International Women’s Day: Indonesia Menduduki Peringkat ke 92 dalam GGGI

DOK. HUMAS UPI

Untuk menyadarkan peran perempuan saat ini dan menyambut International Women’s Day, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia yang bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) menyelenggarakan kegiatan Diskusi Publik. Kegiatan tersebut berjalan dengan lancar secara hybrid yaitu di lantai 5 Auditorium Sekolah Pasca Sarjana UPI dan Zoom Meeting. Hari Perempuan Internasional bertujuan untuk menghargai prestasi para perempuan serta untuk memperjuangkan kesetaraan bagi seluruh perempuan di seluruh dunia. (8/3/23)

Sejalan dengan hal tersebut, kegiatan diskusi ini bertema besar  “Peran Wanita di Era Metaverse 6.0”. Acara diskusi diisi oleh tiga pembicara dengan bidang keilmuan yang berbeda. Anggota DPR-RI Hj. Selly Andriany Gantina menjelaskan “Tentunya kondisi kesetaraan gender di Indonesia masih sangat rendah. Jika membicarakan peringkat di Indonesia sendiri  menduduki peringkat 92 dari 146 negara. Dan hal tersebut menjadi suatu tugas bagi DPR-RI untuk membantu pemerintah membuat program dalam rangka pencapaian kesetaraan gender di dunia dan di Indonesia.”

Kondisi tersebut menunjukkan kesenjangan  yang sangat besar antara perempuan dan laki-laki. Terlihat dari data bahwa persentase perempuan terhadap akses internet maupun penggunaan dan kepemilikan gawai lebih rendah dibandingkan laki-laki. Menurut Hj.. Selly Andriany , isu gender masih perlu perhatian penuh baik dalam bidang pendidikan, politik, maupun masyarakat. Relasi hubungan yang positif dan kesetaraan gender sangat penting dalam pernikahan . Prof. Dr. Ida Hamidah, M.Si sekretaris LPPM UPI mencontohkan, pernikahan ahli kimia-fisika Marie dan Pierre merupakan salah satu yang mampu meniti karir akademis secara bersama-sama menunjukkan pasangan dengan karir ganda dapat menjadi kreatif dan saling melengkapi. Namun di sisi lain, kondisi sebaliknya dapat menjadi negatif jika keduanya berada di bidang yang serupa. Karir suami berkembang sementara karir istri tenggelam, salah satunya terjadi kepada pasangan Mileva Maric dan Albert Einstein. “Kita sangat mengenal suaminya, tapi apakah kita mengetahui istrinya?” Tegasnya.

Sementara itu, prof. Vina Adriani, M.Ed, Ph.D direktur SEAMEO-CECCEP menyampaikan harapannya terhadap kondisi relasi perempuan dan anak dalam konteks PAUD masih terjadi ketimpangan bukan dari segi kondisi antara perempuan dan laki-laki. Namun, kesenjangan konstruksi tradisional terhadap guru PAUD yang dianggap sebagai perpanjangan peran ibu. Disampaikan Nya,“Perempuan di PAUD menjadi tempat beraktualisasi karena partisipasinya yang cukup tinggi. Kita harus melihat kembali hal tersebut terjadi karena akses yang luas atau adanya konstruksi gender tradisional guru PAUD sebagai perpanjangan peran ibu dan bagian dari kodrat perempuan  yang lain dan merugikan posisi dari perempuan tersebut. Seringkali hak guru PAUD ini dianggap bukan isu gender. Pertama, konsep kodrat perempuan menjadi wacana dominan di Indonesia banyak PAUD yang didirikan secara minimalis dengan motif beramal, yang menjadi masalah peran mereka tidak mendapatkan kompensasi yang sesuai. Bagaimana perkembangan PAUD di Indonesia dengan tenaga perempuan tapi sayangnya tenaga perempuan ini tidak dibayar secara profesional. Gaji guru PAUD selalu paling minimal. Seharusnya  minimal setara dengan guru SD.”

Sesuai dengan tema yang diangkat Dr.Phil. Leli Kurniawati, S.Pd., M.Mus selaku ketua pelaksana meyakini berlangsungnya kegiatan diskusi dalam rangka peringatan hari perempuan internasional ini bisa mengkaji permasalahan terkait perempuan yang harus diselesaikan khususnya di Indonesia terkait kesetaraan gender. Ditegaskan, “Dengan kajian ini setidaknya kita dapat membuka mata kembali bahwa kita mengakui kehadiran perempuan sebagai sesuatu yang sangat luar biasa”.

Kontributor Humas UPI/ Iqssyzia Syahfitri