Khaeriah: Kebahagiaan Tanpa Disaksikan Ayah

Khae-1

MENGAKU berasal dari keluarga yang sederhana, biasa saja, dan bukan siapa-siapa, tapi Khaeriah bisa berhasil menjadi wisudawan terbaik dari seluruh lulusan Universitas Pendidikan Indonesia pada Wisuda Gelombang I Tahun 2015 yang diselenggarakan di Gedung Gymnasium UPI Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Rabu (15/4/2015). IPK-nya total 3,97, kurang 0,3 mencapai sempurna 4.00. Ayahnya pegawai salah satu perusahaan BUMN di Rangkasbitung, Lebak-Banten. Umminya seorang ibu rumah tangga, yang terkadang membantu perekonomian keluarga dengan usaha apa pun yang ia bisa.

“Tapi orang tua saya tetaplah orang terbaik yang saya miliki. Saya anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak saya perempuan, yang kini sudah berkeluarga tinggal terpisah dengan orang tua saya. Adik saya laki-laki yang saat ini sedang menempuh pendidikan pada jenjang kelas 3 MTs,” ujar Khaeriah.

Dia tampak sumringah mengenakan baju toga saat wisuda. Apalagi saat namanya dipanggil sebagai lulusan terbaik pada musim wisuda kali ini. Maka, dia pun dengan senang hati menceritakan kisah mula masuk UPI. “Awal permulaan saya bisa masuk di Universitas Pendidikan Indonesia adalah suatu ‘jodoh’ yang tak terduga,” katanya.

Dulu Khaeriah adalah siswa SMK yang mengambil Jurusan Adminstrasi Perkantoran. Dia memilih SMK karena berharap setelah SMK bisa langsung terjun di dunia kerja. Tapi ternyata Allah SWT berkendak lain. Pada awalnya Khaeriah tidak menyangka bisa melanjutkan studi hingga perguruan tinggi.

“Jujur saja, saya berasal dari kampung dan dari keluarga yang masih memiliki stigma bahwa ‘untuk apa perempuan sekolah tinggi-tinggi?’ Di keluarga besar saya atau bahkan di daerah tempat tinggal saya, sangat jarang ada yang bisa meneruskan studi hingga perguruan tinggi, entah karena faktor biaya atau apa pun, tapi menurut saya yang paling utama karena mereka tidak berani bermimpi. Makanya, masyarakat membatasi mimpi mereka dan dengan lingkungan sosial yang kurang mendukung untuk bermimpi tinggi.

Diungkapkan, Khaeriah masuk ke UPI melalui jaluar PMDK. Sebetulnya dia tidak pernah terbesit untuk menjadi praktisi bimbingan dan konseling. Ketika awal berniat kuliah, dia ingin melanjutkan studi di Jurusan Management Perkantoran di salah satu universitas negeri di Jakarta. Dia merasa passion-nya sudah di bidang adminstrasi perkantoran.Khae-2

“Ketika SMK saya pernah menjadi juara 2 lomba Sekretaris pada Lomba Kompetensi Siswa (LKS) tingkat Provinsi Banten. Seperti siswa kelas 3 lainnya, terkadang masa-masa penghujung sekolah itu, siswa mengalami jenuh belajar.Waktu it saya berpikir ingin kuliah tapi tanpa tes, karena ketika itu saya sedang merasa jenuh belajar jadi saya hanya mengandalkan jalur PMDK,” ujar Khaeriah.

Sebenarnya dia kurang mengerti bagaimana perkuliahan itu, karena di keluarga dekatnya memang sangat jarang yang kuliah. Waktu itu dia menunggu undangan PMDK dari salah satu universitas negeri di Jakarta, tapi ternyata tahun tersebut sekolahnya sedang di-blacklist karena ada kakak tingkatnya yang tidak jadi mengambil kuliah di sana setelah diterima jalur PMDK tahun sebelumnya.

Kemudian pihak sekolah menawarkan Khaeriah untuk ikut pendaftaran PMDK ke UPI. “Waktu itu saya belum tahu tentang UPI. Awalnya saya hanya coba-coba. Saya mengirimkan berkas PMDK di hari-hari batas pendaftaran. Itu pun karena diburu-buru sekolah. Saya berkonsultasi dengan ketua jurusan mengenai rencana studi saya. Saya bingung memilih jurusan apa, karena passion saya di bidang adminstasi perkantoran, tapi saya juga minat ke jurusan bahasa Inggris, karena beberapa kali saya pernah ikut lomba debat bahasa Inggris.”

Walaupun ketua jurusan sangat berharap suatu saat nanti ada generasi penerusnya di sekolah, tapi waktu itu dia lebih menyarankan Khaeriah untuk masuk jurusan bimbingan dan konseling (BK) dengan alasan peluang kerja di jurusan BK lebih banyak, terutama peluang untuk menjadi guru PNS. Pada waktu itu PMDK hanya diperbolehkan memilih satu jurusan di satu universitas, sehingga akhirnya Khaeriah memilih jurusan BK di UPI walaupun dia sendiri tidak tahu apa itu BK.

“Tepat dihari ketika saya sedang mengikuti penutupan Lomba LKS Provinsi Banten tahun 2010, saya mendapatkan kabar dari sekolah, saya diterima di UPI. Alhamdulillah di satu hari itu saya mendapat dua kebahagiaan, membawa pulang piala juara 2 dan membawa kabar untuk keluarga jika saya diterima di UPI,” kata Khaeriah selanjutnya.

Namun ketika mengabari ke keluarga, Khaeriah berpikir mereka akan senang mendengarnya. Sebaliknya, justru keluarga tidak setuju Khaeriah kuliah di UPI, karena alasan jauh. Setelah kejadian itu, Khaeriah tidak pernah membahas lagi tentang kuliah kepada orangtuanya. Memang ketika mendaftar melalui PMDK, dia tidak meminta izin terlebih dahulu, bahkan biaya pendaftaran PMDK pun dia menggunakan uang tabungannya.

“Saya khawatir jika bilang, justru akan membuat motivasi saya kuliah malah menurun. Untuk memberikan pemahaman kepada orang tua tentang pentingnya pendidikan lanjutan saja cukup sulit bagi saya. Apalagi jika mereka tahu saya memilih kampus yang cukup jauh dari daerah saya,” ungkap Khaeriah.

Ketika mendekati hari pendaftaran ulang PMDK, dia mencoba berbicara lagi kepada orang tua.Tapi orang tua tetap masih tidak setuju, mereka hanya mengizinkannya kuliah di sekitar Banten. Akhirnya selama dua hari Khaeriah sering mengurung diri di kamar dan menangis, bahkan hingga mata bengkak. “Mungkin karena ayah saya kasihan melihat saya, akhirnya mereka luluh juga. Alhamdulillah ayah saya mengizinkan saya kuliah di UPI dan mau mengantar saya untuk pendaftaran ulang.”

Khaeriah mengaku lebih dekat dengan ayah saya daripada dengan umminya. Dia melihat, ayahnya dengan sabar menunggunya mengantre di loket pendaftaran ulang. Dia mengantar ke sana kemari hingga mencari tempat kos. Masa-masa sulit dan sedih baginya ketika menjelang tahun kedua kuliah. Ayahnya meninggal dunia karena sakit.

“Saya merasa ini seperti mimpi buruk. Memang kita tidak akan pernah tahu sampai kapan diri kita atau orang di sekitar kita hidup di dunia ini. Ayah saya memang punya penyakit darah tinggi dan maag kronis. Waktu itu saya yang mengantarnya ke rumah sakit bersama adik saya karena ummi saya harus menjaga nenek saya yang sakit stroke,” kata Khaeriah.

Dia sendirian yang menjaga ayahnya ketika harus dirawat inap.Beberapa hari dirawat di rumah sakit, keadaan ayah Khaeriah semakin memburuk. Ternyata setelah diperiksa ada masalah juga dengan gula darah dan ginjalnya. Hari itu keluarganya kumpul semua di rumah sakit. Semua berdoa untuk kesembuhan orang tua Khaeriah. Banyak sekali tetangga ataupun kerabat yang juga ikut menengok dan berdoa.

“Waktu demi waktu di hari itu keadaan ayah saya semakin memburuk. Padahal sehari sebelumnya bapak masi bisa berjalan keluar, bahkan meminta saya untuk membelikan makanan di luar karena menurut beliau makanan di rumah sakit kurang enak. Wajar saja karena untuk kesehatan, namun saya jelaskan agar bapak mau menurut apa kata dokter,” kenang Khaeriah.

Keadaan semakin kritis, Khaeriah semakin merasa sedih, tidak ingin jauh-jauh dari ayahnya. Bahkan hingga napas terakhir, Khaeriah berada di sisinya. Seperti petir yang menyambar ketika dokter berkata bahwa ayahnya sudah tidak bernyawa lagi. “Ketika itu perasaan saya campur aduk. Saya merasa tidak siap untuk ditinggal ayah, saya dari kecil sangat dekat sekali dengan beliau.”

Sepanjang masa krisis, Khaeriah membacakan ayat-ayat Alquran. Saya meminta maaf karena saya merasa sering membantahnya. Tapi dia sadar justru dengan menangis terus menerus membuat ayahnya tidak tenang. Maka, Khaeriah mencoba untuk ikhlas melepas kepergian ayahnya.

Kembali lagi ke masa kuliah, selama kuliah Khaeriah pernah aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Penelitian Pengkajian dan Intelektual Mahasiswa (LEPPIM) UPI. Dari UKM inilah dia belajar banyak tentang membuat karya ilmiah. Walaupun ketika SMP dia pernah mengikuti Lomba Karya Ilmiah Remaja, tapi di UKM ini dia bisa lebih mengembangkan diri dan banyak belajar tentang menulis.

“Di UKM ini setiap anggota diwajibkan mengirimkan proposal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Hampir setiap semester saya mengirimkan proposal PKM, baik PKM 5 bidang maupun PKM AI-GT. Namun Alhamdulillah pada akhir tahun 2012 dan 2013 proposal saya bisa lolos dan mendapatkan dana hibah untuk pelaksanaan program PKM 2013 dan 2014,” ungkap Khaeriah.

Namun targetnya hingga juara Pimnas memang masih belum bisa tercapai. Dia masih berharap suatu hari nanti bisa terus mengembangkan potensinya di mana pun dan kapan pun. Selain UKM LEPPIM, dia juga pernah mengikuti Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) PPB dan organisasi eksternal Ikatan Remaja Masjid Daarut Tauhiid (IKRAM DT). Semua pengalaman di oraganisasi tersebut memberikannya banyak pelajaran berarti.

“Selama masa kuliah saya sangat jarang bercerita tentang kesulitan yang saya alami kepada keluarga. Saya tidak ingin membuat keluarga saya khawatir.Tapi Alhamduillah Allah SWT selalu memberikan jalan keluar bagi saya ketika menghadapi kesulitan apa pun,” ungkap dia.

Awal Khaeriah tahu bahwa dirinya menjadi wisudawan terbaik ketika Sekretariat Umum UPI menelefonnya dan meminta untuk mengambil undangan khusus orang tua. “Saya bertanya kepada ibu yang menelefon itu, maksud undangan khusus itu seperti apa. Beliau menjelaskan bahwa saya menjadi salah satu wisudawan terbaik pada wisuda gelombang I ini.Ketika mendengar itu saya sangat bersyukur dan senang sekali.”

Tapi Khaeriah masih berpikir mungkin dia menjadi wisudawan terbaik dengan nomor urut kesekian, karena ibu yang menelponnya bilang dia menjadi salah satu wisudawan terbaik.Namun selanjutnya Khaeriah menerima telefon dan sms dari bagian humas UPI, waktu itu Kepala Humas Dr. Suwatno memintanya dating untuk wawancara.

“Saya diminta untuk wawancara. Saya sendiri menjadi penasaran, saya menjadi wisudawan terbaik urutan ke berapa? Akhirnya ketika saya menelefon bagian Humas, kemudian bertanya hal tersebut, ternyata saya menjadi wisudawan terbaik dengan nilai IPK tertinggi pada wisuda gelombang I ini. Tentu kebahagiaan saya menjadi berlipat, saya mengabari orang-orang terdekat saya,” katanya.

Well, dihari wisuda, 15 April 2015, Khaeriah menjadi salah satu momentum indah untuknya, keluarga, kerabat, teman-teman dan semua. Ketika awal kuliah dia diantar bapak, dan sekarang yang menjemputnya kembali adalah umminya.Tentu keharuan ini tidak bisa dbendung, ketika dia diminta untuk memberi sambutan di acara syukuran wisuda jurusan.

“Saya bahagia sekali, tidak menyangka bahwa ‘orang kampung’ seperti saya ini bisa bersaing dan menjadi yang terbaik. Jujur saya terkadang merasa minder karena saya bukanlah siapa-siapa, tapi saya selalu bersyukur Allah SWT selalu menguatkan dan meyakinkan saya, bahwa saya bisa, bisa dan bisa.Perasaan ini selalu saya rasakan pada setiap jenjang pendidikan, minder karena “saya amah apa atuh” tapi Alhamdulillah sejak SD hingga SMK saya bisa mendapatkan nilai tertinggi,” ungkap Khaeriah.

Dia sangat bahagia ketika orang tua dipanggil ke sekolah karena prestasi. Tidak ada yang bisa diberikan untuk keluarganya selain melakukan yang terbaik dan membuat mereka bahagia dan bangga. Hal ini menjadi kado terindah untuk keluarga dan orang-orang tercinta yang baru saja bertambah usia beberapa hari sebelumnya.

“Saya bahagia menjadi bagian dari UPI dan jurusan BK ini, karena telah memberikan saya banyak pengalaman, energi positif dan membentuk kepribadian saya menjadi jauh lebih baik. Saya juga bersyukur, perlahan-lahan saya bisa mengubah mindset di keluarga saya, bahwa pendidikan itu penting, perempuan pun harus sekolah tinggi,“ aku Khaeriah.

Semua kesulitan pasti ada jalan keluarnya, semua kesulitan pasti ada kemudahan, kata Khaeriah. Janji Allah SWT itu benar dan nyata, dengan segala kesulitan yang dialami ketika kuliah, ternyata banyak sekali kemudahan yang sebetulnya bisa dioptimalkan.

Harapan dan rencana Khaeriah selanjutnya, dia berharap ilmu yang didapatkan selama kuliah bisa bermanfaat untuk banyak orang dan bisa ikut berpartisipasi membangun daerahnya.

“Semoga saya bisa mempertanggungjawabkan dan mengamalkan ilmu yang saya peroleh selama ini. Jika ada jalan dan kesempatan, saya harap bisa melanjutkan studi saya pada jenjang selanjutnya.Saya harus bisa meningkatkan keluarga saya dengan pendidikan,” kata Khaeriah.

Dia menyampaikan terima kasih untuk Universitas Pendidikan Indonesia, Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, keluarga, sahabat dan teman-teman seperjuangan serta orang-orang dibalik kehidupan saya yang telah memberikan dukungan, menjadi bagian dan mewarnai hidup saya. “Don’t follow your dream, but chase your dream, tetap semangat meraih target, semoga kita bisa sukses bersama. “ (Wakhudin)