Mahasiswa FPBS UPI Sajikan Potret Kemiskinan Kota Bandung Dalam Monev Eksternal PKM 2019

Bandung, UPI

Acara Monitoring dan Evaluasi (Monev) Eksternal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang berlangsung tiga hari (27-29 Juni 2019) telah selesai diselenggarakan. Di antara 61 tim PKM yang wajib mempresentasikan laporan kemajuannya di Museum Pendidikan Nasional UPI, ada salah satu tim PKM Penelitian Sosial Humaniora yang menampilkan potret kemiskinan Kota Bandung dalam lirik pengantar pengamen jalanan bergaya punk. Hasil penelitian ini dipresentasikan pada hari kedua monev eksternal, yaitu 28 Juni 2019 pukul 21.00 WIB.

Tim yang berasal dari Prodi Bahasa & Sastra Indonesia ini melibatkan Faridah Nur Azizah sebagai ketua serta Ananda Kevi Ronaldo & Nadia Nurul Ain sebagai anggota. Penelitian ini didasari oleh maraknya pengamen jalanan bergaya punk yang mengamen dengan lirik pengantarnya. Mereka mencoba mendalami lirik pengantar pengamen tersebut dari segi sosiolinguistiknya. Mereka mengkaji lirik tersebut dan menghubungkannya dengan keadaan sosial penuturnya. Mereka mengadakan penelitian ke lapangan dengan merekam diam-diam lirik pengantar tersebut kemudian mewawancarai langsung penuturnya. Dari data yang telah diambil di lapangan, mereka menganalisis salah satu lirik yang paling lengkap dari segi bahasa lalu membandingkannya dengan data lainnya. Temuan penelitian menunjukkan adanya pola variasi bahasa ken yang digunakan oleh para pengamen tersebut. Bahasa ken adalah bahasa yang biasanya digunakan untuk merengek-rengek dan memelas.

Variasi bahasa ken yang terdapat dalam lirik pengantar pengamen jalanan di Kota Bandung tersebut memiliki pola-pola yang serupa. Pola tersebut adalah meminta maaf, mengancam, mengharap keikhlasan, menceramahi, menyindir, meminta kesetaraan status sosial, dan merendahkan diri sendiri. Para pengamen jalanan bergaya punk rata-rata menggunakan lirik-lirik pengantarnya dengan makna demikian.

Penelitian variasi bahasa para pengamen jalanan bergaya punk ini diharapkan dapat memberikan penyadaran bagi masyarakat luas tentang potret kemiskinan Kota Bandung, khususnya karena faktor rendahnya tingkat pendidikan para pengamen jalanan tersebut. “Setelah kemiskinan dipotret dalam lirik, masihkah kita tidak berkutik? Saatnya kita mulai peduli!” begitu kalimat pamungkas presentasi tim penelitian ini. (DN)