Menyiapkan Lulusan yang Adaptif dengan CBT

Bandung, UPI

Ujian Akhir Semester atau UAS berbasiskan CBT merupakan upaya pemanfaatan teknologi (komputer) dalam rangka mengembangkan green campus atau mendukung sustainability terhadap lingkungan karena CBT tidak lagi menggunakan kertas atau paper based test. Demikian ungkap Rektor UPI Prof. Dr. H. R. Asep Kadarohman, M.Si., ditemui usai menggelar rapat pimpinan di Gedung University Center kampus UPI Jalan Dr. Setiabudhi Nomor 229 Bandung, Rabu (7/6/2017).

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, sebanyak 13000 orang mahasiswa UPI melaksanakan UAS berbasiskan komputer atau CBT. Ujian berlangsung selama 4 hari dalam 649 sesi di 29 ruangan yang tersebar di seluruh kampus UPI.

Rektor UPI mengatakan,”Pada tahun sebelumnya, UPI sudah melakukan pilot project untuk UAS menggunakan CBT hanya pada 2 mata kuliah dan hasilnya baik. Oleh karena itu kita terapkan pada semua mata kuliah dasar umum (MKDU) dan mata kuliah dasar kejuruan (MKDK) di tahun ini.”

Kedua, lanjutnya, dengan CBT ini, proses penilaian akhir tidak lagi bertumpu pada dosen tapi lebih pada learning outcome yang ditetapkan, karena siapapun dosen yang memberikan kuliah maka mahasiswa akan mendapatkan soal ujian yang sama. Dengan CBT, proses penilaian menjadi lebih cepat, namun demikian untuk nilai akhir merupakan gabungan dari nilai UTS dan tugas-tugas.

Ditegaskannya,”Secara bertahap pihak universitas akan melibatkan seluruh mata kuliah, saat ini hanya terbatas pada MKDU dan MKDK, dan nanti kita akan masuk mata kuliah lainnya, jadi kita akan gunakan mata kuliah yang melibatkan mahasiswa.”

Saya pikir, ungkapnya, mengenai alat pendukung, itu merupakan suatu proses yang secara bertahap akan kita lengkapi terutama sarana pendukung dan dikoordinasikan dengan unit kerja terkait. Dengan sudah dilaksanakannya tahun yang lalu, sekarang kita lengkapi dan perbaharui, tercatat kita sudah memiliki 520 unit komputer yang siap digunakan. Mengenai sumber daya manusia, kita akan melakukan pendidikan dan pelatihan agar ICT literacy mereka menjadi meningkat. Kita adakan dulu workshop, benahi infrastruktur, kemudian dalam poses pelaksanaannya akan membuat para teknisi menjadi bergairah.

“Kunci utamanya dalam pelaksanaan CBT ini adalah UPI menyiapkan lulusan yang adaptif, karena kita sekarang berada di era borderless dan paperless, dan kita juga dihadapkan pada ITbased. Diharapkan alumni UPI lebih siap bersaing,” harapnya.

Sementara itu dalam kesempatan lain, menurut Dr. rer.nat. Asep Supriatna, M.Si.,”UAS berbasis CBT merupakan salah satu bentuk penjaminan mutu dari penyelenggaraan perkuliahan MKDU dan MKDK.”

Tujuannya tentu saja adalah upaya untuk mendorong standarisasi mata kuliah kejuruan, katanya. Ini adalah tahun kedua penyelenggaraan UAS CBT, tahun lalu hanya diikuti sebanyak 2.000 mahasiswa, tahun ini tercata sebanyak 13.000 mahasiswa. Diharapkan nanti semua mata kuliah menggunakan CBT, dan kontinyu, sehingga lulusannya terstandarkan.

Lebih lanjut dijelaskan, untuk kualitasnya (UAS menggunakan sistem CBT) berdasarkan pada pertama sistem penilaian, asumsinya jika 80% berhasil artinya nilainya bagus, maka perkuliahannya berjalan baik. Hal ini untuk mendorong dosen merefleksikan diri dalam penyelenggaraan perkuliahannya. Kedua, hasil yang diraih dalam CBT merupakan representasi dari penyelenggaraan perkuliahan. Perkuliahan menjadi terstandarkan, contoh, tahun kemarin hasil UAS-nya baik ini artinya penyelenggaraan perkuliahannya baik. Ketiga, kebijakan universitas dalam rangka menjamin mutu pendidikannya, dan ini mendorong UPI untuk menyiapkan insfrastruktur untuk penyelenggaraan CBT. Kempat, CBT mendorong kesiapan sumber daya manusia UPI dan semua komponen yang ada di laboratorium dalam menyelenggarakan CBT. Kelima, jika ini teruji dengan baik, maka ini akan menjadi keunggulan UPI untuk ditawarkan pada perguruan tinggi lain tentang meng-assessment terhadap mahasiswany dalam bidang keguruan (pengukuran kompetensi).

“Kesimpulannya, melalui CBT, akuntabilitas dan penyelenggaraan perkuliahan terstandarkan dengan baik. Alumni UPI dapat terstandarkan dengan baik dalam hal bidang profesi keguruan, karena menjadi akuntable,” pungkasnya. (dodiangga/ija)