebut yu atau yoo yang mirip dengan arti kata surplus atau berlimpah. Sehingga, tradisi ini diharapkan dapat membawa kemakmuran dan rejeki yang berlimpah di tahun baru. Sejarawan J.J Rizal, mengatakan tradisi ini tidak ditemukan dalam budaya Tionghoa di negara asalnya. Kemungkinan ada akulturasi budaya antara Betawi dan Tionghoa yang telah terjadi sejak abad ke-17.
Beruntung Nek Eni saat ini masih ada, beliau salah satu orang paling berpengaruh juga dalam perjalanan kuliah sarjana saya. Ada satu masa dimana beliau menjual gelang emasnya sebagai hadiah untuk saya karena diterima kuliah di DIIP Fikom Unpad. “Salametnya, ku enek didoakeun sing sukses, lancar…yeuh dijual weh keur nambah-nambah biaya kuliah” (selamat ya, didoakan semoga sukses, lancar…ini dijual saja untuk nambah-nambah biaya kuliah), seraya menanggalkan salah satu gelang emasnya lalu meletakkan gelang emas itu ke telapak tangan saya. Allohumma barik.
Mungkin kali ini saatnya saya mengabadikan kebaikan-kebaikan nenek saya melalui tulisan ini. Tulisan ringan akhir pekan yang diolah bersama cinta, rasa dan filosofi ikan bandeng ala nek Eni. Kelak saya berharap dapat mendaftarkan resepnya sebagai paten/ HKI, dan membuka restoran ikan bandeng mak Eni, semoga! Tertarik mencobanya? Salam ikan bandeng, salam mulia, berkah, berlimpah…!
Salam biblioterapi,Bunda Susan @susan_motherpreneur. Dosen Biblioterapi di Prodi Perpustakaan dan Sains Informasi, FIP UPI Bandung. Founder Komunitas Biblioterapi Indonesia @bibliotherapy.id. Penulis buku seri biblioterapi dan penyedia layanan biblioterapi. (Bandung Barat, 18 Mei 2024)