Mengintip Keunikan Museum Pendidikan Nasional

KOTA Bandung adalah kota besar yang terletak di tengah Provinsi Jawa Barat. Sebagai ibu kota provinsi Jawa Barat, Bandung memiliki daya tarik yang membuat siapa pun tertarik mengunjunginya. Cuacanya sejuk dan lingkungannya ramah membuat orang betah berlama-lama menghabiskan waktu di Kota Kembang ini. Bandung memiliki destinasi wisata yang amat beragam, mulai dari wisata kuliner, taman bunga, kebun binatang, taman kota, wahana bermain, pusat perbelanjaan, dan wisata education. Salah satu bentuk wisata education yang ada di Kota Bandung adalah museum.

Kota Bandung sendiri memiliki beberapa museum di antaranya Museum Pos, Museum Geologi, Museum Sri Baduga, Museum Kereta Api, dan Museum Pendidikan Nasional. Seringkali orang beranggapan bahwa museum bukanlah tempat untuk berwisata yang menarik. Disana pengunjung hanya akan melihat koleksi-koleksi museum dan membaca tulisan yang tertera sebagai bentuk penjelasan dari koleksi museum tersebut. Padahal jika mengutip dari Pramoedya Ananta Toer, “Kalau orang tak tahu sejarah bangsanya sendiri –tanah airnya sendiri- gampang jadi orang asing di antara bangsa sendiri”. Melalui museum, sejarah bisa dipelajari dengan lebih mendalam. melalui museum juga masyarakat bisa melihat bukti-bukti dari sejarah. Masyarakat bisa lebih mengetahui siapa nenek moyangnya dan bagaimana perjalan hidup mereka, jika kita mau mengintip lebih dalam, Banyak hal unik dan menarik yang bisa dilihat dan dipelajari dari museum. Salah satunya seperti apa yang ada di Museum Pendidikan Nasional.

Museum Pendidikan Nasional Terletak di dalam kompleks kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bumi Siliwangi Jln. Dr. Setiabudhi. Bangunan dengan gaya modern minimalis ini diresmikan oleh Rektor UPI Prof. Furqan, Ph.D pada hari Rabu, 25 November 2016 yang bertepatan dengan Hari Guru Nasional.

Menelusuri jejak-jejak pendidikan di Indonesia bukanlah tugas yang mudah. Sejarah pendidikan Indonesia sangatlah luas. Namun beberapa jejak itu dapat kita temui di Museum Pendidikan Nasional Bumi Siliwanngi ini. Dengan arsitektur gaya modern minimalis ini seolah-olah ingin menunjukkan eksistensinya.

Tidak seperti museum kebanyakan, Museum Pendidikan Nasional  memiliki beberapa keunikan. Jika biasanya museum hanya menampilkan koleksi-koleksi dari masa lalu, namun di Museum Pendidikan Nasional ini menyajikan bagaimana pendidikan di masa yang akan datang.

Sebelum memasuki pintu depan museum, pengunjung akan bisa melihat hiasan taman berupa air mancur. Selain itu juga akan terlihat sebuah bentuk bola dunia besar yang berada di sisi  sebelah kanan museum. Lalu pada dinding luar museum akan terlihat ukiran berupa gambar wayang dan logo UPI.

Sesaat setelah memasuki pintu depan museum, pengunjung akan disambut oleh seorang perempuan yang menggunakan baju batik dan rambut disanggul. Ia akan memperkenalkan diri dan menyambut pengunjung dengan keramah tamahannya. Namanya adalah Deviana Ramadhiana. Perempuan itu adalah kurator yang akan menemani perjalanan selama di museum.

Bangunan museum  ini terdiri dari 4 lantai dengan materi  yang berbeda di setiap lantainya. Di lantai satu kita dapat melihat bagaimana perkembangan pendidikan dari jaman pra-sejarah, pendidikan berbasis agama, pendidikan jaman colonial, pendidikan jaman Jepang, hingga pendidikan jaman  kemerdekaan.

Deviana menjelaskan bahwa pada jaman pra-sejarah pendidikan hanya terjadi di dalam ruang lingkup keluarga. pendidikan diberikan oleh kepala keluarga dan kepala suku. Pendidikan yang diterima pun hanya tentang bagaimana agar manusia mampu bertahan hidup. Bagi kamu lelaki, kemampuan yang harus dikuasai adalah kemampuan untuk berburu, bertahan dan membela diri. Sedangkan untuk perempuan kemampuan yang harus dikuasai adalah cara memasak, mengolah makanan, dan mengurus rumah tangga.

Di museum itu ditampilkan diorama pada saat manusia sedang berburu dan mengolah makanan. Senjata yang digunakan untuk berburu pada saat itu adalah tombak dan pengunjung bisa melihat langsung contoh dari tombak tersebut pada diorama yang ditampilkan.

Sedikit bergeser dari wilayah pendidikan jam pra-sejarah, pengunjung akan melihat bagaimana pendidikan berbasis agama mulai berkembang di Indonesia. Pada bagian ini terlihat ada maket-maket yang menyerupai tempat-tempat ibadah seperti Masjid Demak, Gereja Bethel, dan masih banyak lagi. Deviana  menjelaskan bahwa semua maket yang ada di dalam museum adalah karya dari mahasiswa Fakultas Pendidikan Seni dan Desain (FPSD). Ia juga memaparkan kalau semua koleksi museum didapatkan dengan mencarinya ke kota lain, membelinya di pasar loak, atau mengumpulkan dari para kolektor.

Setelaj melihat-lihat koleksi di bagian pendidikan berbasis agama, selanjutnya pengunjung akan melihat bagian pendidikan zaman kolonial. Pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana jatuh bangunnya bangsa Indonesia untuk memeroleh pendidikan. Pengunjung akan melihat koleksi buku-buku yang dipakai di sekolah-sekolah pada zaman kolonial dan alat tulis yang mereka gunakan.

Pada zaman kolonial,, pendidikan memiliki empat karakter utama yakni: 1) dualistis-diskriminatif yang berarti sekolah akan dibedakan untuk anak pribumi, anak Belanda dan Tionghoa, dan akan dibedakan juga berdasarkan bahasa pengantarnya; 2) gradualis, sistem sekolah di Indonesia dikembangkan sangat lamban, karena bangsa penjajah tidak ingin pribumi lebih pintar dari mereka. Akan dibutuhkan waktu 100 tahun untuk Indonesia jika ingin memiliki sistem pendidikan yang lengkap mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi; 3) konkordansi, yang artinya kurikulum dan sistem ujian disamakan dengan yang ada di sekolah negeri Belanda; 4) pengawasan yang ketat, pribumi yang mengenyam bangku pendidikan akan diawasai dengan sangat ketat karena nantinya mereka akan diarahkan untuk semakin mendekati dan mengikuti budaya Belanda.

Selain masa kolonila Belanda juga ada masa pergerakan nasional. Pada saat inilah Empat karakter utama pendidikan dihapuskan. Empat karakter utama tersebut dihapuskan oleh bapak pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara. Setelah masa pergerakan nasional, pendidikan beralih pada masa penjajahan Jepang. Pada masa itu, pendidikan untuk pribumi difokuskan pada pelatihan militer karena pada saat Jepang menjajah Indonesia bertepatan dengan Perang Dunia II. Masyarakat Indonesia dipaksa untuk berlatih militer guna diperbantukan tenaganya untuk membela Jepang.

Di lantai dua pengunjung akan bisa melihat bagaimana pendidikan pada zaman reformasi. Pada bagian ini pengunjung bisa mempelajari bagaimana sejarah guru di Indonesia dan sejarah tokoh-tokoh pendidikan nasional. Ada beberapa patung tokoh pendidikan nasional yang ditampilkan disana diantaranya patung R.A. Lasminingrat, Ahmad Dachlan, Ki Hajar Dewantara, Ahmad Syafe’i, dan masih banyak lagi.

Di lantai ini juga pengunjung akan melihat sejarah perjuangan Dewi Sartika sebagai salah satu pelopor pendidikan wanita di Jawa Barat. Dewi Sartika mulai merintis pendidikan untuk wanita dengan mendirikan “Sakola Istri” yang kemudian berganti nama menjadi “Sakola Raden Dewi”.

Ternyata perjalanan masih panjang karena masih ada lantai tiga dan lantai empat yang harus dikunjungi. Di lantai tiga terdapat koleksi-koleksi mengenai sejarah pendidikan di Jawa Barat. Bukan hanya sejarah pendidikan, di lantai ini terdapat koleksi ssejarah dari Universitas Pendidikan Indonesia. Terutama karena UPI merupakan kampus pendidikan, maka UPI juga merupakan bagian dari sejarah pendidikan di Jawa Barat.

Terakhir adalah lantai keempat. Di lantai ini pengunjung akan disuguhkan dengan koleksi foto-foto  rektor UPI dari masa ke masa, sejarah bangunan Isola, dan bagian yang paling menarik adalah UPI di masa depan. Pada bagian ini akan ditunjukkan bagaimana UPI di tahun 2040 dan bagaimana perkembangan pendidikan Indonesia di masa depan. Di lantai ini ada beberapa perangkat komputer yang cara kerjanya hanya dengan mengandalkan sensor gerak tangan seolah ingin  menggambarkan bahwa pendidikan Indonesia di masa depan akan menggunakan teknologi yang canggih dan futurisktik.

Koleksi yang sudah cukup lengkap dan penjelasan dari Deviana menjadi nilai plus bagi Museum Pendidikan Nasional. Memang ada beberapa bagian yang koleksinya belum terisi karena masih dalam tahap pengembangan. Diorama-diorama yang ditampilkan pun mampu membantu pengunjung memvisualisasikan penjelasan dari kurator yang ada. dengan keunikan-keunikan yang dimiliki oleh Museum Pendidikan Nasional, berkunjung ke museum menjadi hal yang tidak kalah menarik dengan tempat wisata lainnya.  (Mawaddah Nuwairiyyah, Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPI)