Juru Parkir Wanita, Perempuan Tangguh Masa Kini

NET
NET

Cimahi, UPI

Tak ada perbedaan yang mencolok antara Pasar Atas Kota Cimahi dengan pasar-pasar yang lainnya. Suasana ramai dan hiruk pikuk antara pembeli dengan pedagang ditambah beberapa pengemis dan pengamen yang berlalu lalang menjadi pemandangan biasa. Tetapi jika kita memberi perhatian lebih pada kawasan parkir pasar tersebut, maka akan terlihat pemandangan unik. Seorang wanita separuh baya berkerudung dengan peluit yang tergantung di lehernya dan menggunakan rompi berwarna orange bertuliskan “Juru Parkir” terlihat sibuk memarkirkan kendaraan bermotor milik para pengunjung pasar.

Peluh bercucuran membasahi wajahnya. Mungkin bagi sebagian orang itu merupakan suatu hal yang unik karena seorang wanita tidak lazim berprofesi sebagai juru parkir yang notabene dikerjakan oleh lelaki. Wanita setengah baya itu biasa dipanggil “Maryam”. Pekerjaan sebagai juru parkir ini sudah dilakoninya selama 4 tahun. Selama itu pula ia kerap mendapat pandangan yang aneh dari orang di sekitarnya karena pekerjaan uniknya itu.

“Waktu awal-awal saya jadi tukang parkir banyak banget yang sering ngeliatin saya, mungkin aneh ngeliat  ibu-ibu jadi tukang parkir. Tapi lama-lama jadi pada biasa aja, paling cuman satu atau dua orang saja yang masih suka ngeliatin,” kata Maryam.

Sebenarnya Maryam tidak ingin menjalani pekerjaan yang seharusnya dilakoni oleh kaum lelaki ini. Tapi tuntutan ekonomi yang dari hari ke hari kian mengimpit menuntutnya untuk memutar otak mencari penghasilan tambahan. Jika hanya mengandalkan penghasilan suaminya saja tentu tidak akan mencukupi. Suami Maryam, Rejo, hanya bekerja sebagai buruh bangunan dengan penghasilan yang pas-pasan.

Awal mula Maryam bisa berprofesi sebagai juru parkir diawali oleh tawaran dari tetangganya yang menawari suami Maryam untuk menjadi juru parkir di kawasan parkir Pasar Atas. “Tetangga saya itu kan dulunya tukang parkir juga tapi dia sama keluarganya mau pindah ke Semarang jadi dia nawarin suami saya jadi tukang parkir buat gantiin  dia.”

Saat ditawari pekerjaan tersebut Maryam dan Rejo berpikir. Awalnya suaminya itu berniat menolak tawaran pekerjaan tersebut karena ia menganggap pekerjaan sebagai buruh bangunan maupun tukang parkir sama-sama berpenghasilan kecil. Tetapi Maryam mendapatkan ide yang lebih baik, yaitu Maryam yang akan melakoni pekerjaan itu menggantikan tetangganya. Rejo semula ragu dengan keputusan Maryam, namun setelah diyakinkan akhirnya Rejo mengizinkan Maryam untuk menjadi juru parkir. “Awalnya suami saya ngetawain saya, katanya saya aneh. Masa perempuan mau jadi tukang parkir.”

Hari pertama Maryam menjadi juru parkir diwarnai dengan perasaan takut dan deg-degan. Tetapi keteguhan semangatnya untuk menjadikan kehidupannya dan keluarganya menjadi lebih baik menghilangkan perasaan takut itu. Hal itu dibuktikan Maryam dengan masih menggeluti profesi uniknya itu sampai saat ini.

Emansipasi wanita memang telah benar-benar terlihat nyata disekitar kita. Selain Maryam ternyata masih ada wanita yang menjalani profesi yang umumnya dilakukan oleh para kaum Adam. Dia adalah Siti, seorang wanita berusia 42 tahun, yang menjalani kehidupan sehari-harinya sebagai seorang pedagang sayur keliling. Setiap harinya ia terbiasa berkeliling untuk menjajakan sayur dagangannya dengan menggunakan motor bak beroda tiga. Profesi ini sudah ia lakukan semenjak suaminya meninggal dunia.

Semenjak suaminya meninggal, Siti memang harus mencari nafkah sendiri untuk menghidupi dirinya dan ketiga anaknya. Dulu suaminya lah yang berprofesi sebagai pedagang sayur keliling tapi setelah suaminya meninggal ia tmau tak mau harus rela menggantikan suaminya sebagai pedagang sayur keliling. Ia sadar ini merupakan profesi yang tidak cocok untuk dirinya tapi tuntutan ekonomi memang tidak dapat ditoleransi lagi. Sebenarnya penghasilannya sebagai pedagang sayur keliling tidaklah seberapa, namun Siti selalu bersyukur dengan berapapun hasil yang ia dapatkan karena ia menganggap jika Tuhan pasti akan memberikan rezeki sesuai dengan apa yang kita butuhkan.

Siti adalah seorang wanita tangguh yang sanggup menjadi ibu merangkap ayah bagi  ketiga anaknya. Dari penghasilannya sebagai pedagang sayur keliling yang sebenarnya tidak seberapa ia sanggup menyekolahkan anaknya hingga ke tingkat perguruan tinggi. “Dari dulu saya sama suami saya sudah punya komitmen untuk menyekolahkan semua anak saya minimal sampai kuliah biar mereka semua bisa jadi sarjana, ga seperti saya dan suami yang hanya lulusan SD, itupun ga lulus cuman sampe kelas 4. Saya berharap mereka mendapatkan nasib yang lebih baik dari saya, jangan jadi tukang sayur lagi. Saya pengen  anak saya yang lelaki bisa jadi direktur, kalau anak saya yang perempuan bisa jadi presiden kayak Bu Megawati hehehe.”

Pada masa kini emansipasi wanita memang sudah terlihat nyata disekeliling kita. Wanita kini tengah menunjukkan bahwa dirinya tidak boleh dipandang sebelah mata lagi oleh kaum lelaki. Wanita sanggup menjadi apa saja yang mereka mau tanpa ada batasan seperti jaman dahulu yang menganggap wanita hanya cukup bekerja didapur saja. Sekarang wanita juga memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi setara dengan kaum lelaki. Mereka bisa menjadi dokter, pengusaha, direktur, artis, juru parkir, pedagang sayur keliling, bahkan semua pekerjaan yang biasa dilakukan oleh lelaki sanggup dikerjakan oleh kaum wanita. Betapa luar biasa dan mulianya wanita. Menjadi pelajaran bagi kita untuk selalu menghargai dan menghormati wanita yang mempunyai jasa begitu besar bagi kita. Ingatlah, tanpa adanya seorang wanita maka kita tidak akan ada di dunia ini. (Laura Shintyana, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, FPIPS UPI)