Kebijakan Pengajaran Bahasa Arab di Indonesia

Bahasa Arab digunakan oleh hampir 422 juta penutur yang tersebar di 25 negara yang ada di Asia maupun Afrika.  Bahasa Arab juga dibutuhkan oleh hampir 1,5 milyar  kaum muslimin di seluruh dunia, baik untuk kepentingan ibadah, pendidikan, dan tujuan lainnya. Begitu penting dan strategisnya bahasa Arab, sejak tanggal 18 Desember 1973 UNESCO menetapkannya sebagai bahasa resmi PBB bersama bahasa Inggris, Prancis, Rusia, Cina dan Spanyol. Pada tanggal inilah para penutur, pengajar, pembelajar dan pemerhati bahasa Arab memperingatinya sebagai hari bahasa Arab sedunia.

Bahasa Arab hadir di Indonesia bersamaan dengan datangnya Islam di Nusantara sekitar abad ke-13 M. Para pedagang dari Gujarat dan Mesir datang ke Nusantara, selain untuk tujuan bisnis mereka pun menyebarkan agama Islam. Mengiringi perjalanan mereka datang pula para pengembara sufi yang secara khusus datang untuk menyebarkan Islam.  Setelah Islam diterima dan dianut oleh masyarakat di Nusantara, mulailah bahasa Arab dipelajari dengan tujuan memahami Alquran dan Alhadits sebagai sumber ajaran Islam. Proses yang berlangsung berabad-abad menjadikan bahasa Arab dikenal di kalangan masyarakat.

Pengajaran bahasa Arab di Indonesia pada awalnya hanyalah sekedar untuk bisa membaca Alquran sebagai kitab suci ummat Islam. Untuk tujuan ini bertebaranlah tempat-tempat belajar membaca Alquran, baik di surau, meunasah, masjid, pesantren dan rumah para Ustadz dan Kiai. Dalam perkembangan berikutnya, tujuan pembelajaran bahasa Arab lebih meningkat lagi – selain untuk bisa membaca – belajar bahasa Arab juga bertujuan untuk  memahami  sumber ajaran Islam yaitu Alquran dan Alhadits.  Sejak saat itu mulailah dipelajari ilmu-ilmu bahasa Arab yang dapat mendukung kompetensi tersebut, seperti Nahwu, Sharaf, Tauhid, Fiqh, Akhlaq, dan ilmu-ilmu lainnya. Materi-materi tersebut dipelajari di pesantren-pesantren yang saat itu merupakan lembaga yang mengembangkan pengajaran Islam termasuk bahasa Arab. Kitab-kitab yang dipelajari di pesantren antara lain: Al-Ajurumiah, Amtsilah Tashrifiyyah, Mustolah Alhadits, Arbain Nawawi, At-Taqrib, Aqidatul Awam, Ta’limul Muta’allim, dan kitab-kitab lainnya.  Pengajaran bahasa Arab di pesantren-pesantren bertujuan untuk memahami sumber-sumber keislaman yang dewasa ini dikenal istilah Ta’limul Arabiyyah li Aghradhin Khassah (Arabic learning for special purposes). Pengajaran bahasa Arab dengan model ini telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam melahirkan para santri dan ulama dalam menerjemahkan dan memahami teks-teks yang berbahasa Arab.

Pada awal abad 20 banyak para ulama yang merupakan lulusan Timur tengah menggunakan thoriqoh mubasyarah (direct method)   dalam pengajaran bahasa Arab. Lembaga yang menerapkan metode ini antara lain Madrasah Adabiyyah (1909) di Padang Panjang di bawah asuhan Ustadz Abdullah Ahmad, Diniyyah Putera (1915) dan Diniyyah Puteri (1923) yang didirikan oleh kakak beradik Zainuddin Labay  al-Yunusi dan  Rahmah Labay al-Yunusiyyah; Normal School (1931) yang didirikan oleh ustadz Mahmud Yunus, yang kemudian dikembangkan oleh K.H. Imam Zarkasyi di Kulliyatul Muallimin al-Islamiyyah Gontor Ponorogo.

Pada masa pasca kemerdekaan, kebijakan pengajaran bahasa Arab yang termasuk bahasa Asing dibahas dalam kegiatan Seminar Politik Bahasa Tahun 1975 dan Tahun 1999. Dalam rumusan seminar yang terakhir, pada uraian bagian bahasa Asing, bahasa Arab disebutkan secara khusus dan eksplisit sebagai bahasa agama dan budaya Islam. Dalam rumusan tersebut dijelaskan pula fungsi bahasa asing sebagai: 1) alat perhubungan antar bangsa dan 2) saran pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk pembangunan nasional. Pengajaran bahasa Asing  ditujukan untuk penguasaan dan pemakaian bahasa Asing  terutama untuk pemanfaatan ilmu dan teknologi dalam menyikapi persaingan bebas pada era globalisasi, agar lebih banyak orang Indonesia yang mampu memanfaatkan informasi dalam bahasa Asing.

Diantara rekomendari dari seminar tersebut adalah peningkatan mutu pengajaran bahasa Asing termasuk bahasa Arab melalui kegiatan sbb: 1) pengembangan kurikulum; 2) pengembangan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa dalam era global dan dengan perkembangan teknologi pengajaran; 3) pengembangan tenaga pengajar  yang professional; 4) pengembangan sarana pengajar yang memadai; dan 5) pemanfaatan teknologi informasi. Sesuai dengan sifat dan jenis pendidikannya pengajaran bahasa Arab ada yang bersifat wajib dan ada yang bersifat pilihan. Mata pelajaran bahasa Arab pilihan setahun sekurang-kurangnya 90 jam dalam satu tahun ajaran. Ada tiga kebijakan berkaitan dengan pengajaran bahasa Arab sbb: 1) bahasa Arab diberikan sebagai mata pelajaran wajib bagi sekolah yang berasaskan Islam; 2) di sekolah yang tidak berasaskan Islam bahasa Arab diberikan sebagai mata pelajaran pilihan pada jenjang sekolah menengah; 3) pada jenjang Pendidikan Tinggi bahasa Arab dapat diberikan sebagai mata kuliah.

Dari paparan hasil rumusan kedua Seminar Politik Bahasa Nasional tersebut tampak bahwa bahasa Arab semakin lebih mendapatkan perhatian dari pemerintah. Selain karena faktor sosi0-politik Indonesia, juga faktor-faktor eksternal negara-negara Arab yang semakin berkembang dan semakin berperan dalam percaturan eko-politik global.  Peran politik sangat berpengaruh dan berkontribusi bagi penentuan bahasa suatu bangsa (Prof. Dr. Yayan Nurbayan, M.Ag yang merupakan Guru Besar Bidang Ilmu Pengajaran Bahasa Arab Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPEB)  Universitas Pendidikan Indonesia)