Neuro-Statistika: Pengelolaan Citra Penginderaan Jarak Jauh Multisumber

Bandung, UPI

Pengelolaan terhadap sumber daya alam Indonesia masih belum optimal baik secara profesional maupun proporsional. Sistem Informasi Geografis (Geografical Information System/GIS) yang handal perlu dimiliki oleh negara besar seperti Indonesia. Dengan GIS, pemetaan global lebih terarah untuk pengelolaan sumber daya alam seperti pemanfaatan hutan, perkebunan, pertambangan, sumber daya air, dan sebagainya. Salah satu sumber data yang digunakan dalam GIS adalah citra yang diperoleh melalui sistem penginderaan jarak jauh dari pesawat terbang atau satelit. Citra penginderaan jarak jauh  (inderaja) dapat berbentuk citra optik (sensor pasif) dan citra radar (sensor aktif). Citra optik merupakan hasil rekaman dengan menggunakan kamera, sedangkan citra radar diperoleh melalui pemantulan gelombang radio.

Pernyataan tersebut disampaikan Prof. Dr. H. Wawan Setiawan, M.Kom., saat memaparkan temuannya mengenai Pendekatan Neuro-Statistika untuk Pengelolaan Citra Penginderaan Jarak Jauh Multisumber dalam acara Pidato Pengukuhan Guru Besar di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Gedung Achmad Sanusi Kampus UPI Jalan Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Rabu (8/8/2018). Prof. Dr. H. Wawan Setiawan, M.Kom., diangkat dalam Jabatan Akademik Profesor atau Guru Besar berdasarkan Surat Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 1772/A2.3/KP/2017, dalam bidang Ilmu Komputer.

Menurutnya, perlu dilakukan suatu upaya untuk memecahkan masalah pemetaan dan penggunaan lahan melalui pengembangan pengklasifikasi dengan pendekatan neuro statistika terhadap citra multisumber (multisensor, multiband, dan multitemporal)  yang menerapkan sinergi informasi  dari citra sensor optik dan SAR. Neuro statistika merupakan kombinasi pendekatan statistik dengan pendekatan jaringan neural buatan (JNB).

“Pengklasifikasi berbasis kecerdasan buatan Multinomial  Probaliistic Neural Network cocok untuk diterapkan pada citra optik dan Synthetic Aperture Radar (SAR) dan menjadi pengklasifikasi yang bersifat sensor independent classifier. Sementara itu, pengklasifikasi berbasis kecerdasan buatan dapat meningkatkan  akurasi klasifikasi citra sensor optik sampai sekitar 13.35% dan citra sensor SAR sampai 15.62%,” ujarnya.

Optimalisasi dengan algoritme EM untuk citra sensor optik meningkatkan akurasi pengklasifikasi sampai 4%, dan untuk citra SAR meningkat sampai 2%, ujarnya. Pengklasifikasi bebabasis kecerdasan buatan mendukung skema fusi data dengan peningkatan akurasi 8.85% dari deteksi perubahan wilayah  mencapai peningkatan 9.11%.

Direkomendasikan, bahwa teknologi berbasis kecerdasan buatan memiliki potensi besar  untuk menghasilkan berbagai sistem cerdas di era pengetahuan ini sehingga peluang besar untuk menghasilkan keputusan yang lebih arif dalam berbagai bidang.

”Di sisi lain, khusus fenomena data sumber daya alam dari citra inderaja ini baru tereksplorasi sebagian kecil, masih banyak data informasi yang belum terberdayakan, dan masih banyak data informasi yang terbuang yang menantang kaum periset untuk mengungkapnya,” tegasnya. (dodiangga/humasupi)