Mahasiswa Departemen Sosiologi dan Departemen Komunikasi UPI Teliti Fenomena Unconditional Love

Bandung, UPI

Bagaimanapun, norma serta nilai yang berlaku di masyarakat, perlu dan harus selalu dijunjung tinggi oleh seluruh lapisan masyarakat, khususnya oleh mahasiswa di era milenium ini. Diharapkan, agar masyarakat dapat melihat dan mengawasi secara langsung kehidupan percintaan remaja dengan perkembangan istilah-istilah hubungan yang semakin tidak sehat.

Penegasan tersebut disampaikan Ketua Tim Riset Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Penelitian Sosial Humaniora (SH) Frismayanti Fitrianingrum mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi angkatan 2017 Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) melalui keterangan pers-nya terkait penelitian yang dilakukannya yang berjudul “Fenomena Hubungan Unconditional Love (Friends with Benefits & One Night Stand) dalam Ruang Lingkup Mahasiswa”. Kelompok ini beranggotakan Yanuar Debi Andriani mahasiswa Prodi Sosiologi angkatan 2017 dan Zihfa Anzani Saras Isnenda mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi angkatan 2016, di bawah bimbingan Asep Dahliyana, S.Pd., M.Pd.

Dikatakan Frismayanti,”Melalui program penelitian dari Kemenristekdikti ini, dapat memberikan sebuah solusi bagi para remaja khususnya mahasiswa, untuk dapat memperbaiki kondisi unconditional love. Terbuka pandangannya pada arti penting norma dan nilai di masyarakat, demi peningkatan kualitas manusia Indonesia yang lebih bermartabat. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui perubahan pola hubungan percintaan mahasiswa dengan lawan jenisnya di era milenial.”

Menurut pengakuannya, keinginan untuk meneliti fenomena unconditional love itu dilatarbelakangi oleh rasa prihatin atas dampak negatif westernisasi yang merusak citra masyarakat Indonesia yang menerpa generasi muda. Belakangan ini, hubungan percintaan telah menjadi fenomena yang mengkhawatirkan, namun dianggap biasa oleh para remaja. Hubungan percintaan dengan istilah unconditional love saat ini, sudah keluar dari nilai dan norma serta etika yang berlaku di masyarakat.

Senada dengan Frisma, Asep Dahliyana, S.Pd., M.Pd., mengatakan,”Penelitian ini menjadi penting, mengingat mahasiswa merupakan remaja generasi penerus bangsa yang harus siap melawan tantangan masa depan. Jangan sampai generasi mereka hancur terlebih dulu dengan fenomena negatif seperti ini. Kehadiran istilah Friends with benefits atau yang lebih dikenal dengan ungkapan teman tapi mesra serta one night stand atau cinta satu malam, mulai ramai diperbincangkan dalam kondisi negatif. Data awal penelitian yang mereka dapatkan bahkan menunjukkan persentase signifikan, bahwa 274 dari 287 mahasiswa di Bandung pernah menjalin hubungan friends with benefits maupun one night stand.”

Menurut dosen Departemen/Program Studi Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Dr. Ipah Saripah, M.Pd., bahwa dalam teorinya, mahasiswa berada dalam praktik unconditional love yang keliru, ini yang sering disalahartikan. Unconditional love seharusnya terjadi dalam situasi saling mencintai apa adanya dengan tidak melakukan hubungan yang merusak satu sama lainnya.

“Perlu dibedakan antara toxic relationship dengan unconditional love. Seperti friends with benefit ataupun one night stand, hubungan yang justru tidak dilandasi cinta apa adanya seperti makna asli dari unconditional love. Keduanya lebih mengacu pada toxic relationship sebagai kondisi bersyarat yang menuntut hubungan dengan benefit atau persyaratan waktu yang hanya terjadi satu malam dan tentu saja bersifat racun yang merusak,” ungkapnya.

Hasrat seksual mahasiswa yang sudah memasuki ketagori dewasa awal yang mendesaknya untuk segera dipenuhi, ujarnya lagi, namun cara berpikir mereka masih sebatas pemikiran remaja yang tidak mau melibatkan konsekuensi. Ketika sisi kebutuhan seksual mereka semakin besar, pola pikirnya justru berkutat di muka dengan hanya mengarah pada apa yang harus dilakukan sekarang.

Ditegaskannya,”Mahasiswa masih belum mampu memposisikan dan mengatur dirinya, selalu berlutut di bawah tekanan emosional hasrat dan membuatnya patuh pada kehendak ego seksual. Mengesampingkan nilai agama atau susila yang ada. Bahkan akhir-akhir ini, tercium banyaknya kasus pelecehan seksual maupun seks bebas pada mahasiswa yang kemudian melambung ke muka warta dunia dan mempermalukan negara kita.”

Dalam kondisi seperti ini, katanya, ancaman bagi mahasiswa Indonesia semakin besar. Dari apa yang mereka baca, mereka dengar atau mereka saksikan, semuanya disinyalir akan membentuk pola pikir baru yang lebih liar dan bebas, mendorong hubungan percintaan semakin tidak sehat dan menimbulkan berbagai dampak negatif sampai yang paling parah adalah kemungkinan meningkatnya angka penyakit HIV/AIDS pada remaja Indonesia. (Zihfa Anzani Saras Isnenda/edit.dodiangga)