Irfan Ramdhani: “Menulis Itu Cara Merapikan Kenangan“

HIDUP itu cuma persoalan mimpi. Kejarlah mimpi itu, sampai mimpi itu lelah. Ketika mimpi itu lelah, lalu tangkap impian itu. Maka bermimpi lah!” Begitulah semboyan Irfan Ramdhani, pria kelahiran Depok,26 April 1990 ini. Irfan adalah penulis buku berjudul “Tabah Sampai Akhir.” Irfan merupakan mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Jakarta yang juga mahasiswa Jurusan Sistem Informatika. Buku karangan Irfan diterbitkan sebanyak 2.000 eksemplar dan didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia untuk menginspirasi banyak orang.

Irfan merupakan anak pertama di keluarga. Ayahnya yang telah meninggal menjadikannya sebagai tulang punggung keluarga. Saat SD hingga SMP, sebenarnya, Irfan adalah atlet tenis meja dan futsal. Tetapi ketika SMA, ia mulai tertarik dengan ekskul pecinta alam. Dari pendidikan dan latihan dasar yang diikutinya, akhirnya solidaritas di dalam pecinta alam terbentuk dengan sendirinya. Karena, dalam organisasi pecinta alam banyak sekali yang bisa Irfan dapatkan dalam kehidupan sehari-hari.

Tapi, Irfan tertimpa musibah saat menikmati hobinya. Pada tanggal 13 Maret 2010 pukul 15.30, ia jatuh dari wall climbing saat berlatih single roop technic untuk susur goa dari ketinggian 10 meter. Ia mengalami lumpuh total. Hanya tangan dan kepalanya yang bisa digerakkan saat itu. Bahkan, Irfan sempat buta sesaat. Irfan divonis oleh dokter 90% tidak bisa berjalan kembali. Namun Tuhan memberi keajaiban, Irfan bisa berjalan walaupun memakai tongkat. Tekadnya yang kuat membuat dia bisa membuktikan bahwa keterbatasan fisik tidak menjadi batasan untuk berkarya.1-1

Motivasi terbesar Irfan untuk menulis adalah keluarga, terutama ibunya. Banyak sahabat yang mendukungnya untuk terus berkarya saat menjadi difabel. Namun saat menjadi difabel itulah, ia pertama kali diundang stasiun TV yaitu NET.TV untuk membicarakan bukunya. Melalui Pak Wage dan Bu Happy ia akhirnya menghasilkan kesepakatan bahwa buku “Tabah sampai Akhir” miliknya akan difilmkan. Irfan banyak menimba ilmu dari penulis dan sastrawan yang cukup terkenal, Pidi Baiq. Akan tetapi perjalanannya hingga bisa bertemu Pidi Baiq pun tidak mudah. Pidi Baiq membimbing dan mengispirasinya tentang dunia penulisan.

Terkait dengan hobinya menikmati alam Indonesia, Irfan memiliki berbagai pengalaman menarik. Pengalaman yang sangat membekas dalam hidupnya yaitu saat dia hampir dibunuh ketika mendaki Gunung Rinjani. Kenangan pendakian tersebut akan Irfan ceritakan dalam buku keduanya. Irfan mengakui bahwa dari Mapala ia berkembang dan bisa membanggakan keluarga, kerabat dan para sahabat. Berbagai pengalaman yang ia alami sebagai pencinta alam membuatnya semakin banyak bersyukur tentang kehidupan.

Irfan mengaku tidak kapok menjadi pecinta alam meskipun tertimpa musibah. “Umur sudah ditentukan sama Yang di Atas (Tuhan), jadi tidak usah risau. Hidup sudah ada yang mengatur jalannya. Kita jangan mencederai kepercayaan kepada Allah.Ya akhirnya aku tidak pernah kapok berkegiatan di alam. Bahkan mimpi selanjutnya yang ingin aku capai berada di luar nalar dan akan berproses di tahun ini,” ucap Irfan semangat.

Irfan masih sangat ingin mencapai kesembuhan. Ia mengemukakan keinginannya untuk dapat kembali melakukan kegiatan dengan normal. Impiannya pun sangat tinggi, ingin jalan-jalan ke banyak tempat, ingin menyelami Raja Ampat, ingin ke Gunung Kartens, dan goal-nya yang terbesar adalah mendaki Gunung Everest tahun 2017.

Dalam keterbatasannya, Irfan masih terus bisa menulis, menghasilkan karya yang bermanfaat bagi orang lain. Dalam menghasilkan karya, ia tidak sedikit mendapatkan pengalaman sulit. Salah satunya dalam proses mencari penerbit buku yang pertama pada tahun 2011. Proses mendapatkan penerbit ini berlangsung selama empat tahun, sampai di tahun 2015 ia baru mendapatkan penerbit buku “Tabah Sampai Akhir.”

Rencana ke depannya, ia akan menulis buku keduanya bahkan sudah merancang konsep sampai buku kelima. Buku keduanya ini merupakan kelanjutan dari buku “Tabah Sampai Akhir” yang masih berhubungan dengan kegiatan pecinta alam.

Irfan mendambakan generasi muda Indonesia ikut menghasilkan karya dalam bidang menulis.Keterbatasanitu bukan hambatan untuk berkarya.Menulis itu cara merapikan kenangan. Jangan pernah putus asa. Buatlah mind set positif dan berjuanglah untuk mencapai mimpi. Hidup itu cuma persoalan mimpi. Kejarlah mimpi itu, sampai mimpi itu lelah, ketika mimpi itu lelah lalu tangkap impian itu. Maka bermimpi lah! (Desi Desanti/Nur Aeni/Rahayu Cinta Prananti/Mahasiswa Ilmu Komunikasi, FPIPS UPI)