Mengawal Pengesahan RUU TPKS : Seminar Nasional Puncak 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Bandung, UPI – Aliansi UPI Lawan KS bekerja sama dengan Perempuan Mahardhika melaksanakan seminar nasional bertajuk RUU TPKS dan Pemenuhan Hak Asasi Perempuan pada Kamis (9/12). Acara yang dilaksanakan secara blended ini sekaligus untuk memperingati puncak 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Seminar nasional ini dihadiri oleh 6 pemateri, antara lain, Ratna Batara Munti dari direktur LBH APIK Jabar, Hani Yulindrasari Ph.D sebagai kepala pusat kajian pendampingan krisis UPI, Vivi Widyawati dari Perempuan Mahardika, Azmi Mahatmanti dari GREAT UPI sekaligus ketua BEM KEMA FIP UPI, Ala’i Nadjib dari Kongres Ulama Perempuan Indonesia., dan anggota BALEG DPR RI, Willy Aditya.
Ratna Batara Munti dalam pemaparan materinya menceritakan perjalanan panjang yang harus dilalui RUU ini untuk disahkan. Sempat mengalami hambatan di periode sebelumnya, draf RUU TPKS kembali dibahas pada 1 November.
BALEG DPR RImemutuskan untuk melanjutkan pembahasan RUU TPKS ke Sidang Paripurna yang akan dilaksanakan pada 15 Desember 2021 mendatang yang berdasarkan keputusan 7 Fraksi menyutujui draf ini, 1 fraksi meminta penundaan dan 1 fraksi menolak. Di dalam pandangan mini-fraksi, mereka masih menginginkan penghapusan frasa “kekerasan seksual”.
Hani Yulindrasari Ph. D, memberikan pernyataan atas permohonan salah satu fraksi untuk mengganti frasa “kekerasan seksual” menjadi frasa “Tindak Pidana”. Beliau menyatakan, “Kita harus punya terminologi yang membedakan dengan perilaku seksual lainnya. Yang membedakan siapa pelaku dan korban, agar kita dapat mengetahui kepada siapa kita harus berpihak”. Menurutnya, jika frasa tersebut diganti dengan “Tindak Pidana” maka segala jenis perilaku seksual akan dipidanakan.
Vivi Widiawati, menceritakan bagaimana pelecehan seksual terjadi di ruang kerja dan bagaimana relasi kuasa berpengaruh dalam kekerasan seksual. Pekerja yang mengalami pelecehan seksual sulit untuk berkata tidak.
Vivi juga menuturkan konsen sangatlah penting karena konsen hidup di relasi manapun, baik perkawinan maupun dalam hubungan pacaran. “Dalam relasi perkawinan, konsen itu hidup. Dalam relasi pacaran, konsen hidup. Konsen memberikan batas kapan kita ingin melanjutkan.” Selain itu, Vivi menambahkan bahwa konsen meng-empower kita untuk menolak. Selain dalam ruang lingkup kerja kekerasan seksual pun terjadi pada ruang lingkup pendidikan.
Azmi berujar bahwa kampus belum menjadi tempat yang aman untuk perempuan. Meskipun kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus UPI terhitung sedikit, tidak berarti UPI sudah menjadi ruang aman untuk perempuan. Selain itu, Azmi juga membahas tentang KDP (Kekerasan Dalam Pacaran). berdasarkan catatan dari komnas perempuan di tahun 2020. dibuktikan dengan adanya catatan kdp dengan jumlah 1731 kasus. dengan adanya kasus kekerasan seksual menjadi bukti bahwa masih minim sekali ruang aman bagi perempuan.
Sebetulnya pada acara kali ini panitia menghadirkan 6 orang pemateri. Namun, karena satu dan lain hal, Willy Aditya selaku badan legislatif DPR RI dan juga ketua panitia kerja pembahasan RUU TPKS tidak bisa menghadiri seminar nasional ini, sehingga pendapatnya mengenai legitimasi RUU TPKS tidak tersampaikan.
Acara ini ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap mendukung RUU TKPS yang berisikan 5 point sebagai berikut:

  1. Meminta DPR, khususnya Panja (Panitia Kerja) RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, agar mempertahankan judul RUU saat ini yakni RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
  2. Menjaga dan mengamankan RUU TPKS agar tetap pada tujuan dan maksud dibuatnya RUU ini, yakni sebagai aturan khusus yang berfokus pada isu kekerasan seksual dan bukan isu lain di luar konteks kekerasan seksual, seperti seks bebas atau isu asusila.
  3. Menghindarkan potensi kriminalisasi terhadap korban dengan menutup upaya pihak-pihak tertentu yang berambisi mencampuradukkan perzinaan atau sejenisnya dengan kekerasan seksual.
  4. Menuntut DPR agar tidak menitikberatkan pada pencegahan saja, tetapi juga menguatkan substansi RUU TPKS di semua aspek khususnya terkait pemidanaan, penanganan, dan layanan terpadu untuk pemulihan korban, sehingga RUU TPKS dapat diimplementasikan sesuai dengan harapan dan tujuan penyusunannya.
  5. Menghimbau agar semua pihak dapat mendukung dan mengawal pembahasan RUU TPKS di Baleg saat ini, hingga RUU ini disahkan di DPR, dengan muatan substansi yang tidak keluar dari maksud dan tujuannya.

(Kontributor Berita UPI/great-16haktp-Abdul Aziz)