Implementasi KKN Pembelajaran Kolaboratif Hasilkan Incinerator Ramah Lingkungan

Bandung, UPI

Pembuatan incinerator ini didasari atas program yang dicanangkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Pendidikan Indonesia (LPPM UPI) di dalam implementasi KKN Pembelajaran Kolaboratif yang berorientasi pada 3R di dalam penanganan sampah sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Berdasarkan hal tersebut, teman-teman yang melaksanakan KKN memberikan masukan, 1 diantaranya adalah penanganan sampah yang sudah menggunung, yang tidak tertanggulangi, terutama sampah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Salah satu alternatif temuan yang dilakukan oleh mahasiswa yang KKN terutama mahasiswa UPI, menginisiasi dibentuknya mesin pembakar sampah yang aman dan ramah lingkungan.

Demikian ungkap dosen Departemen Pendidikan Teknik Mesin FPTK UPI yang juga pembimbing KKN Tematik Citarum Harum Sriyono, S.Pd., M.Pd., usai melakukan rapat koordinasi dan peninjauan lokasi penentuan titik penempatan Incinerator di Desa Cikidang Bayabang, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Kamis (16/1/2018). Dijelaskannya,”Berdasarkan hal tersebut, kami tim dosen di UPI mencoba menganalisis masalah yang sudah disampaikan dan kami juga melakukan observasi terkait kondisi riil terkait sampah yang ada di DAS Citarum. Kemudian kami melakukan studi banding dan mengkaji melalui beberapa literatur dan referensi yang ada terkait dengan mesin pembakar sampah ini, kami mencoba mendesain mesin pembakan sampah yang dalam hemat kami jauh lebih aman terhadap lingkungan tertutama kadar asap yang memang selama ini dikhawatirkan oleh banyak pihak. Kami coba realisasikan prototype dalam waktu 1 bulan, dan selanjutnya kami membuat incinerator seutuhnya. Hasilnya, lahirlah Ha-Run is-1 atau Hawu Runtah Incinerator Seri Ke-2.”

Pembuatan incinerator ini merupakan amanah dari mandat KKN Pembelajaran Kolaboratif, tegasnya, dan kami sudah menyelesaikan 3 incinerator. Selanjutnya dalam waktu dekat kami akan meng-install di titik-titik yang sudah ditentukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan seperti UPI, Pemerintah Daerah, serta Dansektor. Sementara ini kita concern di titik terjauh dulu yaitu Sektor 12. Lokasi ini sebetulnya garapan KKN mahasiswa dari Universitas Suryakancana, namun ada keterlibatan mahasiswa UPI juga. Ini sebagai bentuk kepedulian dan sinergitas antar perguruan tinggi yang memiliki rasa tanggung jawab yang sama di dalam mengimplentasikan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum.

Improvement yang kami lakukan berdasarkan studi empirik dan studi referensi, terutama dari segi desain, umumnya desain berbentuk persegi, sementara UPI membuat yang berbentuk silindris, dengan pertimbangan asumsi kami berdasarkan simulasi dalam software yang kami lakukan, dari aspek pembakaran lebih sempurna. Kemudian kami mendesain chamber atau ruang bakar menjadi 2 tingkat, ada ruang bakar utama untuk membakar sampahnya, kemudian ruang bakar kedua untuk membakar asap. Kenapa asap harus dibakar lagi, karena berdasarkan hasil studi literatur, terutama asap dari sampah plastik dapat dikatakan aman jika dibakar dalam suhu di atas 600 °C, jadi ini kami lakukan di ruang bakar kedua,” bebernya.

Berikutnya, dari aspek bahan bakar atau sumber energi yang kita gunakan untuk membakar sampah ini, kami menggunakan Liquid Petroleum Gas (LPG), ungkapnya lagi. Pertimbangannya, LPG lebih ramah lingkungan ketika dibakar, dan untuk mendapatkannya relatif lebih mudah, sementara mesin-mesin terdahulu masih menggunakan bahan bakar cair atau solar. Kemudian setelah dibakar, sebelum asapnya betul-betul dilepas ke atmosfer, asapnya masih coba kita ikat melalui wet scrubber yang harapannya masih dapat mengikat kandungan polutan yang tidak sempat terbakar di ruang bakar kedua, jadi wet scrubber ini diharapkan dapat mereduksi polutan yang akan dikeluarkan ke atmosfer.

“Dengan demikian, kami meyakini bahwa asap yang dihasilkan oleh incinerator buatan UPI, gas polutannya memang sudah tereduksi seminimal mungkin dan saat ini masih terus dilakukan uji laboratorium. Kemudian pada saat pemilihan material, kebanyakan material yang digunakan di mesin lain tidak mempertimbangkan aspek korosifitas. UPI merancang dengan menggunakan material yang memang diprediksi akan mengalami korosi dengan material anti korosi. Sementara itu di sistem filterisasi, kita gunakan filter yang relatif kecil, dan air yang digunakan untuk mengikat polutan tadi, hasilnya kita masukan ke laboratorium untuk di teliti untuk kemungkinan dimanfaatkan materialnya dalam bentuk lain, seperti pupuk cair atau pestisida cair untuk dimanfaatkan oleh masyarakat. Incinerator buatan UPI saat ini sedang masuk dalam tahap uji laboratorium berkolaborasi dengan dosen-dosen Kimia untuk memperoleh sertifikasi, sementara untuk proses HAKI-nya menunggu hasil data laboratorium,” harapnya.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Kepala Desa Cikidang Bayabang, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jenal Aripin, S.IP., menjelaskan bahwa dengan terpilihnya Desa Cikidang Bayabang menjadi lokasi KKN oleh UPI dan Unsur, dampaknya sangat terasa oleh masyarakat, dan tidak kalah bahagianya adalah karena desa kami menjadi prioritas untuk penempatan incinerator atau mesin pembakar sampah yang akan dihibahkan oleh UPI.

“Diharapkan, lokasi yang direkomendasikan oleh kami sesuai dengan peruntukannya, dan tentunya ini akan menjadi berkah bagi desa kami karena ini akan dioptimalkan melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) agar berdaya guna dan berhasil guna. Incinerator ini nantinya akan dikelola oleh Bumdes, sama halnya dengan pasar desa dan pengelolaan air bersih untuk kemaslahatan umat,” harapnya.

Berdasarkan hal tersebut, ujarnya, kami ingin menjalin kerja sama yang baik dengan perguruan tinggi yang ada di Jawa Barat untuk melakukan pembinaan melalui KKN. Masyarakat kami sangat memerlukan bimbingan dan pendampingan. Upaya pemerintah desa dalam mendukung program Citarum Harum adalah dengan melibatkan semua unsur masyarakat desa termasuk Karang Taruna untuk ikut mengelola sampah. (dodiangga)