Lindungi Pembuat Petisi “Mahasiswa UPI menggugat” MOKAKU-UPI 2021

Sebagai mahasiswa baru mengikuti serangkaian orientasi kampus adalah hal yang menguras pikiran dan perasaan. Resistensi terhadap perubahan situasi dari SMA ke mahasiswa dalam masa orientasi ini kerap dialami. Pemicunya beragam, tugas yang berat, kekerasan yang dilakukan senior, pengeluaran materi untuk membeli persyaratan tugas yang banyak, dan lain sebagainya. Semua itu sejatinya dihadapi dan dinikmati sebagai upaya mengasah mental.

Perkembangan informasi dewasa ini mengubah pola perilaku berinformasi. Di satu sisi, ragam platform sosial media memungkinkan seseorang memilih saluran untuk menyebarkan informasi, berupa pendapat, opini, kritik dan sebagainya. Namun, di sisi lain menimbulkan peluang “ditolak”, “dicaci”, ” disudutkan” oleh netizen yang pola komunikasi dalam menyampaikan pendapatnya pun mengarah pada agresif verbal. Ini masalah psikososial baru yang berbahaya bagi keselamatan jiwa remaja/dewasa muda yang di satu sisi memiliki idealisme berpikir dan fitrah berpikir kritis, jadi takut menyuarakan pendapat atau kebenaran karena takut mendapat kecaman sosial yang tidak hanya di dunia maya, tapi juga di dunia nyata.

Menanggapi mahasiswa baru UPI 2021 yang berinisiatif membuat petisi menolak tugas senior di masa orientasi (MOKAKU) ada hal yang perlu kita pahami bersama, bahwa setiap orang bebas secara bertanggungjawab untuk mengemukakan pendapatnya. Pro dan kontra keniscayaan. “We can not please everybody“, kita tidak bisa menyenangkan semua orang atas sebuah pilihan kondisi. Penting untuk melindungi mahasiswa baru yang berinisiatif membuat petisi tersebut, berikut sekumpulan mahasiswa yang juga menandatanganinya. Sebagai pendidik, kita perlu menyelamatkan “mental” mereka. Ada Istilah yang populer saat ini yaitu “kena mental”.

Kena Mental sering dipakai untuk mengomentari netizen yang diam seribu basa setelah berkomentar  meskipun dia salah. Fenomena dimana seseorang memposting sesuatu tentang opini pribadi atau mengecam sesuatu yang tidak sesuai dengan dirinya. Biasanya lebih ke arah Cringe atau terlalu berlagak ke arah sombong atau merasa dirinya paling benar. Seseorang yang terlalu membela apa yang menjadi pilihannya, namun ternyata pilihannya yang salah itu dihujat oleh banyak netizen. Akhirnya dia tidak lagi ikut berkoar-koar atau bahkan menghapus postingan miliknya. Inilah yang dimaksud dengan Kena Mental. Sebuah tamparan keras dari netizen yang membuat seseorang jadi lebih memilih diam atau menghindar dari kolom komentar.

Seseorang dapat menjadi “down” atau tidak semangat lagi “menyuarakan pendapat dengan sehat” karena terserang emosional atau mentalnya. Intinya ada penurunan dari awalnya begitu semangat menjadi lesu. Seseorang jadi takut, cemas, dan tidak kuat sehingga menghindari perdebatan di sosial media.

Fenomena “kena mental” ini kerap terjadi saat berinteraksi di media sosial. Sebut saja, Amel yang “kena mental” karena hujatan netizen yang tidak setuju dirinya mirip legend Nike Ardila.

Kembali pada kasus MOKAKU UPI, pihak BEM harus menanggapi hal ini secara dewasa. Pembuat petisi tetap dilindungi dan dihargai pendapatnya, panggil baik-baik, duduk bersama untuk secara dewasa mencari solusi terbaik. Terkait isi petisi “belum pengalaman mengajar”, itu tantangan..alah bisa karena biasa. Orang yang berani itu adalah yang berani melawan ketakutan, kelemahannya, dan rasa pesimistis. Pasti tidak ada orang yang tidak pernah merasakan takut, tapi melawan ketakutan adalah suatu keberanian yang sebenarnya. Berikan contoh bahwa senior-junior perlu saling belajar. Hal ini adalah bagian dari proses demokrasi yang mendewasakan cara berpikir yang literate, sebab mahasiswa adalah calon pemimpin masa depan yang harus siap dengan perubahan dan tantangan.

Mengutip yang dikatakan Bung Hatta, “Apa yang dilakukan oleh orang setelah mendengar suatu khotbah jauh lebih penting dari apa yang dikatakannya tentang khotbah itu. Nah ini yang paling penting: bertindak! Apalagi sekarang banyak wadah untuk berkomentar, mengkritik semua hal tapi tidak melakukan apa-apa. Jangan seperti itu ya guys!. Minimal bertindak sebagai netizen yang bijak saja dulu. Ramaikan jagad maya dengan informasi dan komentar sehat, agar mental tetap tangguh bertumbuh bersama.(Susanti Agustina, Dosen Prodi Perpustakaan dan Sains Informasi FIP UPI, Biblioterapis)