Nazma, Gadis Penjual Nasi Kuning yang Luar Biasa

1Bandung, UPI

Terang cahaya langit di ufuk timur seakan semangat menyambut sang fajar datang. Terdengar nyaring kokok ayam dan alunan lembut suara azan yang berkumandang, membangunkan orang-orang untuk bergegas mengambil air wudhu dan beribadah. Begitu pula yang dilakukan gadis kecil di saat sang fajar datang. Dia lekas beribadah seraya memanjatkan doa dan menggantungkan impiannya pada Sang Pencipta. Dan berharap impian itu terwujud.

Gadis kecil itu bernama Nazma. Nama yang sangat cantik secantik paras wajahnya. Senyuman indah yang tergambar dari wajahnya bagaikan senyuman mentari menyambut datangnya pagi. Itulah yang selalu dilakukan gadis kecil setiap pagi, mengawali harinya dengan penuh semangat.

Tetesan embun pagi membasahi dedaunan seakan menyapanya tuk mengucapkan selamat pagi dan semangat menjalani hari. Langkah kaki seolah menjadi saksi tujuan aktivitas yang akan dijalankannya. Tiada rasa malu, gadis kecil itu berteriak nyaring dari rumah ke rumah untuk menjualkan nasi kuningnya.

Dia menjualnya dengan harga Rp 5.000. Harga tersebut tidak membayar rasa lelahnya dan pengorbanan anak kecil yang rela berjualan tanpa rasa malu membantu keuangan keluarganya. Walaupun begitu, dia menjalaninya dengan rasa senang. Gadis kecil yang kini sedang duduk di kelas 5 SD ini, berjualan setiap hari sebelum pergi ke sekolah. Walaupun sekolahnya jauh dari rumahnya di SDN Panggung Sari, namun dia selalu menyempatkan waktu berjualan ketika pagi.

Dia berjualan bergantian dengan neneknya. Ketika dia sekolah pagi, sang nenek yang berjualan nasi kuning. Tetapi ketika dia sekolah siang, dialah yang pergi berjualan. Sehingga tidak mengganggu sekolahnya. Sebagai anak pertama dari empat bersaudara ini, membuatnya tergerak hati ikut membantu orang tuanya dalam mencari uang. Keinginan ikut tersebut datang langsung dari dirinya sendiri tanpa paksaan dari orang lain. Hati yang sangat mulia bagi anak umur 10 tahun, di mana anak seumur itu masanya sedang asyik bermain dan menikmati masa kecilnya. Tetapi sebaliknya, dengan umur semuda itu dia sudah bekerja.

Penghasilan yang didapatkannya dari berjualan tidaklah banyak, tetapi dengan uang itu dia dapat menabung untuk masa depannya. Dia berharap bisa menggapai cita-citanya. Namun tidak hanya itu, salah satu faktor untuk dapat menggapai cita-cita yaitu dengan usaha dan tekad yang tinggi. Sama halnya yang dimiliki oleh gadis kecil itu. Dia memiliki tekad yang tinggi dalam mencapai cita-citanya. Cita-cita yang ingin ia capai adalah menjadi seorang guru. Betapa mulianya cita-cita itu karena sebagai pahlawan tanpa jasa, yang ikhlas mengajarkan anak didiknya kelak menjadi seseorang yang dapat berguna bagi nusa dan bangsa.  (Nurani Aulia Oktaviona Putri, mahasiswa Ilmu Komunikasi FPIPS UPI)