KOMUNIKASI PENDIDIKAN & PEMBELAJARAN DIGITAL BAGI GENERASI Z

Prof. Dr. H Suwatno, M.Si. (Guru Besar Komunikasi Organisasi FPEB UPI)

PROLOG

Komunikasi pendidikan dan komunikasi pembelajaran sejatinya merupakan dua konsep yang berbeda. Kajian komunikasi pendidikan lebih menitikberatkan kepada komunikasi yang terjadi dalam organisasi pendidikan, baik internal maupun eksternal. Sementara fokus dari komunikasi pembelajaran lebih berbicara soal metode dan teknik komunikasi yang dilakukan dalam proses atau aktivitas belajar, antara guru (dosen) dan siswa (mahasiswa).

Dalam makalah ini, fokus utama saya adalah pada konsep komunikasi pembelajaran digital. Namun, sebelum kita masuk kepada konsep ini, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu secara sekilas tentang konsep komunikasi pendidikan sebagai latar belakang makro dari aktivitas komunikasi pembelajaran. Pemahaman ini dibutuhkan agar kita menyadari bahwa efektivitas dalam proses komunikasi pembelajaran sangat ditentukan oleh kesuksesan komunikasi yang terjadi antar berbagai pihak (stakeholders) dalam institusi pendidikan.

KONSEP DASAR KOMUNIKASI PENDIDIKAN

Dalam komunikasi pendidikan, kita perlu ketahui apa atau siapa saja pihak-pihak (aktor-aktor) yang terlibat atau berhubungan dalam organisasi pendidikan (sekolah, perguruan tinggi dll). Beberapa aktor bisa disebutkan, misalnya guru, siswa, pimpinan sekolah, orang tua siswa, masyarakat, pemerintah, dan lain sebagainya.

Secara umum, Iriantara & Syaripudin (2018) membagi organisasi pendidikan menjadi 2 jenis lingkungan, yakni:

  1. Lingkungan internal

Lingkungan internal dalam organisasi pendidikan terdiri dari struktur, kultur dan sumber daya yang dimiliki oleh organisasi. Untuk sekolah biasanya menempatkan kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi yang didampingi oleh wakil-wakil kepala sekolah. Pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang organisasinya lebih fleksibel, dipimpin oleh pimpinan/ketua PKBM.

  • Lingkungan eksternal

Lingkungan eksternal dalam organisasi pendidikan terdiri dari lingkungan tugas, dinas pendidikan, PGRI, orang tua siswa, kelompok kepentingan pendidikan, lembaga pendidikan lain, akademisi dan pemerintah. Di lingkungan eksternal tersebut ada banyak unsur atau pihak-pihak lain yang memiliki wilayah kerjanya sendiri-sendiri namun tetap berhubungan dengan lingkungan internal meskipun tidak secara day-to-day.  

Gambar: Lingkungan Organisasi Pendidikan

Sumber: Iriantara & Syaripudin (2018)

Dalam hal ini, komunikasi internal dan eksternal dalam organisasi sama-sama penting. Komunikasi internal organisasi menunjukkan interaksi diantara para anggota organisasi, termasuk level superior, kolaborator dan subordinat. Sebaliknya komunikasi eksternal organisasi berhubungan dengan ekosistem lingkungan eksternal.

Komunikasi internal sangat menentukan kesuksesan sebuah organisasi pendidikan dalam mencapai tujuannya. Keberhasilan fungsi-fungsi manajemen dari mulai perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengontrolan hingga evaluasi sangat berhubungan dengan bagaimana proses komunikasi pada masing-masing fungsi tersebut dilakukan.

Sementara itu, komunikasi eksternal bertujuan untuk membangun relasi dengan lingkungan di luar organisasi pendidikan (sekolah) seperti lingkungan tugas, dinas pendidikan, PGRI, orang tua siswa, kelompok kepentingan pendidikan, lembaga pendidikan lain, akademisi dan pemerintah.

Berikut ini adalah beberapa bentuk komunikasi antar aktor dalam kerangka komunikasi pendidikan:

  1. Komunikasi Guru dan Siswa

Relasi yang baik antara guru dan siswa menjadi prasyarat terciptanya proses pembelajaran yang efektif. Sehingga dapat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa untuk meraih prestasi akademik yang memuaskan. Karakter guru yang komunikatif dan peduli akan membuat siswa merasa nyaman bertanya dan berdiskusi tentang berbagai hal. Menurut para pakar pendidikan, relasi yang baik antara guru dan siswa akan membawa pengaruh antara lain:

  1. Berpengaruh terhadap prestasi akademik siswa.
  2. Berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa
  3. Mengembangkan kemampuan siswa dalam melakukan penyesuaian sosial dan emosional.
  4. Menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif sehingga membuat siswa lebih menghormati orang lain di sekitarnya.
  5. Membuat siswa lebih mudah menjadi orang yang disiplin dan taat aturan.
  6. Membuat siswa lebih menyimak apa yang disampaikan gurunya karena merasa keberadaannya dihargai.

Menurut Kenneth (2007, dalam Iriantara & Syaripudin, 2018), tanpa komunikasi yang baik, seorang guru tidak dapat mengajar dan mendidik dengan efektif. Untuk itu, setiap guru harus memiliki skill komunikasi yang memadai dalam mengajar untuk membangun ambience (suasana belajar) yang menarik bagi siswa. Selain itu, guru yang mampu berkomunikasi dengan baik memiliki potensi untuk memberikan pengaruh terhadap orang lain dan strategi komunikasi yang efektif dapat tercapai.

Efektivitas komunikasi antara guru dan siswa sangat berpengaruh terhadap efektivitas pembelajaran di sekolah. Hal ini karena aktivitas pembelajaran sejatinya adalah aktivitas komunikasi antar manusia (dalam hal ini antara guru dan siswa), bukan sekadar proses transfer pengetahuan. Tujuan dari membangun komunikasi yang efekif dan efisien adalah mewujudkan kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa mencapai tujuan pembelajaran.

  • Komunikasi Sekolah dan Masyarakat

Komunikasi dengan masyarakat bertujuan untuk membangun relasi dengan lingkungan di luar organisasi pendidikan (sekolah) seperti lingkungan tugas, dinas pendidikan, PGRI, orang tua siswa, kelompok kepentingan pendidikan, lembaga pendidikan lain, akademisi dan pemerintah.

Untuk itu, organisasi pendidikan membutuhkan program-program kehumasan (public relation) untuk menjaga hubungan baik dengan lingkungan eksternal tersebut. Aktivitas kehumasan dapat membantu setiap lembaga pendidikan untuk menjalin hubungan yang lebih progresif dengan publik-publiknya. Dalam hal ini, komunikasi kehumasan harus melibatkan semua pemangku kepentingan organisasi pendidikan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari konflik dan meningkatkan kerja sama dengan semua pihak.

  • Komunikasi Sekolah dan Pemerintah

Pemerintah merupakan salah satu unsur dalam lingkungan strategis pendidikan. Pemerintah memiliki otoritas mengaluarkan kebijakan dan regulasi untuk mempengaruhi proses pendidikan dan kelembagaan pendidikan. Untuk itu dibutuhkan relasi yang baik dengan pemerintah sebagai salah satu bentuk hubungan dengan lingkungan eksternal pendidikan.

Humas khusus untuk pemerintah biasanya berupa komunikasi organization-to-government (organisasi ke pemerintah) yang membahas isu-isu regulasi, berkomunikasi dengan perwakilan pemerintah, melakukan lobi dalam rangka mengedukasi legislator, dan seterusnya. Semua itu adalah isu-isu strategis yang berpotensi mempengaruhi organisasi, interaksinya dengan pemerintah dan bagaimana organisasi tersebut diatur pemerintah.

Dalam pelaksanaannya, hubungan pemerintahan bisa dilakukan dengan kegiatan kehumasan atau melalui lobi/negosiasi. Dalam menjalankan hubungan pemerintahan tersebut, organisasi pendidikan tidak berarti harus selalu berkomunikasi langsung dengan pejabat pemerintah tetapi juga bisa menggunakan saluran-saluran komunikasi yang telah tersedia. Adapun komunikasi melalui lobi merupakan usaha untuk memberikan pengaruh dengan cepat dan legal terhadap proses pengambilan keputusan politik untuk menunjukkan kepentingan tertentu melalui sarana pemberian informasi. Biasanya lobi digunakan sebagai sarana untuk mempengaruhi proses legislasi.

KOMUNIKASI PEMBELAJARAN

Setelah kita memahami konsep komunikasi pendidikan, kini saatnya kita memahami konsep komunikasi pembelajaran. Menurut Richmond et.al (2009), komunikasi pembelajaran adalah proses dimana guru membangun relasi komunikasi yang efektif dan afektif dengan siswa sehingga siswa berkesempatan meraih keberhasilan yang maksimal dalam proses pembelajaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi pembelajaran lebih fokus pada hubungan antara guru dan siswa.

Dalam komunikasi pembelajaran, guru memiliki peran penting dalam memberikan panduan belajar kepada para siswa. Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru dalam proses evaluasi belajar menurut Lambrechts et al (2013, dalam Iriantara & Syaripudin, 2018):

  1. Feed-up: memberikan contoh tentang apa yang diharapkan selama evaluasi; membuat kriteria evaluasi yang jelas untuk siswa; transparan dalam penilaian.
  2. Feed-back: memberikan umpan balik kepada para siswa
  3. Feed-forward: memberikan input kepada siswa tentang bagaimana agar lebih baik dan lebih maju dalam proses pembelajaran.

Selain itu ada beberapa strategi yang dapat dipilih oleh guru dalam proses pembelajaran. Beberapa di antaranya adalah (Iriantara & Syaripudin, 2018):

  1. Guru sebagai penceramah

Dari sisi pemanfaatan waktu pembelajaran, metode ceramah termasuk cara yang paling efisien karena guru dapat menyampaikan banyak informasi pada siswa dengan penggunaan alat bantu minimal. Namun, saat ini ceramah dinilai kurang efektif karena siswa diposisikan sebagai pihak yang pasif, sehingga kurang mendorong mereka untuk berfikir kritis dan sulit menerapkan pembelajaran tingkat tinggi.

Dalam meningkatkan efektivitas komunikasi, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru antara lain:

  1. Mengalokasikan sebagian waktu yang tersedia untuk menyampaikan materi utama, dan sebagian untuk mengulang materi dengan cara berbeda seperti tanya-jawab, memberikan contoh dan lain-lain.
  2. Membantu siswa memahami dan mencatat materi pembelajaran dengan menyajikan uraian materi yang mudah dipahami dan dicatat misalnya dengan menyajikan tabel, gambar, bagan dan lain-lain.
  3. Menyampaikan ceramah dalam suasana yang akrab dan bersahabat, menyapa siswa dengan menyebut nama, bertanya-jawan dengan siswa, menggunakan pilihan kata yang menunjukkan kekitaan seperti “kelas kita” dan semacamnya.
  • Guru sebagai moderator

Salah satu peran guru di dalam kelas adalah sebagai moderator yang memfasilitasi diskusi interaktif antar para siswa. Agar menjadi moderator yang efektif, guru perlu memiliki keterampilan antara lain:

  1. Dapat mengajukan pertanyaan kepada siswa
  2. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran
  3. Mampu mengajukan pertanyaan yang mendorong siswa mendalami sendiri materi belajar.
  4. Menggunakan pertanyaan yang mendorong penalaran tingkat tinggi
  5. Mampu memfasilitasi berbagai pertanyaan dan komentar siswa
  6. Mampu menggunakan media komunikasi nonverbal secara efektif
  7. Terampil dalam berbagai teknik interaksi guna mencegah kebosanan.
  • Guru sebagai pembimbing

Guru juga dapat menjadi seorang pembimbing yang baik terutama dalam konteks pembelajaran yang menekankan aspek psikomotorik. Guru harus mampu memfasilitasi siswa untuk berlatih hingga mereka benar-benar menguasai keterampilan tersebut.

  • Guru sebagai manajer

Guru bisa berperan seumpama seorang manajer yang bertugas mengelola proses pembelajaran. Dalam hal ini guru dapat berperan sebagai manajer sumber belajar dan manajer personal. Sebagai manajer sumber belajar, guru memutuskan komposisi tugas kelompok dan cara siswa dikelompokkan. Guru mengatur komposisi siswa yang ada dalam satu kelompok sehingga siswa yang berada dalam kelompok cukup beragam yang terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, rata-rata dan di bawah rata-rata. Setelah kelompok terbentuk, guru memonitor kinerja setiap siswa dalam kelompok, agar semua siswa memberikan kontribusi pada kelompoknya. Sebagai manajer personal, guru menyediakan akses pada informasi yang dibutuhkan untuk semua kelompok sehingga bisa menyelesaikan tugas yang diberikan.

  • Guru sebagai koordinator dan inovator

Guru juga dapat berperan sebagai koordinator dan inovator. Guru dapat memberdayakan berbagai fasilitas dan media yang tersedia di kelas sebagai alat bantu pembelajaran, misalnya film, internet, majalah dan lain-lain. Di era digital, guru bisa memanfaatkan berbagai jenis teknologi seperti email, jejaring sosial, media sosial, website, blog maupun beragam aplikasi komunikasi lainnya sebagai sumber belajar.

KOMUNIKASI GENERASI Z

Tantangan komunikasi pembelajaran hari ini adalah bagaimana seorang guru dapat membangun komunikasi pembelajaran yang relevan dengan karakter para siswanya, dimana secara usia kebanyakan dari pelajar saat ini termasuk dalam kelompok generasi Z.

Jika generasi Z lahir di rentang tahun 1996-2010, itu berarti mereka di tahun 2022 ini berusia antara 12 hingga 26 tahun. Kebanyak dari mereka duduk di bangku SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.

Bagaimana karakter Generasi Z? Lalu bagaimana persamaan dan perbedaan karakter mereka dengan generasi X dan Y?

 Generasi XGenerasi Y (Milenial)Generasi Z
Tahun kelahiran1961-19801981-19951996-2010
KarakteristikMandiri, lahir dan dibesarkan oleh orang tua babyboomers yang workaholic, efisien, care er-minded, berpe-gang teguh pada prinsip.Optimistik, idealis, individualis, tumbuh besar saat era digital mulai berkembang, mencari pekerjaan yang sesuai passion, mudah bosan.Lahir saat teknologi sedang berkembang pesat, menginginkan segala sesuatu yang serba instan, kurang ambisi untuk bisa sukses, sangat cepat beradaptasi dengan teknologi
Lingkungan kerja yang disukaiJenjang karier yang jelas, suasana kantor yang efisien dan fleksibel, informasi yang jelas mengenai manajemen perusahaanFleksibel, suasana kantor yang kekeluargaan, selalu ada tantangan baru, bekerja sama baik dengan rekanrekan sekantorSaat ini generasi Z umumnya belum bekerja karena masih berusia remaja
Kehidupan sosial mediaSosmed yang digunakan umumnya Facebook dan Twitter. Sosmed digunakan untuk berhubungan dengan kawan lama, sharing sesuatu karena memang berguna atau ingin memberikan informasi bagi yang lain.Sosmed yang digunakan umumnya Facebook, Twitter, dan Instagram. Sharing karena kebutuhan sosial, menggunakan sosmed untuk menunjukkan eksistensi diri.Sosmed yang digunakan umumnya Instagram. Generasi ini punya kredibilitas tersendiri untuk membangun citra diri melalui apa yang dibagikan di sosmed mereka
Pola pikirMasih menghormati birokrasi dan mau mengikuti aturanCenderung idealis, jika ada aturan yang tidak sesuai maka tak ragu ditinggalkan.Cenderung serba instan, malas “ribet” dengan aturan.

Sumber: www.quipper.com (dalam Wijoyo dkk, 2020).

Rakhmah (2021) menjelaskan bahwa pemahaman tentang karakteristik setiap generasi menjadi penting untuk menentukan bagaimana strategi pendidikan yang efektif diberikan kepada siswa. Tujuannya tidak sekadar capaian akademik dan pedagogik siswa, tetapi juga bagaimana proses pendidikan dapat menumbuhkan karakter dan kecintaan siswa terhadap aktivitas belajar.

Mengingat Gen Z adalah “digital native”, maka dalam konteks komunikasi pembelajaran, guru harus banyak melakukan pengamatan tentang bagaimana siswa memadukan sisi fisik dan digital dalam cara mereka berinteraksi, hidup, dan belajar. Ini kemudian akan menjadi landasan bagi guru untuk menentukan metode pembelajaran yang akan gunakan.

David Stillman dan Jonah Stillman (2017, dalam Wahsun, 2021) menyebutkan 7 karakter dari Gen Z, yaitu: 

  1. Phygital

Gen Z berkarakter phygital karena Gen Z yang lahir setelah era 1995 dimana segala aspek di dunia fisik memiliki wujud yang ekuivalen di dunia maya. Dunia fisik dan dunia maya bukan dua dunia yang terpisah, tetapi saling berkelindan.

  • Fear of missing out (FOMO)

Dengan perubahan di linimasa yang terus mengalir, Gen Z selalu khawatir ketinggalan informasi. Mereka takut tidak update, ketinggalan gosip, isu terbaru, dan menjadi tidak relevan di kalangan teman-temannya.

  • Hiper kustomisasi

Gen Z berkarakter hiper kustomisasi karena hidup di dunia maya yang sangat cair, gen Z selalu ingin memiliki identitas unik yang membuatnya tidak larut dalam lautan massa. Mereka tidak menyukai produk standar dan seragam. Mereka mengkostumisasi apapun, mulai daftar lagu, film, logo, dan sebagainya.

  • Kompetitif

Gen Z tumbuh dari hasil pengalaman mereka saat orangtua mengalami krisis ekonomi membuat Gen Z lebih kompetitif dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka ingin menjadi bagian dari tim pemenang, bukan pecundang.

  • Weconomist

Gen Z berkarakter weconomist karena pada saat bertumbuh, Gen Z telah hidup dengan fasilitas platform ekonomi yang memungkinkan berbagi, seperti Uber, Grab, AirBnB, dan lain-lain. Mereka selalu ingin mencari jalan untuk terus memanfaatkan sumber daya bersama tanpa harus melakukan investasi besar.

  • Do it yourself (DIY)

Gen Z berkarakter DIY (Do it Yourself) karena Gen Z dibesarkan dengan aneka tutorial yang membuat mereka bisa mempelajari apapun secara asinkron mandiri seperti melalui Youtube. Hal ini menjadikan Gen Z tumbuh menjadi generasi yang percaya diri dan merasa bisa melakukan apapun sendiri. Sikap mental ini didukung oleh orang tua yang merupakan generasi X yang tidak mengikuti jalur-jalur tradisional.

  • Realistis.

Gen Z berkarakter realistis karena sebagai sosok yang mengalami kekhawatiran terhadap terjadinya krisis ekonomi, sebagaimana yang terjadi dalam 2 dekade terahir.

Tujuh karakter utama Gen Z ini dapat menjadi indikator bagi pemangku kebijakan pendidikan dalam menentukan bagaimana strategi pendidikan yang efektif diberikan kepada siswa kategori Gen Z. Dengan karakter phygital, guru harus banyak melakukan pengamatan tentang bagaimana siswa memadukan sisi fisik dan digital dalam cara mereka berinteraksi, hidup, dan belajar. Ini kemudian akan menjadi landasan bagi guru untuk menentukan metode pembelajaran yang akan gunakan. Guru harus semakin terbuka dan terbiasa menggunakan media pembelajaran berbasis digital, agar siswa tetap dapat aktif dan tersambung dalam pembelajaran dalam berbagai kondisi pembelajaran yang ada

Gen Z berkarakter FOMO dengan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tentang berbagai hal, khususnya hal-hal baru. Karakter FOMO menjadikan siswa terpacu untuk mengetahui berbagai hal dari sumber-sumber informasi yang tersebar dan mudah diakses saat ini semisal situs pencarian google. Dalam hal ini, pendidikan perlu menjadi media yang terbuka dan mewadahi berbagai informasi yang diperlukan siswa tidak hanya pada hal yang berkaitan dengan pembelajaran, tetapi juga keterampilan hidup. Guru harus mampu mengkurasi informasi apa saja yang memang bermanfaat bagi siswa, dan yang tidak.

Hiper kustomisasi merupakan karakter lainnya dari Gen Z dimana terbiasa menentukan kebutuhan apa yang mereka butuhkan dan perlu dapatkan. Hal ini dilakukan oleh mereka dengan cara berselancar di dunia maya. Dalam konteks pendidikan, memberikan kebebasan siswa menentukan cara belajarnya merupakan sebuah kebutuhan. Guru perlu untuk mampu melakukan personalisasi cara-cara belajar bagi setiap siswa, dan memberikan siswa lebih banyak kesempatan untuk mencari sumber belajar di luar aktivitas bersekolah. Karakter hiper kustomisasi menyebabkan siswa juga menjadi terbiasa mengkritisi banyak hal di sekelilingnya, termasuk memberikan masukan terhadap media-media belajar yang selama ini digunakannya. Penting bagi ekosistem pendidikan untuk memberikan ruang kepada para siswa untuk menyampaikan gagasan dan penilaiannya tentang proses belajar yang mereka jalani sehari-hari, termasuk berkesempatan merekonstruksi harapan mereka tentang pendidikan di masa depan. Yang utama dari peran guru adalah memberikan pemahaman pada siswa agar selalu memberikan ide dan kritik yang konstruktif secara asertif.

Dalam praktik pembelajaran saat ini, siswa menjadi sangat kompetitif dengan keragaman potensi yang dimilikinya. Ini perlu menjadi catatan penting bagi pendidikan khususnya guru untuk mampu memfasilitasi karakter terpacu tersebut melalui berbagai media yang mampu mengakomodasi potensi siswa yang beragam, tanpa mengarahkan pada upaya memperbandingkan antara siswa yang satu dan yang lainnya. Siswa perlu lebih banyak diapresiasi dan menjadikan praktik tersebut sebagai bagian tidak terpisahkan dari upaya-upaya reflektif semua pihak dalam memperbaiki kualitas pembelajaran.

Karakter lain dari Gen Z adalah Weconomist. Pada karakter ini, Gen Z lebih menyenangi kegiatan yang sifatnya berkelompok dan selalu terkoneksi dengan rekan sejawatnya. Dalam pembelajaran, karakter ini dapat difasilitasi dengan penerapan pendekatan pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu siswa dan mengkondisikan siswa untuk saling berkolaborasi dalam menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran yang diberikan. Era dunia maya, siswa justru perlu lebih banyak didekatkan dengan sesamanya, untuk dapat saling belajar dan saling memberikan peer review, dengan tetap menempatkan guru sebagai fasilitator belajar.

PEMBELAJARAN DIGITAL BAGI GENERASI Z

Menurut Kenji Kitao (1998, dalam Munir, 2017), setidaknya ada 3 potensi atau fungsi pembelajaran digital yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu sebagai alat komunikasi, alat mengakses informasi, dan alat pendidikan atau pembelajaran.

  1. Potensi Alat Komunikasi

Dengan menggunakan pembelajaran digital, dapat berkomunikasi kemana saja secara cepat. Misalnya, dapat berkomunikasi dengan menggunakan e-mail, atau berdiskusi melalui chatting maupun mailing list

  • Potensi Akses Informasi

Melalui pembelajaran digital, dapat diakses berbagai informasi, seperti prakiraan cuaca, perkembangan sosial, ekonomi, budaya, politik, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang disajikan oleh berbagai berbagai sumber tanpa harus berlangganan. Pembelajar dapat mengakses berbagai referensi, baik yang berupa hasil penelitian, maupun artikel hasil kajian dalam berbagai bidang.

  • Potensi Pendidikan dan Pembelajaran

Perkembangan teknologi pembelajaran digital yang sangat pesat dan merambah ke seluruh penjuru dunia telah dimanfaatkan oleh berbagai negara, institusi, dan ahli untuk berbagai kepentingan termasuk di dalamnya untuk pendidikan dan pembelajaran. Upaya yang dilakukan adalah mengembangkan perangkat lunak (program aplikasi) yang dapat menunjang peningkatan mutu pendidikan atau pembelajaran.

Kemudian Munir (2017) menjelaskan fungsi teknologi digital dalam kegiatan pembelajaran, yaitu sebagai suplemen, komplemen, dan substitusi.

  1. Fungsi Suplemen

Fungsi sebagai suplemen (tambahan) yaitu pembelajar mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak. Tidak ada kewajiban/keharusan bagi pembelajar untuk mengakses materi pembelajaran elektronik. Walaupun materi pembelajaran elektronik berfungsi sebagai suplemen, namun jika memanfaatkannya tentu saja pembelajar akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan. Peran pengajar adalah selalu mendorong, menggugah, atau menganjurkan para pembelajarnya mengakses materi pembelajaran elektronik yang telah disediakan.

  • Fungsi Komplemen

Fungsi sebagai komplemen (pelengkap), yaitu materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima pembelajar di dalam kelas. Materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement (penguatan) yang bersifat enrichment (pengayaan) atau remedial (pengulangan pembelajaran) bagi pembelajar di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional.

Pembelajar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu (1) fast learners, yaitu kelompok pembelajar yang cepat kemampuan belajarnya, (2) average or moderate learners, yaitu kelompok pembelajar berkemampuan rata-rata, dan (3) slow learners, yaitu kelompok pembelajar yang lamban kemampuan belajarnya.

  • Fungsi Substitusi

Pembelajar diberi beberapa alternatif model kegiatan pembelajaran. Tujuannya untuk membantu mempermudah pembelajar mengelola kegiatan pembelajarannya sehingga dapat menyesuaikan waktu dan aktivitas lainnya dengan kegiatan pembelajarannya. Ada tiga alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih pembelajar, yaitu mengikuti kegiatan pembelajaran yang disajikan secara konvensional (tatap muka) saja, atau sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui pembelajaran digital, atau sepenuhnya melalui pembelajaran digital.

Dalam pembelajaran, Harmanto (2013) menjelaskan bahwa karakter siswa generasi Z harus dipahami oleh para guru dalam mendidik mereka secara tepat. Dalam belajar, generasi Z memiliki karakter antara lain:

  1. Belajar dari Eksperimen.

Mereka lebih suka belajar sambil mengerjakan (learning by doing) daripada diberitahu apa yang harus dilakukan atau disuruh membaca buku. Mereka dapat secara intuitif menggunakan berbagai perangkat TIK dan menjelajahi Internet untuk mempelajari sesuatu yang baru, mencari teman baru, membuat album foto sendiri, atau mempelajari alat baru untuk blogging dan lain sebagainya. Mereka menikmati belajar melalui penemuan diri dan mengambil inisiatif untuk mempelajari alat-alat baru.

  • Lebih suka pembelajaran visual.

Mereka merasa lebih nyaman di lingkungan yang kaya media, dikelilingi oleh berbagai jenis perangkat digital. Gen Z menghadapkan diri mereka pada permainan komputer dan film interaktif, baik di rumah maupun di sekolah. Ketika mereka mencari informasi secara online, mereka tidak hanya akan mencoba mesin pencari yang berbeda (seperti Google), tetapi mereka juga mencari materi interaktif dari YouTube.

  • Suka bekerja dalam kelompok.

Generasi Z senang bekerja dalam tim dan menggunakan alat kolaboratif seperti Google Apps. Secara umum, mereka lebih suka belajar di lingkungan yang mendukung dengan kerja tim. Pembelajaran berbasis proyek yang dilakukan secara kelompok kerapkali lebih disukai daripada tugas individu.

  • Memiliki rentang perhatian yang pendek namun multi-tasking

Lingkungan generasi Z yang sangat kaya media tampaknya telah memperpendek rentang perhatian mereka. Jika seorang guru meminta mereka untuk mengerjakan hal yang sama selama berjam-jam, barangkali akan membuat mereka kewalahan atau membuat mereka frustrasi. Mereka mungkin akan lebih menikmati aktivitas jika mereka dapat menyelesaikan beberapa hal secara bersamaan, karena mereka biasanya dapat mengalihkan perhatian dengan cepat dari satu tugas ke tugas lainnya.

  • Menyukai pendidikan yang menghibur (edutainment).

Generasi Z lebih menyukai metode pembelajaran yang menyenangkan, yang menggabungkan antara pendidikan dan hiburan. Mereka percaya bahwa belajar tidak ada hubungannya dengan otoritas guru. Sebaliknya, pembelajaran dianggap interaktif dan melibatkan kegiatan yang menyenangkan. Mereka lebih suka guru memasukkan permainan dan aktivitas ke dalam kurikulum.

Dengan mempertimbangkan karakter generasi Z tersebut, Terzioglu (dalam Harmanto, 2013) menyebutkan beberapa teknik pembelajaran di kelas yang mungkin disukai oleh para siswa, seperti:

  1. Membawa film ke dalam kelas dan meminta siswa membuat catatan.
  2. Mengintegrasikan gambar, suara, dan video ke dalam semua aktivitas pembelajaran. Mereka dapat mendengarkan, menggambar, dan berbicara pada saat yang bersamaan.
  3. Membiarkan mereka merekam dan mengunggah presentasi mereka di YouTube
  4. Membiarkan mereka mengakses situs online untuk membuat poster dan gambar mereka sendiri.
  5. Mengintegrasikan hiburan & permainan untuk memaksimalkan partisipasi.

Oleh karena itu, sekolah dan atau perguruan tinggi perlu menyediakan teknologi yang memadai serta melatih para guru/dosen agar mampu menggunakan teknologi digital dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Halverson, dkk. (2017, dalam McCoy, 2020) menyebutkan beberapa tips:

  1. Guru harus mengadopsi teknologi baru dengan pola pikir baru dan sikap positif. Diperlukan lebih banyak waktu dan komitmen dari seorang guru dalam mempersiapkan segala sesuatunya terlebih dahulu dan memberikan umpan balik yang berkelanjutan.
  2. Siswa perlu dimotivasi untuk beradaptasi dengan teknologi baru dan merasa nyaman dalam menggunakannya. Mereka juga harus dibekali keterampilan manajemen waktu yang baik.
  3. Dukungan teknis di ruang kelas sangat penting untuk menghasilkan efektivitas pembelajaran.

Berikut adalah beberapa strategi pembelajaran digital yang diadaptasi dari Bonk dan Dennen (2003, dalam Munir, 2017):

  1. Ice breaker dan Opener. Kegiatan ini tujuannya mengkondisikan pembelajar untuk fokus pada pembelajaran. Ice breaker artinya memecahkan es, yang mengandung makna bahwa pembelajar terkadang berada pada situasi jenuh, tidak perhatian, tidak fokus atau tidak bergairah dalam belajar. Pengajar perlu melakukan tindakan dengan memberikan treatment berupa tindakan untuk membuat pembelajar aktif, sedikit permainan, memperlihatkan sesuatu yang menarik pembelajar. Dalam pembelajaran digital juga diperlukan, dalam hal ini pembelajar ditayangkan beberapa gambar, atau aktivitas yang membuat perhatian terfokus dan siap untuk belajar.
  • Student Expedition. Ketika pembelajar akan belajar melalui web, tujuan yang akan dicapai dan materi pembelajaran yang akan dipelajari sudah disajikan terlebih dulu. Materi pembelajaran yang harus dipelajari oleh pembelajar ini semacam peta content. Teori medan mengatakan, jika pembelajar dihadapkan pada sejumlah tantangan dalam belajar, maka kecenderungannya pembelajar termotivasi untuk terus belajar dan mencapai tujuan tertinggi atau target akhir dari pembelajaran tersebut. Pada bagian ini juga tersaji useful atau kegunaan dan cara-cara menggunakan web semacam petunjuk utuk menggunakan web ini sehingga tujuan dapat tercapai. Disajikan pula daftar aktivitas yang akan dilakukan oleh pembelajar selama belajar melalui web tersebut.
  • PCT (Purposive Creative Thinking). Mengidentifikasi konflik atau masalah-masalah dalam kegiatan belajar yang dihadapi oleh pembelajar yang dapat dipecahkan oleh pembelajar sendiri melalui fasiltas yang ada, misalnya disscussion forum atau chatting.
  • P2P (Peer to Peer interaction). Penggunaan metode cooverative dalam kegiatan pembelajaran di web. Hal ini ada kaitannya dengan kegiatan sebelumnya yaitu upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh pembelajar yang dicarikan solusinya melalui diskusi forum.
  • Streaming Expert. Tidak semua masalah yang dihadapi oleh pembelajar dapat dipecahkan sendiri atau berdiskusi dengan teman lain, namun diperlukan juga pendapat dari para ahli/pakar (expert) melalui kegiatan video conference atau sekedar melihat video yang sudah tersedia di digital learning (video streaming). Pada kegiatan ini dimungkinkan juga terjadi diskusi antara pembelajar dengan ahli/pakar. Jika web menggunakan sistem syncronus maka hal ini sangat mungkin terjadi.
  • Mental Gymnastic. Pembelajar melakukan kegiatan brain storming yaitu kegiatan curah pendapat yang bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah digariskan. Pembelajar mengumpulkan sejumlah topik-topik yang menarik perhatiannya untuk kemudian didiskusikan dan disampaikan kepada pembelajar yang lainnya.

Lalu, bagaimana metode guru dalam memilah dan memilih media pembelajaran? Dalam hal ini, Yanuarti & Mukti (2020) menyebutkan sejumlah pertimbangan dalam memilih media pembelajaran yang tepat, yakni akronim kata ACTION, yaitu: Access, Cost, Technology, Interactivity, Organization, dan Novelty.

Sumber: Yanuarti & Mukti (2020)

Yanuarti & Mukti (2020) kemudian menyebutkan beberapa jenis media pembelajaran berteknologi digital yang dapat dimanfaatkan:

  1. Multimedia Interaktif

Definisi multimedia secara terminologis adalah kombinasi berbagai media seperti teks, gambar, suara, animasi, video dan lain-lain secara terpadu dan sinergis melalui komputer atau peralatan elektronik lain untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pengertian ini terdapat dua kata kunci yakni terpadu dan sinergis. Hal ini menunjukkan bahwa komponen-komponen multimedia haruslah terpadu atau terintegrasi dan satu sama lain harus saling mendukung secara sinergis untuk mencapai tujuan tertentu. Di samping itu, dalam pengertian tersebut mengandung makna bahwa tiap komponen multimedia harus diolah dan dimanipulasi serta dipadukan secara digital menggunakan perangkat komputer atau sejenisnya (Surjono, 2017).

Apa saja elemen multimedia? 1) Teks: menyajikan isi, penjelasan, menu, label, caption, dll 2) Gambar digital: foto, grafik, ilustrasi, diagram, dll 3) Suara digital: narasi, suara binatang/benda, musik, efek suara, dll 4) Animasi: menunjang materi proses, gerak, visualisasi yang sulit, dll 5) Video: rekaman kejadian/peristiwa suatu proses dll yang lebih realistik dari animasi

  • Digital Video dan Animasi

Semakin berkembangnya teknologi, hari-hari dimana para pelajar menggunakan buku teks dan buku tulis perlahan hilang. Saat ini, banyak metode belajar yang berkembang, tentunya efektif dan menarik sehingga pelajar tersebut dapat memperoleh lebih banyak pengetahuan dengan waktu yang singkat. Video Based Learning atau pembelajaran berbasis video adalah salah satu metode yang telah menjadi tren dalam e-learning selama satu dekade. Manfaat Pembelajaran Berbasis Video telah memikat dunia pendidikan sejak penciptaannya. Karena otak manusia terhubung untuk melacak gerakan dan tertarik pada gerakan, video dapat membuat sesuatu menjadi lebih menarik daripada sekadar teks. Salah satu contoh, sebuah animasi dapat menjelaskan sebuah konsep, betapapun sulitnya konsep itu akan membuat anak-anak dan orang dewasa duduk diam untuk menonton.

Beberapa tipe atau jenis video pembelajaran:

No.TipeDeskripsi
1MicrovideoMicrovideo adalah video instruksional pendek yang fokus pada pengajaran satu topik sempit. Dapat digunakan untuk menjelaskan konsep sederhana, atau konsep rumit namun disajikan dalam beberapa rangkaian video.
2TutorialVideo tutorial adalah video dengan metode instruksional untuk mengajarkan proses atau berjalan melalui langkahlangkah yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas. Biasanya antara 2-10 menit video ini memanfaatkan berbagai metode pengajaran. Kadang-kadang disebut sebagai video how to.
3Training VideoVideo pelatihan dirancang untuk meningkatkan keterampilan tertentu. Umumnya membahas topik interpersonal atau topik terkait pekerjaan, seperti pelatihan perangkat keras dan perangkat lunak. Video pelatihan sering menggunakan cuplikan orang sungguhan untuk meningkatkan interaktivitas
4ScreencastSebuah video yang terutama terdiri dari rekaman layar yang dirancang untuk mengajarkan seseorang untuk melakukan tugas atau berbagi pengetahuan.
5Presentation & LectureSebuah rekaman ceramah atau presentasi untuk dipelajari audiens. Isinya merupakan gabungan audio presentasi, atau slide PowerPoint, webcam dan materi.
6AnimasiVideo animasi bisa terdiri dari full animasi digital yang dikemas menjadi video, atau video riil ditambah dengan animasi. Penggunaan animasi sebagai video bisa menggambarkan objek yang tidak bisa dilihat oleh mata atau peristiwa kompleks serta perlu penjelasan detil bisa disampaikan dengan jelas dan mudah dipahami.

Sumber: Yanuarti & Mukti (2020)

Tips umum membuat pembelajaran berbasis video, antara lain: 1) Kenali siapa peserta didik kita dan karakteristik perkembangannya 2) Persiapkan naskah video 3) Tentukan jenis video 4) Audio 5) Jadikan Video Interaktif.

  • Podcast

Podcast adalah episode program yang tersedia di Internet. Podcast biasanya merupakan rekaman asli audio atau video, tetapi bisa juga merupakan rekaman siaran televisi atau program radio, kuliah, pertunjukan, atau acara lain. Podcast biasanya menawarkan tiap episode dalam format file yang sama, seperti audio atau video, sehingga pelanggan selalu bisa menikmati program tersebut dengan cara yang sama. Sebagian podcast, seperti kursus bahasa meliputi beberapa format file, seperti video dan dokumen agar pengajaran berjalan lebih efektif. Bagi pendengar podcast, podcast adalah sebuah cara untuk menikmati konten menarik dari seluruh dunia secara gratis. Bagi pembuat podcast, podcast adalah cara yang sangat efektif untuk menjangkau banyak pendengar.

  • Augmented Reality (AR)

Augmented Reality (AR) dapat didefinisikan sebagai sebuah teknologi yang mampu menggabungkan benda maya dua dimensi atau tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan yang nyata kemudian memunculkannya atau memproyeksikannya secara real time. AR dapat digunakan untuk membantu memvisualisasikan konsep abstrak untuk pemahaman dan struktur suatu model objek.

  • Virtual Reality (VR)

VR adalah perpaduan dari pemrosesan gambar digital, grafik komputer, teknologi multimedia, sensor dan teknologi pengukuran, kecerdasan virtual dan buatan dan disiplin lainnya dalam satu, membangun lingkungan ruang tiga dimensi interaktif virtual yang realistis untuk manusia, dan merespons kegiatan real-time atau operasi untuk orang, yang membuat orang merasa seperti berada di dunia nyata. Ini akan memiliki dampak besar pada pengajaran multimedia tradisional yang membawa teknologi realitas virtual ke dalam proses pengajaran, pengajaran multimedia dari interaksi 2D ke 3D, dan membangun lingkungan pengajaran simulasi virtual yang tinggi.

  • Game-based learning dan Gamifikasi

Bermain dan belajar bertemu ketika ruang kelas memanfaatkan game sebagai alat pengajaran. Teknologi permainan membuat pelajaran yang sulit menjadi lebih menarik dan interaktif. Seiring kemajuan teknologi, teknologi ini dengan cepat digunakan untuk meningkatkan permainan edukatif dalam setiap disiplin ilmu. Permainan dapat mencerminkan masalah kehidupan nyata, yang mengharuskan siswa untuk menggunakan keterampilan yang berharga untuk menyelesaikannya.

REFERENSI

Harmanto, B. (2013). Teaching English to Generation Z students (New concept of young learners). Diambil dari http://eprints.umpo.ac.id/1752/2/6.%20Teaching%20Eng%20Generazion%20Z.pdf

Iriantara, Y. & Syaripudin, U. (2018). Komunikasi Pendidikan. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

McCoy, B. R. (2020). Gen Z and Digital Distractions in the Classroom: Student Classroom Use of Digital Devices for Non-Class Related Purposes. Faculty Publications, College of Journalism & Mass Communications. 116.

Munir. (2017). Pembelajaran Digital. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Rakhmah, D. N. (2021). Gen Z Dominan, Apa Maknanya bagi Pendidikan Kita?. Diambil dari https://puslitjakdikbud.kemdikbud.go.id/produk/artikel/detail/3133/gen-z-dominan-apa-maknanya-bagi-pendidikan-kita

Wahsun (2021). GEN-Z; PENDIDIKAN HARUS BERTRANSFORMASI; Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning Model) Bagi Gen-Z. Diambil dari https://ptplpmpjatim.id/2021/06/21/gen-z-pendidikan-harus-bertransformasi/

Wijoyo dkk. (2020). GENERASI Z & REVOLUSI INDUSTRI 4.0. Banyumas: Penerbit CV Pena Persada

Yanuarti, R. & Mukti, W. (2020). Media Pembelajaran Berteknologi Digital. Jakarta: Kemdikbud