Mendaftar ke Boarding School

Oleh: Cecep Darmawan

Guru Besar dan Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan Publik, Inovasi Pendidikan dan Pendidikan Perdamaian LPPM UPI

BEBERAPA saat lagi penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2020 akan dibuka. Namun, masa pandemi covid-19 membuat model PPDB tahun ini, khususnya sekolah negeri masih belum pasti akan menggunakan model dan kebijakan seperti apa.

Apakah model zonasi, prestasi, atau kombinasi. Apalagi ada gagasan nilai prestasi akademik hanya dilihat dari nilai rapor beberapa semester sebelumnya. Di tengah kegalauan orangtua menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sebenarnya ada model  pendidikan yang banyak diimplementasikan lembaga pendidikan swasta, yakni sistem boarding school (BS).

Sistem ini diyakini menjadi salah satu alternatif sistem pembelajaran yang mengintegrasikan pendidikan formal dengan pendidikan nonformal model pengasuhan. Praktiknya selama ini banyak sistem BS yang diterapkan dengan mengadopsi dan memodifikasi sistem pendidikan pesantren meski ada pula model lain di luar itu. Tren atau kecenderungan masyarakat menengah perkotaan menyekolahkan anaknya di sekolah yang berbasis BS, terlihat dari tinggi angka pendaftar. Bahkan, kerap sekolah berbasis BS sudah menerima pendaftaran siswa baru jauh-jauh hari sebelum sekolah negeri mulai membuka pendaftaran.

Terintegrasi

Kenyataan menunjukkan bahwa banyak orang sukses di negeri ini yang terlahir dari sistem BS. Faktor pembelajaran dan pengasuhan yang terintegrasi dengan baik menumbuhkan karakter positif, seperti disiplin, rajin, mandiri, kerja keras, toleran, peduli sosial dan lingkungan hidup, ke dermawanan, tolong-menolong, dan hal positif lainnya.

BS selama ini diyakini sebagai salah satu implementasi model pendidikan karakter dengan mengembangkan konsep multiple intelligences system yang menekankan pada aspek life skills, soft skill, dan mempertautkan ilmu, akhlak/moral, sikap, dan contoh keteladanan melalui pembiasaan dan role model di dalamnya.

Dalam tataran implementasi, BS ingin menerapkan konsep integrasi atau penyatuan kemampuan dasar kecerdasan siswa (IQ, EQ, dan SQ) agar terjadi sinergi unsur-unsur akal, hati, dan perbuatan atau 3H (head, heart, dan hands) sehingga tercipta pribadi siswa yang ilmiah, edukatif, religius, dan memiliki wawasan kebangsaan.

Oleh karena itu, sekolah yang berbasis BS ada juga yang melakukan semacam tes multiple intelligences research, yakni suatu tes yang bertujuan untuk mengetahui entry behavior siswa dan sejauh mana potensi kecerdasan siswa yang berbedabeda atau beragam tadi dapat dioptimalkan dalam program BS.

BS merupakan model program pendidikan persekolahan yang proses pembelajarannya dilakukan di sekolah plus asrama sepanjang hari, melalui kurikulum yang terintegrasi baik dalam kegiatan kurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler. 

BS melekatkan seluruh aktivitas, program, dan pengelolaan pendidikannya dilakukan secara terintegrasi, terpadu, dan holistis antara pendidikan formal di waktu sekolah dan pembinaan di asrama. Peserta didik tidak hanya terlibat pembelajaran pada kegiatan kurikuler di kelas, tetapi juga dipandu para pembina/pembimbing melakukan aktivitas kokurikuler dan ekstrakurikuler di luar kelas asrama.

Pembelajaran di luar kelas atau asrama dilakukan dengan prinsip bahwa belajar itu harus menyenangkan. Belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar dengan menerapkan prinsip learning by doing agar terjadi proses habituasi atau pembiasaan yang baik melalui joyfull learning.

Intinya sekolah dan asrama menjadi rumah idaman bagi siswa sehingga mereka merasa di rumahnya sendiri. Siswa pun diajari berbagai kreativitas, praktik-praktik ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya, bergaul dan bersosialisasi sesama peserta didik, dan bermain (gim) serta belajar sampai sore atau malam hari, serta aktivitas positif lainnya sesuai kebutuhan.

Landasan BS

Tujuan BS bukanlah sekadar wahana menampung siswa mondok. Setidaknya ada beberapa argumentasi yang melandasi model pendidikan BS ini. Pertama, banyaknya pengaruh negatif dari pergaulan lingkungan di luar sekolah.

Fakta membuktikan kerapnya kejadian tawuran antarpelajar dan kasus narkoba yang melibatkan sejumlah siswa, sungguh mengkhawatirkan orangtua.

Waktu luang di luar jam sekolah bagi sebagian siswa manakala tidak dimanfaatkan dengan aktivitas positif, dan terkontaminasi pengaruh negatif media sosial. Kedua, model BS bisa memadukan ranah kognisi atau pengetahuan dengan pembinaan aspek afeksi dan psikomotorik melalui praktik dengan bimbingan dari pengasuhnya. Waktu yang panjang di sekolah dan asrama yang terintegrasi dapat memungkinkan anak didik belajar secara penuh waktu, bukan saja secara teori, melainkan juga melalui praktik keseharian di sekolah dan asrama.

Dengan demikian, BS dapat menanamkan materi pendidikan karakter secara komprehensif, berkenaan dengan unsur pengetahuan tentang hal baik (knowing the good), tindakan yang baik (doing the good), dan unsur tindakan internal dalam melakukan hal yang baik (loving the good) (Thomas Lickona: 2006).

Pengembangan knowing the good, doing the good, dan loving the good dalam program BS amatlah penting dan menjadi salah satu keunggulan jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah formal konvensional.

Ketiga, model BS membantu para orangtua siswa yang bekerja dan sibuk, sehingga tidak punya waktu mengurus dan mendidik  anaknya. Kondisi ini banyak dijumpai pada orangtua kelompok menengah atau kaum metropolis. Posisi orangtua yang minim waktu untuk mendidik anaknya, amat terbantu dengan program BS. Tidak mengherankan sekolah berbasis BS kerap menjadi rebutan para orangtua perkotaan untuk menyekolahkan anaknya.

Kritikan

Meski begitu, BS juga tidak luput dari kritikan. Bahkan, sebagian kalangan memandang jika pelaksanaan BS tidak dikelola dengan  profesional, berdampak pada sikap dan perilaku anak didik yang jenuh. Ada sejumlah temuan sekolah berbasis BS yang dikelola kurang profesional dan tidak menerapkan prinsip merdeka belajar, yang pada akhirnya menimbulkan kebosanan pada diri siswa.

Agar pembelajaran BS berjalan dengan baik, selayaknya menggunakan kurikulum yang sudah teruji dengan baik dan mengembangkan model inovasi dan strategi pembelajaran serta pengasuhan siswa yang sentris, menciptakan suasana yang menyenangkan, dan memperhatikan perkembangan psikologi siswa.

Dengan sistem BS seperti ini, diharapkan tidak sekadar dapat meningkatkan kognisi, afeksi, dan psikomotorik siswa, tetapi juga sekaligus terjadi internalisasi nilai-nilai dan karakter positif pada diri siswa secara utuh. 

Semoga melalui BS ini akan terlahir generasi muda bangsa yang beriman, berkarakter positif, cerdas, sehat, mandiri, dan memiliki wawasan kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi untuk kemajuan bangsa. (sumber: https://m.mediaindonesia.com/read/detail/307807-mendaftar-ke-boarding-school)