Implementasi Permendikbud Nomor 30: Langkah Awal Membentuk Ruang Aman di Kampus

Bandung, UPI

Pusat Kajian Pendampingan Krisis UPI bekerja sama dengan Asosisasi Pusat Studi Wanita dan Gender Indonesia (ASWGI) mengadakan webinar yang dilaksanakan di ruang virtual zoom meeting. Selasa, (14/12). Webinarini mengusung tema mengenai Implentasi Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. Webinar dibuka oleh beberapa sambutan, salah satunya Prof. Dr. Keppi Sukaesi, M.Si selaku Wakil Ketua ASWGI dan Prof. Dr. Ida Hamidah, M.Si selaku Sekretaris LPPM.

 “Permen ini perlu disosialisasikan agar tidak menimbulkan salah tafsir, kita tentunya berharap agar Permen ini secara utuh dapat mencegah, melindungi korban, memberikan rasa aman di kampus, membuat jera pelaku kekerasan seksual dan memberikan sanksi yang setimpal,” tutur Keppi dalam sambutannya.

Webinar ini terdiri dari dua sesi. Sesi pertama dipandu oleh Vina Adriany, M.Ed., Ph.D selaku moderator yang membersamai dua narasumber yakni Maria Ulfah Anshor (Komisaris Komnas Perempuan) dan Arianti Ina Restiani Hunga (Sekretaris ASWGI). Maria Ulfah selaku narasumber pertama menuturkan Implementasi Permendikbud dari kacamata perlindungan perempuan. Maria menjabarkan di tahun 2019 tercatat jumlah kasus Kekerasan Terhadap Perempuan sejumlah 431,471 korban. Angka tersebut adalah angka yang terlapor ke Komnas Perempuan, belum lagi angka yang tidak terlapor.  Maria juga mengulas mengenai angka kekerasan seksual di universitas. Menurut Maria, kekerasan seksual bukan hanya terjadi di universitas besar, namun terjadi di perguruan tinggi hampir di seluruh Indonesia.

Pendampingan korban kekerasan seksual di perguruan tinggi sering kali menemui kendala. “Kesulitan pendampingan korban kekerasan seksual antara lain adalah tidak semua PT punya aturan tentang PPKS secara jelas, pelaku memanfaatkan kerentanan, ketergantungan, dan kepercayaan korban kepadanya. Belum semua pimpinan punya perspektif keadilan korban terjadi pengabaian, penyangkalan, sehingga tidak mudah bagi perempuan korban kekerasan sekual untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya, dan kemampuan pendampingan yang beragam,” jelas Maria Ulfah.

Pembahasan tersebut dilanjutkan pada pematerian dari Arianti Ina Restiani Hunga yang menjelaskan mengenai kondisi ketidakberdayaan atau kerentanan korban yang diakibatkan oleh relasi kuasa. Ina juga menjelaskan mengenai langkah strategis implementasi Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021.

Webinar dilanjutkan pada sesi kedua, dengan dipandu oleh Fatiha Khoirotunnisa Elfahmi selaku moderator. Narasumber pada sesi ini  yaitu Dr. Paristianti dari Kemendikbud dan Hani Yulindrasari. Ph.D, selaku Kepala Pusat Kajian Pendampingan Krisis UPI.

Dr. Paris mengulas mengenai pasal-pasal yang ada di Permendikbud dan sanksi-sanksi yang diberlakukan kepada pelaku, menurut Dr. Paris memeperlihatkan bahwa sanksi-sanksi yang ada betul-betul sangat tegas mulai dari sanksi ringan sampai dengan sanksi berat. Beliau juga berharap agar setiap kampus membentuk satgas mengenai penanganan kekerasan seksual di kampus.

Hani Yulindrasari sebagai praktisi lapangan di Pusat Krisis UPI menjelaskan mengenai penanganan kekerasan seksual di kampus UPI. Hani juga menjelaskan bahwa pencegahan dan penanganan kekerasan seksual banyak dibantu oleh gerakan mahasiswa, salah satunya dengan adanya UKM Gender Research Study (disingkat GREAT). Hal ini menunjukkan bahwa suara dan gerakan dari mahasiswa memberikan andil yang besar dalam penanganan dan pencegahan kekerasan seksual.

Webinarditutup dengan mendeklarasikan dukungan terhadap Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. Setelah webinar ini, diharapkan pihak-pihak terkait dapat mendukung implementasi Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 agar pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dapat berjalan secara sinergis. (DN)